31.7 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

KPK Diminta Periksa Penyidik Poldasu

Mujianto alias Anam.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kaburnya dua buronan Polda Sumut, yakni Mujianto dan Tonny Wijaya ke Singapura, menuai reaksi dari praktisi hukum Julheri Sinaga. Dia menduga, kaburnya dua buronan itu akibat lemahnya penegakan hukum dan adanya unsur kesengajaan.

“Kalau ada alasan tidak ada hubungan ekstradisi dengan Singapur, patut diduga itu memang ada unsur kesengajaan,” ungkap Julheri kepada Sumut Pos, Minggu (8/7).

Kaburnya Mujianto dan Tonny Wijaya dikatakan Julheri, bukan dikarenakan faktor ketidakmampuan. Akan tetapi, faktor ketidakmauan yang menyebabkan polisi enggan untuk melakukan pengejaran. “Masa mereka tidak belajar dari masa lalu, ini bukan yang pertama lo,” katanya seraya menyebut kasus-kasus lainnya.

Dia menjelaskan, seharusnya penangguhan penahanan yang diberikan kepada Mujianto dan Tonny Wijaya sebelum kabur ke luar negeri, sudah diantisipasi. “Polisi yang menangguhkan, polisi yang menjaga dan melakukan pencekalan kan atas permohonan mereka ke Imigrasi. Ini membuktikan bahwa hukum di negara inikan bobrok. Dan yang paling tertampar wajahnya sebenarnya kepolisian. Kenapa? Karena mereka terdepan untuk menjaga keamanan dan untuk menegakkan hukum,” terangnya.

Atas kasus seperti itu, Julheri menyarankan agar penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memeriksa penyidik kepolisian yang menangani kasus ini. Sebab dia menuding, adanya unsur kesengajaan untuk menghalangi perkara tersebut.

” Jangan-jangan ada unsur kesengajaan untuk menghalangi-halangi pemeriksaan tersebut. Secara tidak langsung, seharusnya dia (polisi) bisa mengantisipasi. Jadi patut diduga ada kongkalikong,” pungkasnya.

Sebelumnya, Polda Sumut terus berupaya melakukan pengejaran terhadap buronan kasus penipuan dan penggelapan Mujianto dan Tonny Wijaya yang kabur ke luar negeri. Teranyar, Polda mendeteksi keberadaan keduanya berada di Singapura.

Namun, karena Indonesia dan Singapura tidak memiliki perjanjian ekstradisi, menjadi kesulitan Polda Sumut untuk menangkap dan memulangkan keduanya.

“Kita mendeteksi Mujianto dan Tonny Wijaya di Singapura. Tapi kitakan tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Singapura untuk memulangkan keduanya,” ungkap Kasubbid Penmas Polda Sumut, AKBP MP Nainggolan kepada wartawan, Rabu (5/7).

Upaya lain yang dilakukan sebut Nainggolan, Polda Sumut telah berkoordinasi dengan Interpol untuk melakukan penangkapan. Namun masalahnya kata dia lagi, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk bisa memakai jasa interpol.

“Kendalanya dibiaya. Karna dibutuhkan biaya besar untuk menggunakan interpol, sedangkan kita (Polda Sumut) tidak ada biaya,” katanya.

Sebelumnya, Mujianto dilaporkan oleh Armen Lubis (60) pada 28 April 2017 dengan bukti laporan No; STTLP/509/IV/2017 SPKT “II”. Dalam kasus yang sama, Armen juga melaporkan stafnya Rosihan Anwar karena telah dirugikan sekitar Rp3 miliar.

Sedangkan Tonny Wijaya dipersalahkan melanggar Pasal 385 KUHPidana dan atau pasal 69 dan 70 UURI No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang. Tonny Wijaya dilaporkan oleh Kaswandi No: LP/011/I/2016/SPKT III tanggal 7 Januari 2016. Dia dilaporkan karena mencaplok lahan untuk kepentingan umum menjadi tempat usaha yang dapat memperkaya diri sendiri di kawasan Sukaramai Medan. (mag-1)

Mujianto alias Anam.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kaburnya dua buronan Polda Sumut, yakni Mujianto dan Tonny Wijaya ke Singapura, menuai reaksi dari praktisi hukum Julheri Sinaga. Dia menduga, kaburnya dua buronan itu akibat lemahnya penegakan hukum dan adanya unsur kesengajaan.

