25.6 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Dinkes Medan Ambil Alih RS Pirngadi

Dia membeberkan sebenarnya semenjak kemunculan PP No 18, APBD yang dianggarkan untuk RSU Pirngadi sudah di bawah naungan Dinkes Medan. “DPAnya kan (Daftar Penggunaan Anggaran) melalui dinas, cuma payung hukumnya saja yang belum ada, yaitu perwalnya. Inilah sedang kita godok untuk itu,” jelas Irma.

Sementara, pengamat kesehatan asal Univesitas Sumatera Utara (USU), Destanul Aulia menyebutkan bahwa keberadaan PP 18 tahun 2017 memang mengharuskan RSUD menjadi UPT untuk kejelasan struktur organisasi dalam urusan pembagian fungsi pelayanan dari pusat, provinsi dan kab/kota serta fungsi wajib dan tambahan.

“Kelebihannya fungsi perencanaan pelayanan kesehatan dapat lebih komprehensif, tidak dikotak kotakan sehingga menjadi suatu sistem pelayanan kesehatan yang kuat di bawah pembinaan Dinkes dalam hal tata kelola klinis dan semua spektrum pelayanan kesehatan promotif, preventif, rehabilitative, dan kualitatif menjadi suatu komponen sistem,” terangnya.

Kelemahannya adalah soal budaya kerja yang selama ini sudah terbangun. Ketika sebelumnya RSUD itu menjadi perangkat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang diberi hak penuh, belakangan sesuai PP No 18 harus berkoordinasi dengan dinkes dalam tata kelola pelayanan.

“Masalah yang besar sebenarnya jika RSUD itu berstatus BLU (Badan Layanan Umum) malah tidak mampu menjalankan konsep BLU sehingga tidak mampu menciptakan inovasi inovasi dalam pelayanan. Artinya rumah sakit itu tidak mampu menjalankan konsep di mana pendapatan RSUD tidak menjadi pendapatan daerah lagi, tetapi langsung menjadi pendapatan RSUD yang bisa dipakai langsung untuk operasional RSUD dan hanya tercatat di APBD. Artinya semangat wirausaha ada dalam BLUD,” terangnya.

Memang, jelasnya lagi, ketika nanti RSU Pirngadi menjadi UPT, rumah sakit itu tidak akan bisa menggunakan dana APBD seleluasa sebelumnya. Dari sisi anggaran mereka tidak bisa berharap banyak dari Dinkes sebagai SKPD.

“Ya artinya dari sisi anggaran tidak bisa berharap banyak dari dinas kesehatan sebagai SKPD untuk melakukan advokasi, karena fungsi anggaran dinas lebih pada program promosi dan preventif. Akhirnya sebagai BLU, RSU Pirngadi hanya bisa menerima pembiayaan dari pihak ketiga seperti BPJS, bantuan asing, dan lain-lain,” pungkasnya. (dvs/azw)

 

Dia membeberkan sebenarnya semenjak kemunculan PP No 18, APBD yang dianggarkan untuk RSU Pirngadi sudah di bawah naungan Dinkes Medan. “DPAnya kan (Daftar Penggunaan Anggaran) melalui dinas, cuma payung hukumnya saja yang belum ada, yaitu perwalnya. Inilah sedang kita godok untuk itu,” jelas Irma.

Sementara, pengamat kesehatan asal Univesitas Sumatera Utara (USU), Destanul Aulia menyebutkan bahwa keberadaan PP 18 tahun 2017 memang mengharuskan RSUD menjadi UPT untuk kejelasan struktur organisasi dalam urusan pembagian fungsi pelayanan dari pusat, provinsi dan kab/kota serta fungsi wajib dan tambahan.

“Kelebihannya fungsi perencanaan pelayanan kesehatan dapat lebih komprehensif, tidak dikotak kotakan sehingga menjadi suatu sistem pelayanan kesehatan yang kuat di bawah pembinaan Dinkes dalam hal tata kelola klinis dan semua spektrum pelayanan kesehatan promotif, preventif, rehabilitative, dan kualitatif menjadi suatu komponen sistem,” terangnya.

Kelemahannya adalah soal budaya kerja yang selama ini sudah terbangun. Ketika sebelumnya RSUD itu menjadi perangkat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang diberi hak penuh, belakangan sesuai PP No 18 harus berkoordinasi dengan dinkes dalam tata kelola pelayanan.

“Masalah yang besar sebenarnya jika RSUD itu berstatus BLU (Badan Layanan Umum) malah tidak mampu menjalankan konsep BLU sehingga tidak mampu menciptakan inovasi inovasi dalam pelayanan. Artinya rumah sakit itu tidak mampu menjalankan konsep di mana pendapatan RSUD tidak menjadi pendapatan daerah lagi, tetapi langsung menjadi pendapatan RSUD yang bisa dipakai langsung untuk operasional RSUD dan hanya tercatat di APBD. Artinya semangat wirausaha ada dalam BLUD,” terangnya.

Memang, jelasnya lagi, ketika nanti RSU Pirngadi menjadi UPT, rumah sakit itu tidak akan bisa menggunakan dana APBD seleluasa sebelumnya. Dari sisi anggaran mereka tidak bisa berharap banyak dari Dinkes sebagai SKPD.

“Ya artinya dari sisi anggaran tidak bisa berharap banyak dari dinas kesehatan sebagai SKPD untuk melakukan advokasi, karena fungsi anggaran dinas lebih pada program promosi dan preventif. Akhirnya sebagai BLU, RSU Pirngadi hanya bisa menerima pembiayaan dari pihak ketiga seperti BPJS, bantuan asing, dan lain-lain,” pungkasnya. (dvs/azw)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/