25.6 C
Medan
Thursday, May 9, 2024

Keluarga Curiga Alat Operasi Tidak Steril

“Dugaan malpraktek itu merupakan presepsi awam. Jika dilihat dalam undang-undang praktek kedokteran ada ada dua majelis yang bisa melakukan penyelidikan. Pertama majelis kode etik kedokteran (MKEK). MKEK mendalami etik profesi kedokteran yang dilakukan dokter tersebut benar atau tidak. Etik profesi adalah kesepakatan bersama yang tergantung dalam SOP. Lalu ada majelis kehormatan disiplin kedokteran indonesia (MKDKI). MKDKI menentukan kesalahan prosedur, disiplin, dan pelanggaran hukum,” urainya.

“Jika melihat isi UU praktek kedokteran, MKDKI mestinya sudah ada di tiap provinsi. Untuk di Sumatera Utara, MKDKI belum ada. Padahal keberadaan MKDKI bisa menjadi tempat pengaduan masyarakat mengenai dugaan peyimpangan praktek kedokteran. Seperti yang tertuang dalam UU no 29 tahun 2004 mengenai praktek kedokteran. Seperti yang tertuang di pasal 66 ayat 1 yang menyatakan setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada ketua majelis kehormatan disiplin kedokteran Indonesia,” paparnya.

“Seharusnya MKDKI mestinya harus ada di tiap provinsi. Tapi di Sumut belum ada. Jadi gunanya bisa untuk pengaduan masyarakat terhadap dugaan penyimpangan praktik kedokteran,” ungkapnya lagi.

Lanjutnya, di pasal 67 juga MKDKI pun berhak memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan displin dokter. Dijelaskan dalam pasal 68, apabila dalam pemeriksaann ditemukan pelanggaran etika, MKDKI meneruskan pengaduan pada organisasi profesi. Organisasi profesi ini ada pada ikatan dokter indonesia (IDI).

“MKDKI itu penyidik independen. Jadi dia memeriksa berkas-berkas juga. Jadi di IDI ada persatuan profesi kedokteran masing-masing. Merekalah yang akan merekomendasikan,” tegasnya.(win)

“Dugaan malpraktek itu merupakan presepsi awam. Jika dilihat dalam undang-undang praktek kedokteran ada ada dua majelis yang bisa melakukan penyelidikan. Pertama majelis kode etik kedokteran (MKEK). MKEK mendalami etik profesi kedokteran yang dilakukan dokter tersebut benar atau tidak. Etik profesi adalah kesepakatan bersama yang tergantung dalam SOP. Lalu ada majelis kehormatan disiplin kedokteran indonesia (MKDKI). MKDKI menentukan kesalahan prosedur, disiplin, dan pelanggaran hukum,” urainya.

“Jika melihat isi UU praktek kedokteran, MKDKI mestinya sudah ada di tiap provinsi. Untuk di Sumatera Utara, MKDKI belum ada. Padahal keberadaan MKDKI bisa menjadi tempat pengaduan masyarakat mengenai dugaan peyimpangan praktek kedokteran. Seperti yang tertuang dalam UU no 29 tahun 2004 mengenai praktek kedokteran. Seperti yang tertuang di pasal 66 ayat 1 yang menyatakan setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada ketua majelis kehormatan disiplin kedokteran Indonesia,” paparnya.

“Seharusnya MKDKI mestinya harus ada di tiap provinsi. Tapi di Sumut belum ada. Jadi gunanya bisa untuk pengaduan masyarakat terhadap dugaan penyimpangan praktik kedokteran,” ungkapnya lagi.

Lanjutnya, di pasal 67 juga MKDKI pun berhak memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan displin dokter. Dijelaskan dalam pasal 68, apabila dalam pemeriksaann ditemukan pelanggaran etika, MKDKI meneruskan pengaduan pada organisasi profesi. Organisasi profesi ini ada pada ikatan dokter indonesia (IDI).

“MKDKI itu penyidik independen. Jadi dia memeriksa berkas-berkas juga. Jadi di IDI ada persatuan profesi kedokteran masing-masing. Merekalah yang akan merekomendasikan,” tegasnya.(win)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/