32 C
Medan
Thursday, May 23, 2024

Pengusaha Spa: Tanpa ’Plus-Plus’, Bangkrutlah Kita

Foto: Riadi/PM Salah satu spa di Jalan S Parman Medan.
Foto: Riadi/PM
Salah satu spa di Jalan S Parman Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Usaha spa dan pijat alias massage ternyata tak bisa dipisahkan. Terbukti dengan ketatnya perhatian terhadap massage atau panti pijat berbumbu plus-plus, perlahan usaha yang konon dari segi kesehatan bermanfaat melemaskan otot tubuh redup dan perlahan kolaps. Benarkah plus-plus penyebabnya? Akankah ini hanya kedok praktek prostitusi?
Spa-spa dalam tanda kutip menyiapkan service plus-plus dari beberapa informasi dan investigasi, bisa didapati di kawasan Jalan Biduk Petisah misalnya. Plangnya bertuliskan “Ratu Spa” tempatnya sederhana, ruko lantai dua berpintukan kaca yang tak tembus pandang. Suasana panas di luar langsung adem begitu kita memasuki ruang utamanya.

Senyum menawan wanita setengah baya langsung menyapa. Sementara 8 terapis berbaju seksi tak berhenti mengumbar senyum menggoda “Duduk dulu mas, mau kusuk, spa atau sauna. Atau yang plus-plus?” tanya wanita yang biasa dipanggil terapisnya dengan sebutan mami itu.

Belum sempat menjawab, awak wartawan langsung dirayu beberapa wanita muda (terapis) yang mengenakan pakaian seksi. “Ayok bang, ke kamar,” ajak salah satu terapis ngaku bernama Ayu. Di dalam kamar yang di sekat triplek itu, Ayu mengaku tak ahli memijat. Karena itu, ia menawarkan jasa layanan esek-esek. “Biasanya tamu datang kemari tujuannya memang gituan. Short time tarifnya cuma nambah Rp150 ribu,” beber Ayu. Karena memang tak berniat macam-macam, wartawan hanya minta kusuk dengan tarif Rp100 ribu. Usai menyerahkan uang itu ke kasir, pengawas spa yang diajak ngobrol mengaku, maminya punya 8 pekerja wanita (terapis) berusia 25 sampai 30 tahun. Para terapis itu rata-rata berdomisili di Medan dan Tanjung Morowa.

“Rata-rata spa memang plus-plus. Kalau nggak gitu manalah laku. Bangkrutlah kita. Tau sama taulah kita,” akunya.

Pantauan di lapangam, di lokasi itu memang banyak usaha spa, seperti spa bunga, nirwana, yu yu,ratu, d’amor, the king star, fortune dan chantika.

Saat didatangi satu per satu, semua spa tersebut menyediakan layanan plus-plus dengan rata-rata 8-15 terapis. “Kalau mau plus-plus Rp300 ribu saja,” kata wanita paruh baya yang jadi pengawas di spa yu yu. “Kita juga siap dipanggil ke hotel,” tandasnya.

Selain di Jalan Biduk, bisnis spa juga menjamur di kawasan Jalan Gatot Subroto seperti makro spa, chika dan yun spa.

Di sana si pengelola mewajibkan para terapisnya memakai baju dan celana yang resletingnya digembok. “Sebenarya ini hanya akal-akalan saja bang. Kalau abang mau bayar Rp300 ribu, gembok ini langsung bisa dibuka,” kata Ines (31), salah seorang terapis yang ditemui di makro spa. Selain di di dua lokasi itu, spa dan panti pijat plus-plus juga tersebar di 21 kecamatan di Kota Medan.

Menanggapi banyaknya spa dan panti pijat yang beralih fungsi jadi praktek prostitusi, Kepala Seksi (Kasi) Hiburan Disbudpar Kota Medan, Baginda Uno Harahap yang ditemui kru koran ini, Kamis (10/9) siang mengaku akan meningkatkan pengawasan.

“Hari ini kita menyebarkan surat edaran yang intinya para pekerja (terapis) harus mengenakan kartu identitas,” katanya.

Selain itu, pihaknya juga sudah memanggil pengelola Glamour Spa di Jalan H.Adam Malik Medan. “Kita sudah panggil manajemen Glamour Spa terkait penggerebekan yang dilakukan polisi beberapa waktu lalu. Kita akan tetap memberikan sanksi tegas pada pengelola yang sengaja menyediakan bisnis prostitusi,” tambahnya.

