30 C
Medan
Monday, May 27, 2024

Indonesia Toleransi Beragamanya Tinggi …

Menurutnya, makanan yang ada di Indonesia sangat enak dan nikmat. “Semua jenis makanan sudah kami rasakan, daging sapi, kambing, ayam, telur, ikan, sayuran dan buah-buahan. Kalau di Indonesia makanannya serba enak dibanding di Myanmar,” sebutnya.

Ia mengungkapkan, keseharian aktivitas para pengungsi lebih kepada khusuk menjalankan ibadah di Ramadan. “Setelah sahur, kami salat subuh dan mengaji. Lalu mencuci pakaian dan bersih-bersih halaman. Siangnya mengaji lagi dan salat duhur. Kalau melaksanakan salat, ya terkadang di pengungsian atau masjid terdekat. Untuk tarawih melaksanakan di halaman pengungsian dengan alas tikar dan terkadang di masjid juga ada,” ungkapnya.

Darasu melanjutkan, dalam satu minggu sekali selama Ramadan para pengungsi diberikan pendidikan agama oleh seorang ustad. “Kami juga dikasih ceramah (tausiah) oleh ustad sekali seminggu. Ustad itu mengajarkan pendidikan tentang agama kepada kami, Deni nama ustadnya. Dia datang setiap hari Kamis siang jam 2 (14.00 WIB),” ucapnya.

Sementara itu, Mas’ud (22) mengatakan, kebiasaan masyarakat muslim di Medan dalam menjalankan ibadah Ramadan hampir sama dengan kebiasaan yang dilakukan muslim Rohingya saat masih tinggal di kampung halaman mereka di Myanmar.

Mas’ud dan pengungsi lainnya merasa senang lantaran diterima oleh pemerintah dan warga di Indonesia. Namun, para pengungsi tetap mengharapkan segera diberangkatkan ke negara tujuan.

“Kami sangat senang tinggal di Indonesia karena toleransi beragamanya tinggi. Umat non-Muslim saja yang ada di sekitar sini menghormati bulan suci Ramadan,” tutur Mas’ud.

Ia menuturkan, selama di pengungsian banyak bantuan yang datang berupa makanan, pakaian, perlengkapan tidur, mandi dan lainnya. “Alhamdulillah masyarakat Indonesia sangat ramah dan saling mencintai sesama manusia. Itu yang membuat kami sayang Indonesia. Kami pengungsi di sini saja dilayani layaknya seperti penduduk asli,” sebut Masud.

Lebih lanjut dikatakannya, ia dan pengungsi lainnya tidak memiliki dokumen identitas apapun, kecuali kartu UNHCR. “Selama di Indonesia, kami dilarang bekerja. Akan tetapi, kami memperoleh bantuan setiap bulannya dari IOM (International Organisation for Migration),” jelas Mas’ud.

Disinggung kemungkinan kembali ke Myanmar, Mas’ud mengaku bisa dilakukan tetapi dengan syarat. “Harus ada jaminan 100 persen aman. Kami tidak mau dibantai seperti saudara-saudara kami yang telah meninggal. Kami mau masa depan kami lebih baik,” tukasnya. (rbb)

Menurutnya, makanan yang ada di Indonesia sangat enak dan nikmat. “Semua jenis makanan sudah kami rasakan, daging sapi, kambing, ayam, telur, ikan, sayuran dan buah-buahan. Kalau di Indonesia makanannya serba enak dibanding di Myanmar,” sebutnya.

Ia mengungkapkan, keseharian aktivitas para pengungsi lebih kepada khusuk menjalankan ibadah di Ramadan. “Setelah sahur, kami salat subuh dan mengaji. Lalu mencuci pakaian dan bersih-bersih halaman. Siangnya mengaji lagi dan salat duhur. Kalau melaksanakan salat, ya terkadang di pengungsian atau masjid terdekat. Untuk tarawih melaksanakan di halaman pengungsian dengan alas tikar dan terkadang di masjid juga ada,” ungkapnya.

Darasu melanjutkan, dalam satu minggu sekali selama Ramadan para pengungsi diberikan pendidikan agama oleh seorang ustad. “Kami juga dikasih ceramah (tausiah) oleh ustad sekali seminggu. Ustad itu mengajarkan pendidikan tentang agama kepada kami, Deni nama ustadnya. Dia datang setiap hari Kamis siang jam 2 (14.00 WIB),” ucapnya.

Sementara itu, Mas’ud (22) mengatakan, kebiasaan masyarakat muslim di Medan dalam menjalankan ibadah Ramadan hampir sama dengan kebiasaan yang dilakukan muslim Rohingya saat masih tinggal di kampung halaman mereka di Myanmar.

Mas’ud dan pengungsi lainnya merasa senang lantaran diterima oleh pemerintah dan warga di Indonesia. Namun, para pengungsi tetap mengharapkan segera diberangkatkan ke negara tujuan.

“Kami sangat senang tinggal di Indonesia karena toleransi beragamanya tinggi. Umat non-Muslim saja yang ada di sekitar sini menghormati bulan suci Ramadan,” tutur Mas’ud.

Ia menuturkan, selama di pengungsian banyak bantuan yang datang berupa makanan, pakaian, perlengkapan tidur, mandi dan lainnya. “Alhamdulillah masyarakat Indonesia sangat ramah dan saling mencintai sesama manusia. Itu yang membuat kami sayang Indonesia. Kami pengungsi di sini saja dilayani layaknya seperti penduduk asli,” sebut Masud.

Lebih lanjut dikatakannya, ia dan pengungsi lainnya tidak memiliki dokumen identitas apapun, kecuali kartu UNHCR. “Selama di Indonesia, kami dilarang bekerja. Akan tetapi, kami memperoleh bantuan setiap bulannya dari IOM (International Organisation for Migration),” jelas Mas’ud.

Disinggung kemungkinan kembali ke Myanmar, Mas’ud mengaku bisa dilakukan tetapi dengan syarat. “Harus ada jaminan 100 persen aman. Kami tidak mau dibantai seperti saudara-saudara kami yang telah meninggal. Kami mau masa depan kami lebih baik,” tukasnya. (rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/