29 C
Medan
Sunday, February 23, 2025
spot_img

Ganti Rugi Ratusan Juta atau Diproses Hukum

Tentang makam, Saulina menjelaskan bahwa niat mereka hendak membenahi makam almarhum mertuanya dengan bangunan beton. Berbagai jenis tanaman radius 4 meter ditebang. Biaya mereka tanggung bersama sesama keturunan Op Sadihari. Saat ini bangunan yang direncanakan dilengkapi dengan keramik itu pun terkatung-katung karena persoalan ini. Meski demikian, mereka berharap ada jalan keluar agar proses pembangunan dapat dilaksanakan.

Sementara, kuasa hukum keluarga Saulina, Boy Raja P Marpaung SH menilai, ada kejanggalan dalam kasus yang menimpa keluarga Saulina Sitorus ini. “Upaya hukum yang akan diambil banding,” ujar Boy via selulernya, Selasa (30/1).

Menurut Boy, salah satunya menyangkut alat bukti atas kepemilikan lahan objek perkara yang diyakini kurang tepat. Dimana fakta di persidangan ada saling klaim dari saksi berbeda yang mengklaim pewaris lahan. Yang menjadi objek perkara adalah tanah wakaf. Tanah dalam perkara ini sudah dihibahkan kepada masyarakat Panamean.

Hal itu terbukti dalam bukti tertulis surat pernyataan pewaris Opung Martahiam Sitorus. Dimana menyatakan, tanah tersebut sudah diwakafkan menjadi pemakaman umum di Dusun Panamean. Bukti surat ini pulalah sebagai salah satu alat bukti duduknya perkara itu. “Alat bukti pertama kepemilikan lahan adalah pengakuan istri dan anak saksi pelapor Jepaya Sitorus. Kedua, surat pernyataan penyerahan pemakamam  dari Op pewaris Martahiam Sitorus. Sementara saksi pelapor bukanlah termasuk pewaris dari Martahiam Sitorus. Hal ini sebagaimana keterangan saksi saat persidangan oleh saksi Kardi Sitorus selaku keturunan Kardi Sitorus. Jika demikian, alat bukti kepemilikan lahan pelapor belum lengkap. Minimal dua alat bukti,” terangnya.

Katanya, jika tanah tersebut sudah diserahkan sebagai lahan pekuburan, artinya bukan lagi milik perseorangan.  Tetapi milik bersama warga  Dusun Panamean. Kejanggalan lainnya menurut Boy, kesaksian Japaya Sitorus dalam persidangan menyebutkan, lahan kuburan tersebut adalah lokasi perladangan gereja. Sementara hingga kasus ini memasuki agenda duplik di persidangan tidak ada pihak gereja yang mengajukan keberatan. Berbeda saat putusan yang menyebutkan bahwa lahan objek perkara adalah  milik Jepaya selaku pewaris.  “Selaku pelapor, apakah Jepaya secara pribadi atau mewakili gereja,” jelasnya.

Disinggung terkait penetapan  Saulina Sitorus sebagai tersangka dalam kasus tersebut, menurutnya tidak harus. Namun dalam prosesnya, Saulina dijerat  Pasal 421 dengan unsur Pasal 406.  “Di sini, saudari Saulina dijerat sebagai permulaan perbuatan, atau  memberikan perintah untuk melakukan perbuatan. Ada unsur bersama-sama. Sebenarnya tidak harus, mengingat  kasus ini adalah kasus pengrusakan,” jelasnya.

Atas dasar kejanggalan tersebut, pihaknya berencana mengajukan banding. “Kita sedang urus proses banding, dengan harapan kejanggalan-kejanggalan ini terbuka lebar dan pada akhirnya klien kita mendapat keadilan yang seadil-adilnya,” tandasnya.

Sementara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menyatakan banding atas vonis yang diterima Saulina boru Sitorus (92). JPU keukeuh menutut nenek renta itu untuk ditahan. “Kuasa hukum terdakwa (Saulina) banding, kita (JPU) juga banding dalam kasus ini,” ungkap Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Sumut, Sumanggar Siagian kepada Sumut Pos, Selasa (30/1) siang.