Untuk itu, pihaknya sangat berharap pengusaha mau membuat surat pernyataan dari para karyawan untuk tidak melakukan transaksi narkoba, prostitusi dan judi. “Ini terkadang pengusahanya sudah taat, malah pekerjanya yang mengulah. Dia pura-pura saja jadi terapis,” kilahnya sembari mengaku kedepan pihaknya akan menggiatkan monitoring ke sejumlah tempat usaha hiburan di Kota Medan. (mri/win/deo)

Foto: Riadi/PM Salah satu spa di Jalan S Parman Medan.
Foto: Riadi/PM
Salah satu spa di Jalan S Parman Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Usaha spa dan pijat alias massage ternyata tak bisa dipisahkan. Terbukti dengan ketatnya perhatian terhadap massage atau panti pijat berbumbu plus-plus, perlahan usaha yang konon dari segi kesehatan bermanfaat melemaskan otot tubuh redup dan perlahan kolaps. Benarkah plus-plus penyebabnya? Akankah ini hanya kedok praktek prostitusi?
Spa-spa dalam tanda kutip menyiapkan service plus-plus dari beberapa informasi dan investigasi, bisa didapati di kawasan Jalan Biduk Petisah misalnya. Plangnya bertuliskan “Ratu Spa” tempatnya sederhana, ruko lantai dua berpintukan kaca yang tak tembus pandang. Suasana panas di luar langsung adem begitu kita memasuki ruang utamanya.

Senyum menawan wanita setengah baya langsung menyapa. Sementara 8 terapis berbaju seksi tak berhenti mengumbar senyum menggoda “Duduk dulu mas, mau kusuk, spa atau sauna. Atau yang plus-plus?” tanya wanita yang biasa dipanggil terapisnya dengan sebutan mami itu.

Belum sempat menjawab, awak wartawan langsung dirayu beberapa wanita muda (terapis) yang mengenakan pakaian seksi. “Ayok bang, ke kamar,” ajak salah satu terapis ngaku bernama Ayu. Di dalam kamar yang di sekat triplek itu, Ayu mengaku tak ahli memijat. Karena itu, ia menawarkan jasa layanan esek-esek. “Biasanya tamu datang kemari tujuannya memang gituan. Short time tarifnya cuma nambah Rp150 ribu,” beber Ayu. Karena memang tak berniat macam-macam, wartawan hanya minta kusuk dengan tarif Rp100 ribu. Usai menyerahkan uang itu ke kasir, pengawas spa yang diajak ngobrol mengaku, maminya punya 8 pekerja wanita (terapis) berusia 25 sampai 30 tahun. Para terapis itu rata-rata berdomisili di Medan dan Tanjung Morowa.

“Rata-rata spa memang plus-plus. Kalau nggak gitu manalah laku. Bangkrutlah kita. Tau sama taulah kita,” akunya.

Pantauan di lapangam, di lokasi itu memang banyak usaha spa, seperti spa bunga, nirwana, yu yu,ratu, d’amor, the king star, fortune dan chantika.

Saat didatangi satu per satu, semua spa tersebut menyediakan layanan plus-plus dengan rata-rata 8-15 terapis. “Kalau mau plus-plus Rp300 ribu saja,” kata wanita paruh baya yang jadi pengawas di spa yu yu. “Kita juga siap dipanggil ke hotel,” tandasnya.

Selain di Jalan Biduk, bisnis spa juga menjamur di kawasan Jalan Gatot Subroto seperti makro spa, chika dan yun spa.

Di sana si pengelola mewajibkan para terapisnya memakai baju dan celana yang resletingnya digembok. “Sebenarya ini hanya akal-akalan saja bang. Kalau abang mau bayar Rp300 ribu, gembok ini langsung bisa dibuka,” kata Ines (31), salah seorang terapis yang ditemui di makro spa. Selain di di dua lokasi itu, spa dan panti pijat plus-plus juga tersebar di 21 kecamatan di Kota Medan.

Menanggapi banyaknya spa dan panti pijat yang beralih fungsi jadi praktek prostitusi, Kepala Seksi (Kasi) Hiburan Disbudpar Kota Medan, Baginda Uno Harahap yang ditemui kru koran ini, Kamis (10/9) siang mengaku akan meningkatkan pengawasan.

“Hari ini kita menyebarkan surat edaran yang intinya para pekerja (terapis) harus mengenakan kartu identitas,” katanya.

Selain itu, pihaknya juga sudah memanggil pengelola Glamour Spa di Jalan H.Adam Malik Medan. “Kita sudah panggil manajemen Glamour Spa terkait penggerebekan yang dilakukan polisi beberapa waktu lalu. Kita akan tetap memberikan sanksi tegas pada pengelola yang sengaja menyediakan bisnis prostitusi,” tambahnya.

Untuk itu, pihaknya sangat berharap pengusaha mau membuat surat pernyataan dari para karyawan untuk tidak melakukan transaksi narkoba, prostitusi dan judi. “Ini terkadang pengusahanya sudah taat, malah pekerjanya yang mengulah. Dia pura-pura saja jadi terapis,” kilahnya sembari mengaku kedepan pihaknya akan menggiatkan monitoring ke sejumlah tempat usaha hiburan di Kota Medan. (mri/win/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/