“Kalau ada alasan tidak ada hubungan ekstradisi dengan Singapur, patut diduga itu memang ada unsur kesengajaan,” ungkap Julheri kepada Sumut Pos, Minggu (8/7).

Kaburnya Mujianto dan Tonny Wijaya dikatakan Julheri, bukan dikarenakan faktor ketidakmampuan. Akan tetapi, faktor ketidakmauan yang menyebabkan polisi enggan untuk melakukan pengejaran. “Masa mereka tidak belajar dari masa lalu, ini bukan yang pertama lo,” katanya seraya menyebut kasus-kasus lainnya.

Dia menjelaskan, seharusnya penangguhan penahanan yang diberikan kepada Mujianto dan Tonny Wijaya sebelum kabur ke luar negeri, sudah diantisipasi. “Polisi yang menangguhkan, polisi yang menjaga dan melakukan pencekalan kan atas permohonan mereka ke Imigrasi. Ini membuktikan bahwa hukum di negara inikan bobrok. Dan yang paling tertampar wajahnya sebenarnya kepolisian. Kenapa? Karena mereka terdepan untuk menjaga keamanan dan untuk menegakkan hukum,” terangnya.

Atas kasus seperti itu, Julheri menyarankan agar penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memeriksa penyidik kepolisian yang menangani kasus ini. Sebab dia menuding, adanya unsur kesengajaan untuk menghalangi perkara tersebut.

” Jangan-jangan ada unsur kesengajaan untuk menghalangi-halangi pemeriksaan tersebut. Secara tidak langsung, seharusnya dia (polisi) bisa mengantisipasi. Jadi patut diduga ada kongkalikong,” pungkasnya.

Sebelumnya, Polda Sumut terus berupaya melakukan pengejaran terhadap buronan kasus penipuan dan penggelapan Mujianto dan Tonny Wijaya yang kabur ke luar negeri. Teranyar, Polda mendeteksi keberadaan keduanya berada di Singapura.

Namun, karena Indonesia dan Singapura tidak memiliki perjanjian ekstradisi, menjadi kesulitan Polda Sumut untuk menangkap dan memulangkan keduanya.

“Kita mendeteksi Mujianto dan Tonny Wijaya di Singapura. Tapi kitakan tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Singapura untuk memulangkan keduanya,” ungkap Kasubbid Penmas Polda Sumut, AKBP MP Nainggolan kepada wartawan, Rabu (5/7).

Upaya lain yang dilakukan sebut Nainggolan, Polda Sumut telah berkoordinasi dengan Interpol untuk melakukan penangkapan. Namun masalahnya kata dia lagi, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk bisa memakai jasa interpol.

“Kendalanya dibiaya. Karna dibutuhkan biaya besar untuk menggunakan interpol, sedangkan kita (Polda Sumut) tidak ada biaya,” katanya.

Sebelumnya, Mujianto dilaporkan oleh Armen Lubis (60) pada 28 April 2017 dengan bukti laporan No; STTLP/509/IV/2017 SPKT “II”. Dalam kasus yang sama, Armen juga melaporkan stafnya Rosihan Anwar karena telah dirugikan sekitar Rp3 miliar.

Sedangkan Tonny Wijaya dipersalahkan melanggar Pasal 385 KUHPidana dan atau pasal 69 dan 70 UURI No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang. Tonny Wijaya dilaporkan oleh Kaswandi No: LP/011/I/2016/SPKT III tanggal 7 Januari 2016. Dia dilaporkan karena mencaplok lahan untuk kepentingan umum menjadi tempat usaha yang dapat memperkaya diri sendiri di kawasan Sukaramai Medan. (mag-1)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/