31.7 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

Dokter Evanti Tiga Kali Diusir dari Kontrakan

Foto: Amri/PM Dokter Evanti boru Siahaan (pakai topi) saat di SPK Polsek Sunggal. Ia diseret para tetangganya ke polisi, karena kerap melayani pecandu lewat tengah malam.
Foto: Amri/PM
Dokter Evanti boru Siahaan (pakai topi) saat di SPK Polsek Sunggal. Ia diseret para tetangganya ke polisi, karena kerap melayani pecandu lewat tengah malam.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pasca diseret ke Polsek Sunggal karena dianggap meresahkan, dr. Evanti br Siahaan harus merelakan kontrakan yang baru ditempatinya, ditinggalkan begitu saja. Padahal dr. Evanti mengontrak setahun dan baru 4 bulan ditempati.

“Biar saja lah dek, saya mengalah. Semua demi kebaikan,” jelasnya.

Apalagi, sambungnya, sudah 3 kali dia berurusan dengan masyarakat yang ribut gara-gara hal serupa. “Kurasa jarang ada yang mau jadi dokter jiwa kayak aku. Udah 30 tahun aku jadi dokter. Aku aja dibilang orang gila, padahal aku menolong mereka yang dikucilkan dan yang tak punya semangat hidup. Aku bantu untuk bertahan,” ungkapnya.

Di Binjai, sambungnya, sekitar 2 tahun lalu juga sempat terjadi hal yang sama dan dia juga harus meninggalkan kontrakannya. Kini dr. Evanti berencana akan tinggal di wilayah Klambir Lima. “Di Klambir Lima lah nanti kayaknya, tinggal di situ,” jelasnya.

Eva biasanya bekerja di RS Jiwa Tuntungan dan di RS Pirngadi sebagai dokter psikis untuk korban KDRT. “Aku biasanya diminta jadi dokter psikis di RSU Pirngadi dan kerja di RS Tuntungan. Udah pengalaman kali lah sama orang gila,” ujarnya.

Bahkan, saban malam, selama menetap di Jl. Ringroad Gg. Bersama, sedikitnya ada 30 pasien pecandu putaw dan pengidap HIV yang datang mencarinya untuk membeli obat.

“Cepat matinya mereka kalau tidak segera berobat ke tempat saya. Membeli Subutek juga tak sembarangan, harus ada dosisnya,” tegasnya. Salah seorang pasien dr. Eva, anak band yang sudah bertubuh kurus dengan tato di sekujur badan, mengaku senada.

“Sudah tiga tahun jadi pecandu putaw. Aku pernah berobat sama dr. Eva, tapi aku gak kena HIV, karena habis pakai, aku beli jarum baru,” ujarnya. Diakuinya, merasakan sakit di sekujur badan kalau tidak mendapat obat. “Seminggu tiga kali. Aku gak pakai putaw lagi, jadi minum obatnya, aku minum gak pakai suntik,” tambahnya, mengaku tetap berkomunikasi dengan dr. Eva melalui telepon meski sudah pindah.

IDI Medan: Sanksi Dilarang Buka Praktek
Ketua ikatan dokter Indonesia (IDI) Kota Medan, Dr H Ramlan Sitompul mengatakan, plang praktek wajib ada di lokasi praktek dokter. Ini merupakan regulasi pemerintah yang diatur dalam UU praktek kedokteran.

“Dan ini juga diatur dalam aturan Permenkes. Juga merupakan kode etik kedokteran,”ujar Ramlan.

Ramlan mengatakan, tempat praktek dokter yang tidak disertai plang merupakan pelanggaran ringan. Khusus untuk kasus Dr. Evanti Siahaan, SpKj, pihaknya akan melakukan pemanggilan terhadapnya. Juga akan menghadirkan perhimpunan dokter kejiwaan untuk menanyai lanjut peeohal kasus tersebut.

“Jadi nanti akan kita tanyai dia apa motivasinya tidak pasang plang. Baru setelah itu kita akan tentukan tindakan selanjutnya,” ungkapnya.

