30 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

Rupiah Hampir Sentuh Rp14 Ribu per USD

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kurs rupiah pada Senin (23/4) kembali mengalami pelemahan hingga menyentuh level Rp 13.900 per USD.

Para ekonom menspekulasikan terdepresiasinya nilai tukar Rupiah disebabkan karena karena emiten secara musiman membagikan dividen. Faktor kenaikan terhadap impor barang konsumsi juga disebut jadi biang keladi keoknya nilai tukar rupiah.

Menanggapi hal itu, Kepala Departemen Komunikasi BI Agusman mengatakan, dampak tersebut tidak menjadi penyebab anjloknya Rupiah. Dia membeberkan, current account deficit (CAD) atau defisit transaksi berjalan Indonesia saat ini berada pada level 5,3 persen.

“(CAD) tetap sehat, kita jaga, kita memang lagi membangun, kita butuh impor, tapi memang ada ekspor,” ujarnya di Gedung BI, Jakarta, Senin (23/4).

Ihwal adanya potensi ditahannya Dolar oleh importir, Agusman enggan berkomentar lebih jauh. Dirinya hanya meminta kepada semua pihak agar bisa membantu menjaga stabilitas nilai tukar.

“Kita minta semua masyarakat bersama-sama menjaga ini, kan kita sering mengalami ini, dan kita lewati dengan baik,” tuturnya.

Selain itu, Agusman juga menegaskan bahwa pelemahan terhadap Rupiah bukan yang terbesar terjadi pada nilai tukar di seluruh dunia. “Oh enggak (terbesar) masih ada teman-temannya, seperti Turkis Lira, Rusianrable, turkis lira itu -6 persen, Filpina Peso -4 persen, India Rupe -3 persen,” pungkasnya.

Ketua Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengaku ketar-ketir. Lantaran, pelemahan ini mempengaruhi harga bahan baku yang diimpor dari luar negeri dengan mata uang Dolar AS.

“Ada pengaruh ke bahan baku dan kedua, energi,” ujar Adhi ditemui di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (23/4).

Adhi menilai kurs rupiah saat ini masih diambang batas toleransi. Titik kritisnya adalah apabila menyentuh level Rp 14.000 per USD. Dia menjelaskan, para pelaku usaha Mamin mengharapkan Rupiah tidak bergerak terlalu drastis, sebab hal itu akan mempengaruhi perencanaan tahunan yang telah dibuat.

“Jangan naik, jangan turun terlalu drastis. Kita sudah punya banyak kontrak dengan pembeli luar negeri juga tahunan. Kalau tiba-tiba melonjak naik itu kan agak repot juga,” jelasnya.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kurs rupiah pada Senin (23/4) kembali mengalami pelemahan hingga menyentuh level Rp 13.900 per USD.

Para ekonom menspekulasikan terdepresiasinya nilai tukar Rupiah disebabkan karena karena emiten secara musiman membagikan dividen. Faktor kenaikan terhadap impor barang konsumsi juga disebut jadi biang keladi keoknya nilai tukar rupiah.

Menanggapi hal itu, Kepala Departemen Komunikasi BI Agusman mengatakan, dampak tersebut tidak menjadi penyebab anjloknya Rupiah. Dia membeberkan, current account deficit (CAD) atau defisit transaksi berjalan Indonesia saat ini berada pada level 5,3 persen.

“(CAD) tetap sehat, kita jaga, kita memang lagi membangun, kita butuh impor, tapi memang ada ekspor,” ujarnya di Gedung BI, Jakarta, Senin (23/4).

Ihwal adanya potensi ditahannya Dolar oleh importir, Agusman enggan berkomentar lebih jauh. Dirinya hanya meminta kepada semua pihak agar bisa membantu menjaga stabilitas nilai tukar.

“Kita minta semua masyarakat bersama-sama menjaga ini, kan kita sering mengalami ini, dan kita lewati dengan baik,” tuturnya.

Selain itu, Agusman juga menegaskan bahwa pelemahan terhadap Rupiah bukan yang terbesar terjadi pada nilai tukar di seluruh dunia. “Oh enggak (terbesar) masih ada teman-temannya, seperti Turkis Lira, Rusianrable, turkis lira itu -6 persen, Filpina Peso -4 persen, India Rupe -3 persen,” pungkasnya.

Ketua Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengaku ketar-ketir. Lantaran, pelemahan ini mempengaruhi harga bahan baku yang diimpor dari luar negeri dengan mata uang Dolar AS.

“Ada pengaruh ke bahan baku dan kedua, energi,” ujar Adhi ditemui di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (23/4).

Adhi menilai kurs rupiah saat ini masih diambang batas toleransi. Titik kritisnya adalah apabila menyentuh level Rp 14.000 per USD. Dia menjelaskan, para pelaku usaha Mamin mengharapkan Rupiah tidak bergerak terlalu drastis, sebab hal itu akan mempengaruhi perencanaan tahunan yang telah dibuat.

“Jangan naik, jangan turun terlalu drastis. Kita sudah punya banyak kontrak dengan pembeli luar negeri juga tahunan. Kalau tiba-tiba melonjak naik itu kan agak repot juga,” jelasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/