JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Badan Narkotika Nasional (BNN) akhirnya menuntaskan kasus transaksi mencurigakan senilai Rp2,7 triliun milik sindikat narkotika Pony Candra. Uang senilai Rp2,7 triliun itu telah dikirim ke sebelas negara dengan memalsukan commercial invoice atau faktur pembelian barang impor. Namun, lembaga yang dipimpin Komjen Budi Waseso itu berhasil menyita aset hasil narkotika milik Pony Candra senilai Rp83,5 miliar.
Kepala BNN Komjen Budi Waseso mengatakan, kasus transaksi mencurigakan yang diduga merupakan hasil narkotika ini ditangani sejak April lalu. Saat itu diketahui terdapat transaksi mencurigakan senilai Rp3,6 triliun. ”Kami telusuri selama hampir tujuh bulan,” tegasnya.
Transaksi mencurigakan itu diketahui ternyata dilakukan anak buah Pony Candra berinisial R dan JT. R menggunakan 15 belas nama perusahaan sebagai kedok melakukan transaksi keuangan hasil narkotika. Uang tersebut dikirim ke sebelas negara, yakni Tiongkok, Taiwan, Hongkong, Singapura, Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, Korea Selatan, Inggris, Filipina dan Thailand.
”Uang tersebut dikirim dengan modus seakan-akan melakukan impor,” terangnya.
Untuk mengirimkan uang itu dipalsukanlah faktur pembelian barang impor. Faktur tersebut berfungsi sebagai persyaratan uang dikirim ke luar negeri. ”Ternyata, walau dengan faktur pembelian palsu, lembaga terkait tidak menyadarinya,” paparnya ditemui di gedung BNN kemarin.
Hanya dalam kurun waktu setahun dari 2014 hingga 2015, Ria telah membuat 1.831 lembar faktur pembelian barang impor. Setelah dihitung dari faktur tersebut, semua total uang yang terkirim ke luar negeri mencapai Rp2,7 triliun. ”Kami sudah bekerjasama dengan sebelas negara tersebut agar bisa mendeteksi uang hasil narkotika tersebut,” jelasnya.
Rekening siapakah yang dialiri uang Rp2,7 triliun hasil narkotika itu? Buwas-panggilan akrab Budi Waseso- menjelaskan bahwa sesuai dengan keterangan dari tersangka, semua rekening itu milik bandar internasional.
”Artinya, sindikat Pony Candra ini membayar narkotika yang dibelinya,” terangnya.
Selain R dan JT, ternyata ada anggota sindikat Pony Candra yang lain. Yakni, RUS dan ET. Keduanya mengelola sebuah perusahaan money changer yang dijadikan kedok untuk mencuci uang hasil narkotika. ”Uang hasil narkotika itu dimasukkan ke bank sebagai hasil penukaran uang,” terangnya.
Menurutnya, pengejaran keempat pelaku yang dilakukan dalam tujuh bulan itu cukup menyulitkan. Pasalnya, ada satu kondisi dimana media terlanjut mempublikasikan temuan dari Pusat Pelaporan Analisa dan Transaksi Keuangan (PPATK).
”Para pelaku ini akhirnya mengetahuinya dan menghentikan penggunaan alat komunikasi modern,” jelasnya.