25.6 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Digelar Diam-diam, Oknum TNI Hanya Dituntut 6 Bulan

Foto: BAGUS SYAHPUTRA/Sumut Pos
SIDANG : Prajurit Satu (Pratu) Rommel Sihombing saat menjalani sidang di Pengadilan Militer I Medan.

SUMUTPOS.CO – Sidang kasus penganiyaan terhadap wartawan terkesan ditutupi di Pengadilan Militer I Medan. Pasalnya, Oditur Militer menuntut terdakwa Prajurit Satu (Pratu) Rommel Sihombing dengan hukuman 6 bulan penjara dan sidang tanpa diketahui korban Array A Argus wartawan harian cetak di Medan.

“Tuntutannya enam bulan. Ya, enam bulan penjara,” kata Oditur Militer, Mayor D Hutahean saat dikonfirmasi wartawan dihalaman Pengadilan Militer I Medan, Senin (31/7) siang.

Dia mengatakan pembacaan tuntutan dihadapan Majelis Hakim diketuai oleh Kolonel Budi Purnomo, Selasa, 25 Juli 2017, lalu. Saat ditanyakan apa pertimbangan Oditur Militer menuntut rendah, Hutahean enggan bisa menjelasi hal tersebut.

Namun, dia mengatakan bahwa sidang akan digelar Selasa (1/8) hari ini. Dengan agenda pembelaan atau pledoi.”Hakimnya hadir kok. Besok (hari ini,Red) sidang pledoinya,” kata Hutahean.

Sementara itu, jurnalis korban kekerasan, Array A Argus mengaku kecewa dengan tuntutan oditur militer. Apalagi, sidang tuntutan ini terkesan digelar secara diam-diam dan “dikaburkan”.

Menurut Array, pada 25 Juli 2017 lalu, korban dan beberapa jurnalis sempat datang ke Pengadilan Militer I Medan. Kala itu, Array diminta mengisi buku tamu.”Setelah saya tanya apakah sidang tuntutan Pratu Rommel jadi digelar, pegawai pengadilan mengatakan sidangnya ditunda hingga tanggal 31 Juli. Saya sempat dua kali menanyakan masalah itu, tapi pegawai berkacamata berkaos hijau mengatakan tidak ada sidang pada 25 Juli karena hakimnya tidak ada,” tutur Array dengan nada kesal.

Bahkan, pegawai Pengadilan Militer I Medan yang mengatakan sidang tuntutan ditunda itu sempat menyebut pengacara terdakwa bodoh, karena hadir ke Mahmil padahal sidang ditunda.”Pegawai itu tetap bilang tidak ada sidang. Dia ngotot bilang ke saya bahwa tidak ada jadwal saat itu,” tutur Array wartawan Harian Tribun Medan itu.

Karena sidang ditunda, Array pun kembali. Belakangan diketahui, setelah sejumlah awak media bubar, sidang tetap digelar. Bahkan, tuntutan yang dijatuhkan sangat ringan dan tidak mencerminkan rasa keadilan.

“Saya sudah merasakan rasa sakit pemukulan dari terdakwa setengah mati. Malah terdakwa dituntut hanya 6 bulan penjara. Ini tidak mencerminkan rasa keadilan bagi saya ini. Saya minta kepada majelis hakim untuk menghukum diatas tuntut dan memberikan rasa keadilan atas putusan nanti dalam kasus ini,” jelasnya.

Terpisah, Tim Advokasi Pers Sumut dari LBH Medan, Aidil Aditya mengatakan, sejak kasus ini diproses, terdapat banyak kejanggalan. Mulai dari maladministrasi, hingga hilangnya pasal Undang-undang Pers No 40 tahun 1999. “Setelah kami memantau persidangan ini dari awal hingga jalannya tuntutan, sidang yang digelar terkesan seremonial belaka. Esensi untuk menegakkan keadilan terhadap korban masih jauh dari rasa keadilan,” kata Aidil.

Dia juga mempertanyakan keseriusan oditur militer yang menyidangkan perkara ini. Ada indikasi, baik oditur militer maupun Pengadilan Militer terkesan melindungi terdakwa. Bahkan, Aidil mensinyalir sidang ini sudah “dikondisikan” untuk meringankan hukuman terdakwa.

