Kondisi itu membuat keturunan Cheng Ho tersebar ke mana-mana. Bahkan, ada yang lari sampai Chiang Mai, Thailand Utara. ”Tapi, kebanyakan berada di Yuxi, Beijing, Shanghai, dan Nanjing,” kata Zheng.
Zheng menyebutkan, di Nanjing hanya ada sekitar 30 keluarga keturunan Cheng Ho. ”Tapi, kami selalu berkomunikasi. Layaknya keluarga pada umumnya,” ucap dia.
Meski terpencar ke mana-mana, keluarga besar itu memiliki agenda rutin untuk berkumpul. ”Kami punya jadwal bertemu keluarga besar,” kata Zheng. Reuni keluarga besar itu dibarengkan dengan pelaksanaan konferensi internasional tentang Cheng Ho lima tahun sekali. Kegiatan itu kali terakhir dilakukan pada 2015. Agendanya, selain konferensi, adalah penelusuran situs-situs Cheng Ho di Kunyang dan Nanjing. Biasanya sekitar 150 orang dari keluarga besar Cheng Ho yang bisa berkumpul.
Seusai wawancara, Jawa Pos langsung mendatangi kawasan Ma Fujie. Ternyata memang sudah tidak ada bekas apa pun yang menunjukkan bahwa kawasan itu adalah situs penting Cheng Ho. Kawasan Ma Fujie kini menjadi area niaga besar dengan nama Baixai.
Zheng juga sangat menyesalkan pemusnahan dokumen-dokumen penting tentang pelayaran Cheng Ho oleh Dinasti Qing. ”Semua catatan dirusak dan dihilangkan. Hanya beberapa yang masih bisa diselamatkan, seperti catatan sejarah Ma Huan (sejarawan muslim yang ikut pelayaran Cheng Ho, Red),” terangnya.
Untuk itulah, lanjut Zheng, tujuan komunitasnya adalah melestarikan catatan sejarah berharga tersebut. ”Saya yakin akan bertahan lama. Sebab, saya juga punya anak yang akan meneruskan saya,” kata pria yang selama 40 tahun menggeluti penelitian tentang pencapaian kakek moyangnya tersebut. (*)
Kondisi itu membuat keturunan Cheng Ho tersebar ke mana-mana. Bahkan, ada yang lari sampai Chiang Mai, Thailand Utara. ”Tapi, kebanyakan berada di Yuxi, Beijing, Shanghai, dan Nanjing,” kata Zheng.
Zheng menyebutkan, di Nanjing hanya ada sekitar 30 keluarga keturunan Cheng Ho. ”Tapi, kami selalu berkomunikasi. Layaknya keluarga pada umumnya,” ucap dia.
Meski terpencar ke mana-mana, keluarga besar itu memiliki agenda rutin untuk berkumpul. ”Kami punya jadwal bertemu keluarga besar,” kata Zheng. Reuni keluarga besar itu dibarengkan dengan pelaksanaan konferensi internasional tentang Cheng Ho lima tahun sekali. Kegiatan itu kali terakhir dilakukan pada 2015. Agendanya, selain konferensi, adalah penelusuran situs-situs Cheng Ho di Kunyang dan Nanjing. Biasanya sekitar 150 orang dari keluarga besar Cheng Ho yang bisa berkumpul.
Seusai wawancara, Jawa Pos langsung mendatangi kawasan Ma Fujie. Ternyata memang sudah tidak ada bekas apa pun yang menunjukkan bahwa kawasan itu adalah situs penting Cheng Ho. Kawasan Ma Fujie kini menjadi area niaga besar dengan nama Baixai.
Zheng juga sangat menyesalkan pemusnahan dokumen-dokumen penting tentang pelayaran Cheng Ho oleh Dinasti Qing. ”Semua catatan dirusak dan dihilangkan. Hanya beberapa yang masih bisa diselamatkan, seperti catatan sejarah Ma Huan (sejarawan muslim yang ikut pelayaran Cheng Ho, Red),” terangnya.
Untuk itulah, lanjut Zheng, tujuan komunitasnya adalah melestarikan catatan sejarah berharga tersebut. ”Saya yakin akan bertahan lama. Sebab, saya juga punya anak yang akan meneruskan saya,” kata pria yang selama 40 tahun menggeluti penelitian tentang pencapaian kakek moyangnya tersebut. (*)