Tentang makam, Saulina menjelaskan bahwa niat mereka hendak membenahi makam almarhum mertuanya dengan bangunan beton. Berbagai jenis tanaman radius 4 meter ditebang. Biaya mereka tanggung bersama sesama keturunan Op Sadihari. Saat ini bangunan yang direncanakan dilengkapi dengan keramik itu pun terkatung-katung karena persoalan ini. Meski demikian, mereka berharap ada jalan keluar agar proses pembangunan dapat dilaksanakan.

Sementara, kuasa hukum keluarga Saulina, Boy Raja P Marpaung SH menilai, ada kejanggalan dalam kasus yang menimpa keluarga Saulina Sitorus ini. “Upaya hukum yang akan diambil banding,” ujar Boy via selulernya, Selasa (30/1).

Menurut Boy, salah satunya menyangkut alat bukti atas kepemilikan lahan objek perkara yang diyakini kurang tepat. Dimana fakta di persidangan ada saling klaim dari saksi berbeda yang mengklaim pewaris lahan. Yang menjadi objek perkara adalah tanah wakaf. Tanah dalam perkara ini sudah dihibahkan kepada masyarakat Panamean.

Hal itu terbukti dalam bukti tertulis surat pernyataan pewaris Opung Martahiam Sitorus. Dimana menyatakan, tanah tersebut sudah diwakafkan menjadi pemakaman umum di Dusun Panamean. Bukti surat ini pulalah sebagai salah satu alat bukti duduknya perkara itu. “Alat bukti pertama kepemilikan lahan adalah pengakuan istri dan anak saksi pelapor Jepaya Sitorus. Kedua, surat pernyataan penyerahan pemakamam  dari Op pewaris Martahiam Sitorus. Sementara saksi pelapor bukanlah termasuk pewaris dari Martahiam Sitorus. Hal ini sebagaimana keterangan saksi saat persidangan oleh saksi Kardi Sitorus selaku keturunan Kardi Sitorus. Jika demikian, alat bukti kepemilikan lahan pelapor belum lengkap. Minimal dua alat bukti,” terangnya.

Katanya, jika tanah tersebut sudah diserahkan sebagai lahan pekuburan, artinya bukan lagi milik perseorangan.  Tetapi milik bersama warga  Dusun Panamean. Kejanggalan lainnya menurut Boy, kesaksian Japaya Sitorus dalam persidangan menyebutkan, lahan kuburan tersebut adalah lokasi perladangan gereja. Sementara hingga kasus ini memasuki agenda duplik di persidangan tidak ada pihak gereja yang mengajukan keberatan. Berbeda saat putusan yang menyebutkan bahwa lahan objek perkara adalah  milik Jepaya selaku pewaris.  “Selaku pelapor, apakah Jepaya secara pribadi atau mewakili gereja,” jelasnya.

Disinggung terkait penetapan  Saulina Sitorus sebagai tersangka dalam kasus tersebut, menurutnya tidak harus. Namun dalam prosesnya, Saulina dijerat  Pasal 421 dengan unsur Pasal 406.  “Di sini, saudari Saulina dijerat sebagai permulaan perbuatan, atau  memberikan perintah untuk melakukan perbuatan. Ada unsur bersama-sama. Sebenarnya tidak harus, mengingat  kasus ini adalah kasus pengrusakan,” jelasnya.

Atas dasar kejanggalan tersebut, pihaknya berencana mengajukan banding. “Kita sedang urus proses banding, dengan harapan kejanggalan-kejanggalan ini terbuka lebar dan pada akhirnya klien kita mendapat keadilan yang seadil-adilnya,” tandasnya.

Sementara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menyatakan banding atas vonis yang diterima Saulina boru Sitorus (92). JPU keukeuh menutut nenek renta itu untuk ditahan. “Kuasa hukum terdakwa (Saulina) banding, kita (JPU) juga banding dalam kasus ini,” ungkap Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Sumut, Sumanggar Siagian kepada Sumut Pos, Selasa (30/1) siang.

spot_img

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

spot_imgspot_imgspot_img

Artikel Terbaru

/