Foto: BAGUS SYAHPUTRA/Sumut Pos
SIDANG : Prajurit Satu (Pratu) Rommel Sihombing saat menjalani sidang di Pengadilan Militer I Medan.

SUMUTPOS.CO – Sidang kasus penganiyaan terhadap wartawan terkesan ditutupi di Pengadilan Militer I Medan. Pasalnya, Oditur Militer menuntut terdakwa Prajurit Satu (Pratu) Rommel Sihombing dengan hukuman 6 bulan penjara dan sidang tanpa diketahui korban Array A Argus wartawan harian cetak di Medan.

“Tuntutannya enam bulan. Ya, enam bulan penjara,” kata Oditur Militer, Mayor D Hutahean saat dikonfirmasi wartawan dihalaman Pengadilan Militer I Medan, Senin (31/7) siang.

Dia mengatakan pembacaan tuntutan dihadapan Majelis Hakim diketuai oleh Kolonel Budi Purnomo, Selasa, 25 Juli 2017, lalu. Saat ditanyakan apa pertimbangan Oditur Militer menuntut rendah, Hutahean enggan bisa menjelasi hal tersebut.

Namun, dia mengatakan bahwa sidang akan digelar Selasa (1/8) hari ini. Dengan agenda pembelaan atau pledoi.”Hakimnya hadir kok. Besok (hari ini,Red) sidang pledoinya,” kata Hutahean.

Sementara itu, jurnalis korban kekerasan, Array A Argus mengaku kecewa dengan tuntutan oditur militer. Apalagi, sidang tuntutan ini terkesan digelar secara diam-diam dan “dikaburkan”.

Menurut Array, pada 25 Juli 2017 lalu, korban dan beberapa jurnalis sempat datang ke Pengadilan Militer I Medan. Kala itu, Array diminta mengisi buku tamu.”Setelah saya tanya apakah sidang tuntutan Pratu Rommel jadi digelar, pegawai pengadilan mengatakan sidangnya ditunda hingga tanggal 31 Juli. Saya sempat dua kali menanyakan masalah itu, tapi pegawai berkacamata berkaos hijau mengatakan tidak ada sidang pada 25 Juli karena hakimnya tidak ada,” tutur Array dengan nada kesal.

Bahkan, pegawai Pengadilan Militer I Medan yang mengatakan sidang tuntutan ditunda itu sempat menyebut pengacara terdakwa bodoh, karena hadir ke Mahmil padahal sidang ditunda.”Pegawai itu tetap bilang tidak ada sidang. Dia ngotot bilang ke saya bahwa tidak ada jadwal saat itu,” tutur Array wartawan Harian Tribun Medan itu.

Karena sidang ditunda, Array pun kembali. Belakangan diketahui, setelah sejumlah awak media bubar, sidang tetap digelar. Bahkan, tuntutan yang dijatuhkan sangat ringan dan tidak mencerminkan rasa keadilan.

“Saya sudah merasakan rasa sakit pemukulan dari terdakwa setengah mati. Malah terdakwa dituntut hanya 6 bulan penjara. Ini tidak mencerminkan rasa keadilan bagi saya ini. Saya minta kepada majelis hakim untuk menghukum diatas tuntut dan memberikan rasa keadilan atas putusan nanti dalam kasus ini,” jelasnya.

Terpisah, Tim Advokasi Pers Sumut dari LBH Medan, Aidil Aditya mengatakan, sejak kasus ini diproses, terdapat banyak kejanggalan. Mulai dari maladministrasi, hingga hilangnya pasal Undang-undang Pers No 40 tahun 1999. “Setelah kami memantau persidangan ini dari awal hingga jalannya tuntutan, sidang yang digelar terkesan seremonial belaka. Esensi untuk menegakkan keadilan terhadap korban masih jauh dari rasa keadilan,” kata Aidil.

Dia juga mempertanyakan keseriusan oditur militer yang menyidangkan perkara ini. Ada indikasi, baik oditur militer maupun Pengadilan Militer terkesan melindungi terdakwa. Bahkan, Aidil mensinyalir sidang ini sudah “dikondisikan” untuk meringankan hukuman terdakwa.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/