Ketika disinggung soal sanksi yang akan diberikan kepada dr Eva, diakui Ramlan sanksi yang terberat bagi seorang dokter yang menyalahi aturan prakteknya adalah larangan membuka praktek di manapun. Diakui Ramlan, pihaknya akan memanggil dokter Eva pada Senin mendatang. (mri/win/trg)

Foto: Amri/PM Dokter Evanti boru Siahaan (pakai topi) saat di SPK Polsek Sunggal. Ia diseret para tetangganya ke polisi, karena kerap melayani pecandu lewat tengah malam.
Foto: Amri/PM
Dokter Evanti boru Siahaan (pakai topi) saat di SPK Polsek Sunggal. Ia diseret para tetangganya ke polisi, karena kerap melayani pecandu lewat tengah malam.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pasca diseret ke Polsek Sunggal karena dianggap meresahkan, dr. Evanti br Siahaan harus merelakan kontrakan yang baru ditempatinya, ditinggalkan begitu saja. Padahal dr. Evanti mengontrak setahun dan baru 4 bulan ditempati.

“Biar saja lah dek, saya mengalah. Semua demi kebaikan,” jelasnya.

Apalagi, sambungnya, sudah 3 kali dia berurusan dengan masyarakat yang ribut gara-gara hal serupa. “Kurasa jarang ada yang mau jadi dokter jiwa kayak aku. Udah 30 tahun aku jadi dokter. Aku aja dibilang orang gila, padahal aku menolong mereka yang dikucilkan dan yang tak punya semangat hidup. Aku bantu untuk bertahan,” ungkapnya.

Di Binjai, sambungnya, sekitar 2 tahun lalu juga sempat terjadi hal yang sama dan dia juga harus meninggalkan kontrakannya. Kini dr. Evanti berencana akan tinggal di wilayah Klambir Lima. “Di Klambir Lima lah nanti kayaknya, tinggal di situ,” jelasnya.

Eva biasanya bekerja di RS Jiwa Tuntungan dan di RS Pirngadi sebagai dokter psikis untuk korban KDRT. “Aku biasanya diminta jadi dokter psikis di RSU Pirngadi dan kerja di RS Tuntungan. Udah pengalaman kali lah sama orang gila,” ujarnya.

Bahkan, saban malam, selama menetap di Jl. Ringroad Gg. Bersama, sedikitnya ada 30 pasien pecandu putaw dan pengidap HIV yang datang mencarinya untuk membeli obat.

“Cepat matinya mereka kalau tidak segera berobat ke tempat saya. Membeli Subutek juga tak sembarangan, harus ada dosisnya,” tegasnya. Salah seorang pasien dr. Eva, anak band yang sudah bertubuh kurus dengan tato di sekujur badan, mengaku senada.

“Sudah tiga tahun jadi pecandu putaw. Aku pernah berobat sama dr. Eva, tapi aku gak kena HIV, karena habis pakai, aku beli jarum baru,” ujarnya. Diakuinya, merasakan sakit di sekujur badan kalau tidak mendapat obat. “Seminggu tiga kali. Aku gak pakai putaw lagi, jadi minum obatnya, aku minum gak pakai suntik,” tambahnya, mengaku tetap berkomunikasi dengan dr. Eva melalui telepon meski sudah pindah.

IDI Medan: Sanksi Dilarang Buka Praktek
Ketua ikatan dokter Indonesia (IDI) Kota Medan, Dr H Ramlan Sitompul mengatakan, plang praktek wajib ada di lokasi praktek dokter. Ini merupakan regulasi pemerintah yang diatur dalam UU praktek kedokteran.

“Dan ini juga diatur dalam aturan Permenkes. Juga merupakan kode etik kedokteran,”ujar Ramlan.

Ramlan mengatakan, tempat praktek dokter yang tidak disertai plang merupakan pelanggaran ringan. Khusus untuk kasus Dr. Evanti Siahaan, SpKj, pihaknya akan melakukan pemanggilan terhadapnya. Juga akan menghadirkan perhimpunan dokter kejiwaan untuk menanyai lanjut peeohal kasus tersebut.

“Jadi nanti akan kita tanyai dia apa motivasinya tidak pasang plang. Baru setelah itu kita akan tentukan tindakan selanjutnya,” ungkapnya.

Ketika disinggung soal sanksi yang akan diberikan kepada dr Eva, diakui Ramlan sanksi yang terberat bagi seorang dokter yang menyalahi aturan prakteknya adalah larangan membuka praktek di manapun. Diakui Ramlan, pihaknya akan memanggil dokter Eva pada Senin mendatang. (mri/win/trg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/