MEDAN, SUMUTPOS.CO – Di Medan, Vice President PT KAI Divre I Sumut-Aceh, Saridal mengaku apa yang diputuskan Mahkamah Agung yakni dalam rangka menjaga aset negara yang diserobot oleh PT ACK. “Tentu kami berterima kasih atas putusan MA,”kata Saridal didampingi Manager Humas PT KAI, Rapino Situmorang, Jumat (24/4) siang.
Dijelaskannya, perkara penyerobotan aset negara yang dilakukan PT ACK sudah diambil alih oleh pimpinan PT KAI Pusat. Maka dari itu, pihaknya masih menunggu instruksi dari pimpinan pusat mengenai langkah selanjutnya.
“Kalau instruksi dari pusat untuk merobohkan seluruh bangunan yang berdiri di tanah PT KAI, maka kami akan mencari konsultan untuk menghitung biaya yang akan dipergunakan untuk merobohkan seluruh bangunan yang ada di Jalan Jawa,” tegasnya.
Ditambahkannya, kebijakan Pemerintah Kota (Pemko) Medan serta DPRD Medan sudah memperkeruh suasana karena telah memproses permohonan perubahan peruntukan tanah. “Sudah jelas tanah di Jalan Jawa itu aset milik negara, kenapa disetujui perubahan peruntukannya, apalagi yang mengajukan itu bukan PT KAI selaku pengelola aset tersebut,”ungkapnya.
Kata dia, bukan tidak mungkin kebijakan menyetujui permohonan perubahan peruntukan akan ikut menjerumuskan dua intansi tersebut ke dalam persoalan hukum seperti dua mantan Wali Kota Medan terdahulu serta bos PT ACK yang telah ditahan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). “Jadi hati-hatilah karena telah mengeluarkan kebijakan keliru,”ungkapnya.
Saridal menjelaskan awal mula persoalan terjadi pada 1982, ketika itu PT KAI bekerja sama dengan PT Inanta untuk membangun 288 rumah dinas dan segala fasilitas pendukung lainnya diatas tanah seluas 7,2 hektar.
Namun, pada saat itu PT Inanta tidak mampu melanjutkan kerja sama sehingga proyek tersebut dialihkan ke PT Bonauli dengan sepengetahuan PT KAI sebagai pemilik lahan.
Sayangnya, PT Bonauli tidak melibatkan PT KAI ketika melakukan peralihan ke PT ACK. “PT ACK bukan melanjutkan pembangunan 288 rumah dinas karyawan PT KAI, malah membangun mal, hotel, rumah sakit tanpa sepengetahuan PT KAI,” bebernya.
Ironisnya, lanjut Saridal, Pemko Medan membiarkan begitu saja PT ACK membangun gedung tanpa memiliki dokumen analisis lingkungan hidup (Amdal) serta izin mendirikan bangunan (IMB).
“Dari awal PT KAI sudah melakukan perlawanan. Pemko Medan yang memiliki kekuatan malah membiarkan pembangunan tanpa izin, sehingga muncul dugaan bahwa Pemko Medan telah menerima hadiah dari PT ACK,” bebernya.
Manager Humas PT KAI, Rapino Situmorang menambahkan secara utuh pihaknya belum menerima salinan putusan PK yang dikabulkan oleh MA yang terdaftar pada 3 Maret 2014 silam.