33 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Transfer Ilmu dari Mantan Kombatan

Ali Fauzi,

SUMUTPOS.CO – Sementara itu, mantan pentolan Jamaah Islamiyah (JI), Ali Fauzi, menjelaskan mengapa teroris yang menyerang Mapolda Riau memakai peralatan manual, sementara pelaku teror di Surabaya menggunakan bom.

’’Di Riau kurang bahan dan kurang skill,’’ ujar mantan kepala instruktur perakitan bom JI Jawa Timur tersebut.

Fenomena itu menunjukkan bahwa Surabaya mempunyai banyak sumber daya yang bisa mendukung aksi terorisme.

Yang pertama adalah bahan peledak. Menurut Ali, bahan peledak yang digunakan Dita Oeprianto cs dalam aksi bom tiga gereja di Surabaya lalu, sangat mudah didapatkan di Surabaya. Dalam bom yang digunakan Dita, ada tiga senyawa kimia yang dipakai. Biasanya dibeli secara terpisah untuk menghilangkan kecurigaan toko kimia yang bersangkutan.

Tiga senyawa kimia tersebut kemudian dicampur untuk menghasilkan gaya dan daya simpatetik. Mereka dicampur, lalu disaring dengan kertas saring. Hanya, senyawa itu sangat berbahaya karena high sensitive. Kena panas saja bisa meledak. Misalnya, yang terjadi di rusun tempat tinggal Anton yang menewaskan dirinya beserta istri dan seorang anaknya.

Surabaya dikenal sebagai produsen bahan kimia paling murah. Bagi kalangan kombatan, harga bahan kimia di Surabaya dikenal paling murah jika dibandingkan dengan kota lain di Indonesia. Menurut Ali, tentu mustahil melarang toko kimia menjual bahan tersebut. Sebab, senyawa itu banyak digunakan untuk kepentingan sehari-hari. ’’Jadi, yang bisa dilakukan adalah pengawasan,’’ tegasnya.

Ali juga mengomentari serangan di Mapolda Riau. Menurut dia, itu menunjukkan bahwa jaringan JAD di Riau gagal merekrut mantan kombatan lulusan Mindanao dan Poso. ’’Setahu saya ada banyak di sana. Sebab, saya pernah melatih mereka,’’ ungkap mantan instruktur kombatan di Poso yang pernah melatih lebih dari 3.000 orang tersebut.

Selain itu, teror di Surabaya menunjukkan sebuah fenomena yang memprihatinkan. Yakni, terjadinya transfer ilmu peracikan dan pembuatan bom dari mantan kombatan yang lebih senior. ’’Sebab, teknik peracikan dan pembuatan bom di Surabaya jauh lebih baik ketimbang serangan-serangan sebelumnya. Memang belum matang, tapi sudah tergolong bagus,’’ tegas Ali.

Ali Fauzi,

SUMUTPOS.CO – Sementara itu, mantan pentolan Jamaah Islamiyah (JI), Ali Fauzi, menjelaskan mengapa teroris yang menyerang Mapolda Riau memakai peralatan manual, sementara pelaku teror di Surabaya menggunakan bom.

’’Di Riau kurang bahan dan kurang skill,’’ ujar mantan kepala instruktur perakitan bom JI Jawa Timur tersebut.

Fenomena itu menunjukkan bahwa Surabaya mempunyai banyak sumber daya yang bisa mendukung aksi terorisme.

Yang pertama adalah bahan peledak. Menurut Ali, bahan peledak yang digunakan Dita Oeprianto cs dalam aksi bom tiga gereja di Surabaya lalu, sangat mudah didapatkan di Surabaya. Dalam bom yang digunakan Dita, ada tiga senyawa kimia yang dipakai. Biasanya dibeli secara terpisah untuk menghilangkan kecurigaan toko kimia yang bersangkutan.

Tiga senyawa kimia tersebut kemudian dicampur untuk menghasilkan gaya dan daya simpatetik. Mereka dicampur, lalu disaring dengan kertas saring. Hanya, senyawa itu sangat berbahaya karena high sensitive. Kena panas saja bisa meledak. Misalnya, yang terjadi di rusun tempat tinggal Anton yang menewaskan dirinya beserta istri dan seorang anaknya.

Surabaya dikenal sebagai produsen bahan kimia paling murah. Bagi kalangan kombatan, harga bahan kimia di Surabaya dikenal paling murah jika dibandingkan dengan kota lain di Indonesia. Menurut Ali, tentu mustahil melarang toko kimia menjual bahan tersebut. Sebab, senyawa itu banyak digunakan untuk kepentingan sehari-hari. ’’Jadi, yang bisa dilakukan adalah pengawasan,’’ tegasnya.

Ali juga mengomentari serangan di Mapolda Riau. Menurut dia, itu menunjukkan bahwa jaringan JAD di Riau gagal merekrut mantan kombatan lulusan Mindanao dan Poso. ’’Setahu saya ada banyak di sana. Sebab, saya pernah melatih mereka,’’ ungkap mantan instruktur kombatan di Poso yang pernah melatih lebih dari 3.000 orang tersebut.

Selain itu, teror di Surabaya menunjukkan sebuah fenomena yang memprihatinkan. Yakni, terjadinya transfer ilmu peracikan dan pembuatan bom dari mantan kombatan yang lebih senior. ’’Sebab, teknik peracikan dan pembuatan bom di Surabaya jauh lebih baik ketimbang serangan-serangan sebelumnya. Memang belum matang, tapi sudah tergolong bagus,’’ tegas Ali.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/