27.8 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Digelar Diam-diam, Oknum TNI Hanya Dituntut 6 Bulan

“Pada 25 Juli pihak Pengadilan menyatakan sidang ditunda tanggal 31 Juli karena hakim tidak ada. Lalu, kenapa sidang digelar secara diam-diam pada 25 Juli. Lantas ini apa namanya,” kata Aidil.

Adil mengatakan tidak salah jika masyarakat beranggapan bahwa penegakan hukum di Mahkamah Militer dijalankan tidak secara profesional. Sebab, banyak kejanggalan yang muncul mulai dari proses penyelidikan hingga proses persidangan.”Ini contoh kecilnya saja. Seperti halnya UU Pers yang tidak dimuat dalam dakwaan. Kemudian, barang bukti yang tidak lengkap,” kata Aidil.

Harusnya, kalau oditur itu mengatakan ia tidak berpihak pada terdakwa, UU Pers itu harus dibuat dalam dakwaan. Kemudian, saksi ahli dari Dewan Pers juga perlu dihadirkan. “Pelarangan dan pembungkaman terhadap seorang jurnalis yang tengah melakukan peliputan itu ada ancaman pidananya. Jadi tidak sembarangan mereka melarang, bahkan melakukan tindak kekerasan terhadap jurnalis,” ungkap Aidil.

Untuk diketahui, Array menjadi korban penganiyaan oknum TNI. Akibat, peristiwa kerusuhan terjadi antara masyarakat dengan TNI AU di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan, 15 Agustus 2016 lalu. Atas permasalahan sengketa tanah antara masyarakat dan TNI AU. Atas kejadian tersebut, belasa warga dan sejumlah wartwan menjadi korban penganiyaan keberingasan para oknum TNI tersebut pada kerusuhan terjadi itu.

Aidil mendesak agar Panglima TNI menyikapi bobroknya peradilan di Pengadilan Militer I Medan. Jika ini dibiarkan terus, tentu tidak akan tercipta rasa keadilan di tengah masyarakat. Kasus serupa akan terjadi dikemudian hari. Dengan tidak memberikan efek jera atas kejadian tersebut.

“Panglima TNI harus tau masalah ini. Jangan seolah-olah tutup mata. Kalau ini dibiarkan, tentu citra baik yang sudah terbangun di tengah masyarakat akan runtuh karena persoalan bobroknya penegakan hukum di kalangan TNI itu sendiri,” pungkas Aidil.(gus/ila)

 

 

“Pada 25 Juli pihak Pengadilan menyatakan sidang ditunda tanggal 31 Juli karena hakim tidak ada. Lalu, kenapa sidang digelar secara diam-diam pada 25 Juli. Lantas ini apa namanya,” kata Aidil.

Adil mengatakan tidak salah jika masyarakat beranggapan bahwa penegakan hukum di Mahkamah Militer dijalankan tidak secara profesional. Sebab, banyak kejanggalan yang muncul mulai dari proses penyelidikan hingga proses persidangan.”Ini contoh kecilnya saja. Seperti halnya UU Pers yang tidak dimuat dalam dakwaan. Kemudian, barang bukti yang tidak lengkap,” kata Aidil.

Harusnya, kalau oditur itu mengatakan ia tidak berpihak pada terdakwa, UU Pers itu harus dibuat dalam dakwaan. Kemudian, saksi ahli dari Dewan Pers juga perlu dihadirkan. “Pelarangan dan pembungkaman terhadap seorang jurnalis yang tengah melakukan peliputan itu ada ancaman pidananya. Jadi tidak sembarangan mereka melarang, bahkan melakukan tindak kekerasan terhadap jurnalis,” ungkap Aidil.

Untuk diketahui, Array menjadi korban penganiyaan oknum TNI. Akibat, peristiwa kerusuhan terjadi antara masyarakat dengan TNI AU di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan, 15 Agustus 2016 lalu. Atas permasalahan sengketa tanah antara masyarakat dan TNI AU. Atas kejadian tersebut, belasa warga dan sejumlah wartwan menjadi korban penganiyaan keberingasan para oknum TNI tersebut pada kerusuhan terjadi itu.

Aidil mendesak agar Panglima TNI menyikapi bobroknya peradilan di Pengadilan Militer I Medan. Jika ini dibiarkan terus, tentu tidak akan tercipta rasa keadilan di tengah masyarakat. Kasus serupa akan terjadi dikemudian hari. Dengan tidak memberikan efek jera atas kejadian tersebut.

“Panglima TNI harus tau masalah ini. Jangan seolah-olah tutup mata. Kalau ini dibiarkan, tentu citra baik yang sudah terbangun di tengah masyarakat akan runtuh karena persoalan bobroknya penegakan hukum di kalangan TNI itu sendiri,” pungkas Aidil.(gus/ila)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/