31.7 C
Medan
Saturday, April 27, 2024

Keluarga Curiga Alat Operasi Tidak Steril

Foto: Hulman/PM S Simbolon, paman Maruli Silalahi yang meninggal usai operasi usus buntu di RS Mitra Sejati Medan.
Foto: Hulman/PM
S Simbolon, paman Maruli Silalahi yang meninggal usai operasi usus buntu di RS Mitra Sejati Medan.

LUBUKPAKAM, SUMUTPOS.CO – Kematian Maruli Silalahi (33) pasca operasi usus buntu di RSU Mitra Sejati Medan pada Senin (23/3) lalu, menyisakan kecurigaan keluarga korban. Dugaan malpraktik hingga pelayanan tak maksimal usai operasi, mencuat.

Paman korban, Sabar Simbolon SH (61), kepada sejumlah awak media di Lubukpakam, Jumat (27/3) menyebutkan, pihak keluarga pada Kamis (26/3) sore sekira pukul 17.00 Wib kembali mendatangi rumah sakit Mitra Sejati untuk bertemu dr Arih Ginting.

Itu terkait pernyataannya di media cetak jika kematian korban karena mengalami sepsis (infeksi) dimana kuman telah masuk kedalam darah dan merusak beberapa organ tubuh korban. Namun sangat disayangkan, beberapa keluarga korban tidak dapat bertemu dengan dr Arih Ginting. Hanya bertemu dengan dr Gita.

Dibeber Sabar Simbolon, setelah berjumpa dengan dr Gita, pihak keluarga korban mempertanyakan sejak kapan korban mengalami sepsis apakah sebelum dirawat atau sebelum dirawat. Lalu dijawab dr Gita jika korban sejak masuk rumah sakit lekositnya sudah tinggi dan mengalami sepsis.

Mendengar jawaban dr Gita, keluarga korban kembali bertanya mengapa kalau korban sudah mengalami sepsis saat operasi dilakukan hanya diruang biasa dan bukan diruang ICU, karena korban dioperasi pada Jumat (20/3) dan Sabtu (21/3) korban malah demam.

Meski diberi obat justru demam korban kian tinggi pada hari Munggu (22/3) dan akhirnya tewas pada Senin (23/3) lagi. Tapi dr Gita tak mampu menjawab panjang lebar lagi sehingga keluarga korban pun meninggalkan rumah sakit tersebut.

“Kami mencurigai jika peralatan yang digunakan saat melakukan operasi usus buntu terhadap korban terindikasi tidak steril. Saat ini bersama kuasa hukum yang kami tunjuk sedang mempersiapkan berkas laporan yang ditujukan kepada Presiden, Menteri Kesehatan, IDI Pusat dan Provinsi serta komisi IX DPR RI,” tegasnya.

“Kalau laporan ke Presiden RI dan Menteri kesehatan terkait BPJS, karena korban adalah pengguna BPJS saat berobat namun pihak rumah sakit terkesan kurang peduli dengan pasien BPJS. Buktinya pasca operasi, korban demam tinggi yang seharusnya diberikan perawatan intensif, ini dikasih obat malah demamnya makin tinggi hingga menewaskan korban. Kami meminta kepada pemerintah agar jangan sembarangan menunjuk rumah sakit yang menerima pasien BPJS. Sebaiknya diuji dulu kemampuan rumah sakit yang menerima pasien BPJS sehingg pelanannya bisa maksimal terhadap pasien,” tegas Simbolon.

Foto: Hulman/PM S Simbolon, paman Maruli Silalahi yang meninggal usai operasi usus buntu di RS Mitra Sejati Medan.
Foto: Hulman/PM
S Simbolon, paman Maruli Silalahi yang meninggal usai operasi usus buntu di RS Mitra Sejati Medan.

LUBUKPAKAM, SUMUTPOS.CO – Kematian Maruli Silalahi (33) pasca operasi usus buntu di RSU Mitra Sejati Medan pada Senin (23/3) lalu, menyisakan kecurigaan keluarga korban. Dugaan malpraktik hingga pelayanan tak maksimal usai operasi, mencuat.

Paman korban, Sabar Simbolon SH (61), kepada sejumlah awak media di Lubukpakam, Jumat (27/3) menyebutkan, pihak keluarga pada Kamis (26/3) sore sekira pukul 17.00 Wib kembali mendatangi rumah sakit Mitra Sejati untuk bertemu dr Arih Ginting.

Itu terkait pernyataannya di media cetak jika kematian korban karena mengalami sepsis (infeksi) dimana kuman telah masuk kedalam darah dan merusak beberapa organ tubuh korban. Namun sangat disayangkan, beberapa keluarga korban tidak dapat bertemu dengan dr Arih Ginting. Hanya bertemu dengan dr Gita.

Dibeber Sabar Simbolon, setelah berjumpa dengan dr Gita, pihak keluarga korban mempertanyakan sejak kapan korban mengalami sepsis apakah sebelum dirawat atau sebelum dirawat. Lalu dijawab dr Gita jika korban sejak masuk rumah sakit lekositnya sudah tinggi dan mengalami sepsis.

Mendengar jawaban dr Gita, keluarga korban kembali bertanya mengapa kalau korban sudah mengalami sepsis saat operasi dilakukan hanya diruang biasa dan bukan diruang ICU, karena korban dioperasi pada Jumat (20/3) dan Sabtu (21/3) korban malah demam.

Meski diberi obat justru demam korban kian tinggi pada hari Munggu (22/3) dan akhirnya tewas pada Senin (23/3) lagi. Tapi dr Gita tak mampu menjawab panjang lebar lagi sehingga keluarga korban pun meninggalkan rumah sakit tersebut.

“Kami mencurigai jika peralatan yang digunakan saat melakukan operasi usus buntu terhadap korban terindikasi tidak steril. Saat ini bersama kuasa hukum yang kami tunjuk sedang mempersiapkan berkas laporan yang ditujukan kepada Presiden, Menteri Kesehatan, IDI Pusat dan Provinsi serta komisi IX DPR RI,” tegasnya.

“Kalau laporan ke Presiden RI dan Menteri kesehatan terkait BPJS, karena korban adalah pengguna BPJS saat berobat namun pihak rumah sakit terkesan kurang peduli dengan pasien BPJS. Buktinya pasca operasi, korban demam tinggi yang seharusnya diberikan perawatan intensif, ini dikasih obat malah demamnya makin tinggi hingga menewaskan korban. Kami meminta kepada pemerintah agar jangan sembarangan menunjuk rumah sakit yang menerima pasien BPJS. Sebaiknya diuji dulu kemampuan rumah sakit yang menerima pasien BPJS sehingg pelanannya bisa maksimal terhadap pasien,” tegas Simbolon.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/