26.6 C
Medan
Wednesday, May 1, 2024

Kekurangan Makanan, Monyet Ekor Panjang Turun ke Jalan

Foto: Muhammad Iqbal Harahap/Sumut Pos
Pengunjung Taman Kera Sibaganding memberi kacang kepada monyet yang ada di sana, Jumat (29/11) lalu.

SUMUTPOS.CO – Bila Pulau Bali terkenal dengan Sanggeh, dimana di dalamnya terdapat ribuan monyet sebagai atraksi wisata, maka Parapat memiliki Sibaganding. Di lokasi wisata ini, pengunjung dapat ‘bercengkrama’ dengan ratusan ekor dari tiga jenis primata.

==============================================================================

Muhammad Iqbal Harahap, PARAPAT

==============================================================================

Adalah Abdurahman Manik (25), pengelola sekaligus penjaga kawasan Wisata Taman Kera Sibaganding, Simalungun, satu lokasi di tepi Danau Toba yang kini nasibnya tidak lagi jaya seperti era 90’an. Ratusan ekor primata dari tiga jenis, berada di dalam hutan yang mereka kelola secara kekeluargaan sejak 1984 silam, termasuk yang kini sering ditemui sepanjang jalan menuju kota Parapat.

Memasuki gerbang taman, Abdurrahman memperkenalkan diri sebagai pemandu wisata alam kepada pengunjung untuk menunjukkan kekayaan satwa yang berada tepat di tepi Jalan Lintas Sumatera, hingga beberapa kilometer ke dalam kawasan hutan. Bahkan, seakan tak ingin khawatir para tamu kecewa dengan tarif masuk, ayah dua anak ini meyakinkan wisatawan untuk masuk lebih dulu tanpa mematok harga.

Memandu pengunjung menuju lokasi berkumpulnya primata seperti Kera, Beruk dan Siamang, Abdurrahman pun mengeluarkan suara jeritan memanggil kelompok-kelompok primata yang masih bersembunyi di balik-balik pohon besar yang berdiri disepanjang jalan menuju hutan wisata, disusul ‘suitan’ lantang, menandakan datangnya tamu yang ingin melihat satwa liar yang baginya adalah hewan jinak dan bisa bersahabat.

Berjarak sekitar 500 meter dari pintu gerbang masuk, wisatawan pun berhenti di satu titik lokasi dengan luas lebih kurang 100 meter persegi, yang biasa digunakan untuk tempat berkumpulnya primata. Seperti telah mengenal betul suara yang dikeluarkan Abdurahman, hewan primata itu pun satu-satu bermunculan. Ada yang datang dari pepohonan, dan ada juga yang lewat jalanan semen yang kondisinya mulai terselimuti lumut.

Diantara mereka tampak seekor yang bertubuh besar. Bawaannya tenang dan mata tajam lebar, memandang daerah sekitarnya. Sedangkan kawanan lainnya tampak lebih agresif mendekati para pengunjung. “Itu bosnya, namanya Sadam Husen. Dia memang agak galak dan kurang bersahabat seperti lainnya,” ujar Abdurrahman.

Seiring dengan berdatangannya Beruk atau yang dalam bahasa daerah setempat disebut Bodat, tampak seekor primata berbulu hitam bergelantungan turun ke arah pengunjung dari atas pohon.

Foto: Muhammad Iqbal Harahap/Sumut Pos
Pengunjung Taman Kera Sibaganding memberi kacang kepada monyet yang ada di sana, Jumat (29/11) lalu.

SUMUTPOS.CO – Bila Pulau Bali terkenal dengan Sanggeh, dimana di dalamnya terdapat ribuan monyet sebagai atraksi wisata, maka Parapat memiliki Sibaganding. Di lokasi wisata ini, pengunjung dapat ‘bercengkrama’ dengan ratusan ekor dari tiga jenis primata.

==============================================================================

Muhammad Iqbal Harahap, PARAPAT

==============================================================================

Adalah Abdurahman Manik (25), pengelola sekaligus penjaga kawasan Wisata Taman Kera Sibaganding, Simalungun, satu lokasi di tepi Danau Toba yang kini nasibnya tidak lagi jaya seperti era 90’an. Ratusan ekor primata dari tiga jenis, berada di dalam hutan yang mereka kelola secara kekeluargaan sejak 1984 silam, termasuk yang kini sering ditemui sepanjang jalan menuju kota Parapat.

Memasuki gerbang taman, Abdurrahman memperkenalkan diri sebagai pemandu wisata alam kepada pengunjung untuk menunjukkan kekayaan satwa yang berada tepat di tepi Jalan Lintas Sumatera, hingga beberapa kilometer ke dalam kawasan hutan. Bahkan, seakan tak ingin khawatir para tamu kecewa dengan tarif masuk, ayah dua anak ini meyakinkan wisatawan untuk masuk lebih dulu tanpa mematok harga.

Memandu pengunjung menuju lokasi berkumpulnya primata seperti Kera, Beruk dan Siamang, Abdurrahman pun mengeluarkan suara jeritan memanggil kelompok-kelompok primata yang masih bersembunyi di balik-balik pohon besar yang berdiri disepanjang jalan menuju hutan wisata, disusul ‘suitan’ lantang, menandakan datangnya tamu yang ingin melihat satwa liar yang baginya adalah hewan jinak dan bisa bersahabat.

Berjarak sekitar 500 meter dari pintu gerbang masuk, wisatawan pun berhenti di satu titik lokasi dengan luas lebih kurang 100 meter persegi, yang biasa digunakan untuk tempat berkumpulnya primata. Seperti telah mengenal betul suara yang dikeluarkan Abdurahman, hewan primata itu pun satu-satu bermunculan. Ada yang datang dari pepohonan, dan ada juga yang lewat jalanan semen yang kondisinya mulai terselimuti lumut.

Diantara mereka tampak seekor yang bertubuh besar. Bawaannya tenang dan mata tajam lebar, memandang daerah sekitarnya. Sedangkan kawanan lainnya tampak lebih agresif mendekati para pengunjung. “Itu bosnya, namanya Sadam Husen. Dia memang agak galak dan kurang bersahabat seperti lainnya,” ujar Abdurrahman.

Seiring dengan berdatangannya Beruk atau yang dalam bahasa daerah setempat disebut Bodat, tampak seekor primata berbulu hitam bergelantungan turun ke arah pengunjung dari atas pohon.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/