JAKARTA-Desentralisasi fiskal yang diharapkan bisa meningkatkan kapasitas anggaran pemerintah daerah (pemda), rupanya belum efektif. Penyerapan belanja yang rendah, makin diperparah dengan masih banyaknya pemda yang menimbun dana di bank.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Marwanto Harjowiryono mengatakan, banyaknya dana menganggur (idle) milik pemda yang disimpan di bank menjadi perhatian serius pemerintah. Sebab, harusnya dana tersebut dibelanjakan untuk menggerakkan perekonomian daerah. ‘Memang belum ada sanksinya, tapi sekarang kita siapkan,’ ujarnya akhir pekan lalu.
Banyaknya dana pemda yang disimpan di berbagai instrumen keuangan, seperti deposito bank maupun Sertifikat Bank Indonesia (SBI), terus menjadi isu panas yang tak kunjung bisa dipecahkan. Berbagai himbauan dari pemerintah pusat pun kurang efektif.
Buktinya, jumlah dana yang diparkir justru merangkak naik, seiring dengan bertambahnya alokasi dana yang ditransfer pemerintah pusat ke daerah. Data menunjukkan, pada tahun 2002 nilai dana daerah dalam simpanan berjangka sebesar Rp22,18 triliun. Hingga akhir 2011, jumlahnya naik berlipat-lipat hingga mendekati Rp100 triliun.
Karena itu, menurut Marwanto, pemberian sanksi dinilai bisa menjadi solusi untuk mendorong pemda agar lebih produktif dalam memanfaatkan anggarannya. ‘Nanti (sanksi) kita masukkan di revisi UU Nomor 33/2004 (tentang tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah),’ katanya. Saat ini, revisi tersebut tengah dimatangkan di internal pemerintah.
Lalu, apa sanksi yang akan diberikan bagi pemda yang menumpuk dananya di bank? Marwanto mengatakan, saat ini beberapa opsi sanksi masih dibahas. “Misalnya, dalam bentuk penundaan transfer DAU (Dana Alokasi Umum),” sebutnya.
Marwanto mengatakan, kebijakan lain dalam transfer dana ke daerah adalah opsi transfer dalam bentuk obligasi atau surat berharga negara (SBN). Hal itu dilakukan untuk memperluas basis penyerap SBN. “Tapi, yang terbaik adalah penyerapan dana transfer untuk proyek-proyek yang bisa mendorong perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di daerah,” ucapnya.
Ekonom Aviliani mengatakan, kapasitas pengelolaan keuangan daerah memang harus terus ditingkatkan. Selain masih banyaknya dana yang diparkir di perbankan, dana yang dibelanjakan pun sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai. (owi/jpnn)