30 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Butuh Kerja Keras Lawan Petahana

Foto: Andika/Sumut Pos
Dewan Penasehat KPK, Budi Santoso saat berkunjung ke kantor Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Rabu (18/10). Budi mengatakan, pihaknya melalui Tim Korsupgah memberi perhatian lebih kepada calon kepala daerah khususnya incumbent.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Peringatan yang disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kepala daerah yang akan bertarung kembali di Pilkada 2018 ditanggapi beragam, khususnya bagi partai politik (Parpol) yang mengusung calon petahana.

Ketua DPP PKPI Sumut, Juliski Simorangkir menyebut, tidak dibenarkan calon incumbent memanfaatkan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) maupun kekuasaan yang dimiliki untuk meningkatkan elektabilitas adalah sangat tepat. Karenanya, dia setuju calon incumbent harus cuti ketika masa kampanye. “Harus seperti itu, biar fair play,” ujar Juliski kepada Sumut Pos, Kamis (19/1).

Dia mempersilahkan semua pihak untuk mengawasi gerak-gerik Tengku Erry Nuradi sebagai calon Gubernur petahana. Namun di sisi lain, dia melihat apa yang dilakukan oleh petahana saat ini dianggap bukan sebuah tindakan kampanye terselubung.

Apalagi, lanjut dia, kata PATEN yang menjadi jargon Tengku Erry sudah mulai ramai diperbincangkan. “Beliau kan masih gubernur dan menjabat. Tentu interpretasi PATEN juga macam-macam. Kalau PATEN kerjanya harus diapresiasi, yang tidak boleh itu slogan PATEN adalah Pak Tengku Erry-Ngogesa Sitepu,” jelasnya.

Anggota DPRD Provinsi Sumut itu menambahkan, kelebihan incumbent memang banyak ketika mengikuti Pilkada 2018. Bahkan, ada anggapan yang mengatakan, ketika melawan incumbent perlu kerja ekstra. “Incumbent itu punya modal awal 25 persen suara,” bilangnya.

Sementara Wakil Ketua DPD Partai Golkar Sumut, Hanafiah Harahap menyebut, memang perlu ada perhatian khusus dari KPK terhadap pelaksanaan Pilkada 2018. “Jadi, bukan hanya calon incumbent. Tapi, kepada calon secara keseluruhan,” pintanya.

Pengawasan kepada petahanA, kata dia, yakni difokuskan untuk tidak terjadinya penyalahgunaan jabatan.

Hanafiah mengaku, aturan yang ada untuk kepala daerah yang  akan ikut kembali bertarung kurang tegas dan tidak memiliki prinsip keadilan. Sebab, calon petahana hanya cuti ketika ingin ikut Pilkada. Sedangkan anggota DPR/DPRD serta DPD yang ingin ikut Pilkada harus mundur dari jabatannya.

“Saya kira aturan  dan waktu cuti harus tegas dong. Rentang waktunya minimal 6 bulan sebelum berakhir jabatan. Regulasi yang ada saat ini kok banci. Toh, dua jabatan itu dipilih oleh rakyat. Inikan paradoks dan tidak elok dipertontonkan kepada rakyat,” katanya.

Foto: Andika/Sumut Pos
Dewan Penasehat KPK, Budi Santoso saat berkunjung ke kantor Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Rabu (18/10). Budi mengatakan, pihaknya melalui Tim Korsupgah memberi perhatian lebih kepada calon kepala daerah khususnya incumbent.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Peringatan yang disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kepala daerah yang akan bertarung kembali di Pilkada 2018 ditanggapi beragam, khususnya bagi partai politik (Parpol) yang mengusung calon petahana.

Ketua DPP PKPI Sumut, Juliski Simorangkir menyebut, tidak dibenarkan calon incumbent memanfaatkan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) maupun kekuasaan yang dimiliki untuk meningkatkan elektabilitas adalah sangat tepat. Karenanya, dia setuju calon incumbent harus cuti ketika masa kampanye. “Harus seperti itu, biar fair play,” ujar Juliski kepada Sumut Pos, Kamis (19/1).

Dia mempersilahkan semua pihak untuk mengawasi gerak-gerik Tengku Erry Nuradi sebagai calon Gubernur petahana. Namun di sisi lain, dia melihat apa yang dilakukan oleh petahana saat ini dianggap bukan sebuah tindakan kampanye terselubung.

Apalagi, lanjut dia, kata PATEN yang menjadi jargon Tengku Erry sudah mulai ramai diperbincangkan. “Beliau kan masih gubernur dan menjabat. Tentu interpretasi PATEN juga macam-macam. Kalau PATEN kerjanya harus diapresiasi, yang tidak boleh itu slogan PATEN adalah Pak Tengku Erry-Ngogesa Sitepu,” jelasnya.

Anggota DPRD Provinsi Sumut itu menambahkan, kelebihan incumbent memang banyak ketika mengikuti Pilkada 2018. Bahkan, ada anggapan yang mengatakan, ketika melawan incumbent perlu kerja ekstra. “Incumbent itu punya modal awal 25 persen suara,” bilangnya.

Sementara Wakil Ketua DPD Partai Golkar Sumut, Hanafiah Harahap menyebut, memang perlu ada perhatian khusus dari KPK terhadap pelaksanaan Pilkada 2018. “Jadi, bukan hanya calon incumbent. Tapi, kepada calon secara keseluruhan,” pintanya.

Pengawasan kepada petahanA, kata dia, yakni difokuskan untuk tidak terjadinya penyalahgunaan jabatan.

Hanafiah mengaku, aturan yang ada untuk kepala daerah yang  akan ikut kembali bertarung kurang tegas dan tidak memiliki prinsip keadilan. Sebab, calon petahana hanya cuti ketika ingin ikut Pilkada. Sedangkan anggota DPR/DPRD serta DPD yang ingin ikut Pilkada harus mundur dari jabatannya.

“Saya kira aturan  dan waktu cuti harus tegas dong. Rentang waktunya minimal 6 bulan sebelum berakhir jabatan. Regulasi yang ada saat ini kok banci. Toh, dua jabatan itu dipilih oleh rakyat. Inikan paradoks dan tidak elok dipertontonkan kepada rakyat,” katanya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/