32.8 C
Medan
Wednesday, May 1, 2024

Manta Napiter: Kelompok Radikal Melemah

Terduga teroris yang ditembak mati setelah menyerang Markas Polda Riau dengan menggunakan samurai.

SUMUTPOS.CO – Mengapa teroris yang menyerang Mapolda Riau menggunakan senjata tajam seperti pedang, sementara pelaku teror di Surabaya menggunakan bom? Pada malam Lebaran tahun 2017 lalu, penyerangan terduga teroris di Mapolda Sumut juga hanya menggunakan pisau. Menurut Mustapha alias Abu Annisa, mantan napi teroris asal Sumut yang ikut terlibat dalam perampokan Bank CIMB Niaga di Medan tahun 2010 lalu, kekuatan kelompok radikal sudah melemah.

“Masa menyerang menggunakan samurai, pisau, tabrakkan mobil, dan bom berdaya ledak rendah? Mungkin mereka (terduga teroris) mendapatkan fatwa menyerang, tapi tidak mempunyai alat (bom rakitan) lagi. Dengan menyerang menggunakan peralatan apa adanya, tandanya mereka sudah tidak ada kemampuan lagi. Saya melihat eskalasi kekuatan mereka menurun,” jelas Mustapha kepada Sumut Pos di  Medan, Kamis (17/5).

Aksi teroris di Polda Riau dua hari lalu, menurutnya hanya aksi balasan terhadap polisi, karena sudah menangkap dan menembak mati rekan satu kelompok mereka. Tapi karena kelompok terduga teroris itu terjepit dengan kondisi dan stok logistik berupa material untuk merakit bom menipis, akhirnya aksi hanya berrsifat meneror, tanpa disertai ilmu militer.

“Untuk di Sumut, potensi aksi teror sangat kecil. Kita mengharapkan jangan sampai ada masalah lagilah. Apalagi ini Bulan Ramadan. Termasuk kepada media, agar memberitakan informasi yang membuat kondusif dan aman,” pinta Mustapha.

Ia juga mengajak seluruh kelompok-kelompok radikal agar tidak lagi melakukan aksi terror. Dan menjaga keamanan dan kenyamanan di Indonesia, saat bulan Ramadan dan seterusnya. “Sudah… janganlah lagi (melakukan teror), kasihan. Mereka (terduga teroris) belum merasakan penjara. Belum keluarganya menghadapi masalah. Sudah… stop aksi teror. Jalan saja hidup ini seperti biasa. Mari kita menjaga Bulan Ramadan dengan kekhusukan untuk beribadah,” katanya.

Saat ini, Pemerintah Indonesia melalui Polri dan Densus 88 Anti Teror, terus bekerja melakukan pemberantasan terduga dan pelaku terorisme di tanah air ini. Karena itu, Mustapha mengimbau masyarakat agar tidak terpancing provokasi orang-orang tidak bertanggung jawab. Ia mengajak masyarakat bersama-sama memberantas teroris dari Bumi Pertiwi ini.

“Jangan sampai masyarakat terprovokasi. Karena itu hanya merusak diri sendiri, merusak tatanan kerukanan beragama kita. Semoga Undang-undang Antiteror secepatnya disahkan,” harapnya.

Mustapha juga meyakini kalau kerusuhan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, tidak akan terjadi di Sumut. Menurut dia, napi teroris yang ada di Sumut saat ini, merupakan kelompok lama dan tidak mengenal napi teroris yang membuat kerusuhan di Mako Brimob kemarin.

“Jumlah napiter di Lapas bisa dihitung dengan jari. Tapi kalau di luar, jumlahnya ada sekitar 50 orang. Namun, BNPT (Badan Nasional Penanggulan Teroris) terus melakukan pembinaan terhadap napi teroris,” ucapnya.

Mustapha adalah mantan terpidana terorisme yang bebas pada 2013 silam. Ia saat itu bertugas sebagai pencari dana untuk melakukan aksi teror di sejumlah lokasi di Indonesia, termasuk Sumut. Mustapha kini menjadi pengamat terorisme. (gus/mag-1/ c5/ano/ian/prn)

 

Terduga teroris yang ditembak mati setelah menyerang Markas Polda Riau dengan menggunakan samurai.

