27.8 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

Harta Jaksa Terduga ‘Suap Gatot’ Mencurigakan

Kajati Jatim, Maruhi Hutagalung.
Kajati Jatim, Maruhi Hutagalung.

JAKARTA, SUMUTOS.CO – Harta kekayaan Maruli Hutagalung bisa dikatakan mencurikan. Pasalnya, jaksa yang diduga menerima suap dari mantan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, senilai 500 juta rupiah itu sudah lama tak melaporkan harta ke Negara.

Maruli yang kini menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, terakhir kali melapor harta tiga tahun lalu. Saat itu hartnya mencapai mencapai Rp2,545 miliar. Setelah itu, mantan Kajati Papua dan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung itu, belum juga menyetor Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) nya hingga saat ini.

Sebagaimana diketahui, Maruli tak pernah lagi melaporkan harta kekayaannya sejak 2013 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, Maruli telah berkali-kali berganti jabatan di Korps Adhyaksa, hingga kini menduduki posisi sebagai Kajati.

Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan, sebagai penyelenggara negara yang baik, Maruli wajib melaporkan harta kekayaannya secara rutin. “Ya seharusnya dia penuhi kewajiban sebagai penyelenggara negara untuk lapor LHKPN,” kata Yuyuk saat dihubungi, Jumat (28/10).

Kewajiban bagi penyelenggara negara menyerahkan laporan LHKPN tercantum dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme dan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Selain itu, kewajiban itu diatur dalam Keputusan KPK Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

Dengan ketentuan itu, maka penyelenggara negara berkewajiban untuk bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat. Serta, wajib melapor harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi, dan pensiun.

Pada 17 November 2015, Jaksa Agung memutasi Maruli ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Mutasi Maruli dilakukan tak berselang lama namanya disebut-sebut menerima uang Rp500 juta dari mantan Gubernur Sumatra Utara Gatot Pujo Nugroho. Hal itu diakui istri Gatot, Evy Susanti dalam sidang mantan Anggota Komisi III DPR Patrice Rio Capella pada 16 November 2015.

Evy mengaku bahwa kuasa hukumnya, OC Kaligis meminta uang sebesar Rp500 juta untuk diserahkan kepada Maruli. Uang itu kemudian diserahkan melalui OC Kaligis untuk mengamankan perkara korupsi bansos yang menjerat Gatot di Kejagung.

Terkait itu, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan, KPK masih mengembangkan kasus dugaan suap yang melibatkan banyak pihak tersebut. Basaria memastikan bahwa KPK membuka penyelidikan baru untuk kasus tersebut. Penyelidikan dilakukan tidak hanya berdasar perkataan orang, tapi juga mencari fakta-fakta yang berkesesuaian.

Dia tahu bahwa beberapa pihak yang disebut terlibat kasus itu, termasuk Maruli, pernah membantah menerima uang. Karena itu, penyidik perlu melengkapi alat bukti lain di luar keterangan para saksi. ’’Biarkan saja (Maruli, Red) membantah, tapi KPK tetap akan melanjutkan kasus ini,’’ tegasnya kepada wartawan di kantor KPK, kemarin.

Pun Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri mengungkapkan, KPK harus serius mengusut kasus yang menjerat pejabat kejaksaan tersebut. ’’KPK harus membuktikan tindakan suap itu,’’ tegasnya di kantor ICW kemarin.

Febri meminta komisi antirasuah itu tidak berhenti melakukan penyelidikan karena berhadapan dengan sesama penegak hukum. Menurut dia, hukum harus ditegakkan terhadap siapa saja. Tidak ada tebang pilih. Jika sudah menemukan dua alat bukti yang cukup, lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo itu bisa menetapkan Maruli sebagai tersangka. (jpg/rbb)

Kajati Jatim, Maruhi Hutagalung.
Kajati Jatim, Maruhi Hutagalung.

JAKARTA, SUMUTOS.CO – Harta kekayaan Maruli Hutagalung bisa dikatakan mencurikan. Pasalnya, jaksa yang diduga menerima suap dari mantan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, senilai 500 juta rupiah itu sudah lama tak melaporkan harta ke Negara.

Maruli yang kini menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, terakhir kali melapor harta tiga tahun lalu. Saat itu hartnya mencapai mencapai Rp2,545 miliar. Setelah itu, mantan Kajati Papua dan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung itu, belum juga menyetor Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) nya hingga saat ini.

Sebagaimana diketahui, Maruli tak pernah lagi melaporkan harta kekayaannya sejak 2013 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, Maruli telah berkali-kali berganti jabatan di Korps Adhyaksa, hingga kini menduduki posisi sebagai Kajati.

Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan, sebagai penyelenggara negara yang baik, Maruli wajib melaporkan harta kekayaannya secara rutin. “Ya seharusnya dia penuhi kewajiban sebagai penyelenggara negara untuk lapor LHKPN,” kata Yuyuk saat dihubungi, Jumat (28/10).

Kewajiban bagi penyelenggara negara menyerahkan laporan LHKPN tercantum dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme dan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Selain itu, kewajiban itu diatur dalam Keputusan KPK Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

Dengan ketentuan itu, maka penyelenggara negara berkewajiban untuk bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat. Serta, wajib melapor harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi, dan pensiun.

Pada 17 November 2015, Jaksa Agung memutasi Maruli ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Mutasi Maruli dilakukan tak berselang lama namanya disebut-sebut menerima uang Rp500 juta dari mantan Gubernur Sumatra Utara Gatot Pujo Nugroho. Hal itu diakui istri Gatot, Evy Susanti dalam sidang mantan Anggota Komisi III DPR Patrice Rio Capella pada 16 November 2015.

Evy mengaku bahwa kuasa hukumnya, OC Kaligis meminta uang sebesar Rp500 juta untuk diserahkan kepada Maruli. Uang itu kemudian diserahkan melalui OC Kaligis untuk mengamankan perkara korupsi bansos yang menjerat Gatot di Kejagung.

Terkait itu, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan, KPK masih mengembangkan kasus dugaan suap yang melibatkan banyak pihak tersebut. Basaria memastikan bahwa KPK membuka penyelidikan baru untuk kasus tersebut. Penyelidikan dilakukan tidak hanya berdasar perkataan orang, tapi juga mencari fakta-fakta yang berkesesuaian.

Dia tahu bahwa beberapa pihak yang disebut terlibat kasus itu, termasuk Maruli, pernah membantah menerima uang. Karena itu, penyidik perlu melengkapi alat bukti lain di luar keterangan para saksi. ’’Biarkan saja (Maruli, Red) membantah, tapi KPK tetap akan melanjutkan kasus ini,’’ tegasnya kepada wartawan di kantor KPK, kemarin.

Pun Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri mengungkapkan, KPK harus serius mengusut kasus yang menjerat pejabat kejaksaan tersebut. ’’KPK harus membuktikan tindakan suap itu,’’ tegasnya di kantor ICW kemarin.

Febri meminta komisi antirasuah itu tidak berhenti melakukan penyelidikan karena berhadapan dengan sesama penegak hukum. Menurut dia, hukum harus ditegakkan terhadap siapa saja. Tidak ada tebang pilih. Jika sudah menemukan dua alat bukti yang cukup, lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo itu bisa menetapkan Maruli sebagai tersangka. (jpg/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/