SUMUTPOS.CO – Mengapa teroris yang menyerang Mapolda Riau menggunakan senjata tajam seperti pedang, sementara pelaku teror di Surabaya menggunakan bom? Pada malam Lebaran tahun 2017 lalu, penyerangan terduga teroris di Mapolda Sumut juga hanya menggunakan pisau. Menurut Mustapha alias Abu Annisa, mantan napi teroris asal Sumut yang ikut terlibat dalam perampokan Bank CIMB Niaga di Medan tahun 2010 lalu, kekuatan kelompok radikal sudah melemah.

“Masa menyerang menggunakan samurai, pisau, tabrakkan mobil, dan bom berdaya ledak rendah? Mungkin mereka (terduga teroris) mendapatkan fatwa menyerang, tapi tidak mempunyai alat (bom rakitan) lagi. Dengan menyerang menggunakan peralatan apa adanya, tandanya mereka sudah tidak ada kemampuan lagi. Saya melihat eskalasi kekuatan mereka menurun,” jelas Mustapha kepada Sumut Pos di  Medan, Kamis (17/5).

Aksi teroris di Polda Riau dua hari lalu, menurutnya hanya aksi balasan terhadap polisi, karena sudah menangkap dan menembak mati rekan satu kelompok mereka. Tapi karena kelompok terduga teroris itu terjepit dengan kondisi dan stok logistik berupa material untuk merakit bom menipis, akhirnya aksi hanya berrsifat meneror, tanpa disertai ilmu militer.

“Untuk di Sumut, potensi aksi teror sangat kecil. Kita mengharapkan jangan sampai ada masalah lagilah. Apalagi ini Bulan Ramadan. Termasuk kepada media, agar memberitakan informasi yang membuat kondusif dan aman,” pinta Mustapha.

Ia juga mengajak seluruh kelompok-kelompok radikal agar tidak lagi melakukan aksi terror. Dan menjaga keamanan dan kenyamanan di Indonesia, saat bulan Ramadan dan seterusnya. “Sudah… janganlah lagi (melakukan teror), kasihan. Mereka (terduga teroris) belum merasakan penjara. Belum keluarganya menghadapi masalah. Sudah… stop aksi teror. Jalan saja hidup ini seperti biasa. Mari kita menjaga Bulan Ramadan dengan kekhusukan untuk beribadah,” katanya.

Saat ini, Pemerintah Indonesia melalui Polri dan Densus 88 Anti Teror, terus bekerja melakukan pemberantasan terduga dan pelaku terorisme di tanah air ini. Karena itu, Mustapha mengimbau masyarakat agar tidak terpancing provokasi orang-orang tidak bertanggung jawab. Ia mengajak masyarakat bersama-sama memberantas teroris dari Bumi Pertiwi ini.

“Jangan sampai masyarakat terprovokasi. Karena itu hanya merusak diri sendiri, merusak tatanan kerukanan beragama kita. Semoga Undang-undang Antiteror secepatnya disahkan,” harapnya.

Mustapha juga meyakini kalau kerusuhan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, tidak akan terjadi di Sumut. Menurut dia, napi teroris yang ada di Sumut saat ini, merupakan kelompok lama dan tidak mengenal napi teroris yang membuat kerusuhan di Mako Brimob kemarin.

“Jumlah napiter di Lapas bisa dihitung dengan jari. Tapi kalau di luar, jumlahnya ada sekitar 50 orang. Namun, BNPT (Badan Nasional Penanggulan Teroris) terus melakukan pembinaan terhadap napi teroris,” ucapnya.

Mustapha adalah mantan terpidana terorisme yang bebas pada 2013 silam. Ia saat itu bertugas sebagai pencari dana untuk melakukan aksi teror di sejumlah lokasi di Indonesia, termasuk Sumut. Mustapha kini menjadi pengamat terorisme. (gus/mag-1/ c5/ano/ian/prn)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/