25.6 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Denda Proyek PU Sumut Capai Rp11,4 M

Sutrisno Pangaribuan, ST

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Sistem tender yang diberlakukan oleh pemerintah selama ini, dinilai masih belum maksimal dan substansial dijalankan oleh sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Khususnya yang berhubungan dengan proyek pembangunan di Sumatera Utara (Sumut). Hal ini terlihat dari besarnya pendapatan daerah dari pembayaran denda keterlambatan bidang PU.

Sekretaris Komisi D DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan mengatakan, sejatinya target penerimaan pendapatan daerah untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) akan dikatakan berhasil jika mencapai angka 100 persen atau lebih.

Namun beberapa jenis penerimaan yang melewati target, justru menunjukkan adanya perencanaan yang kurang baik.

Hal ini ditunjukkan dari laporan Realisasi Program Kerja Pemprov Sumut Tahun Anggaran (TA) 2017 yang dikeluarkan oleh Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD).

Dalam uraian penerimaan daerah pada pos lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah selama periode anggaran tahun lalu, Pendapatan Denda Keterlambatan Bidang PU (Pekerjaan Umum) diproyeksikan sebesar Rp1,5 Miliar.

Dari target penerimaan Rp1,5 Miliar tersebut, realisasi hingga 31 Desember 2017 lalu, menunjukkan angka Rp11,498 Miliar atau mencapai 766,54 persen. Dengan besaran ini, maka realisasinya berlebih Rp9,998 Miliar dari target.

“Perencanaan memang kurang baik, demikian juga dengan proses lelang yang belum menemukan pihak ketiga yang juga baik,” ujar Sutrisno kepada Sumut Pos, Rabu (24/1).

Menurutnya, meskipun tender proyek pemerintah telah menggunakan cara elektronik melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), namun pelaksanaannya dinilai masih sebatas evaluasi dokumen. Namun sistemnya tidak benar-benar dijalankan efektif oleh SKPd terkait, khususnya bidang PU sebagaimana laporan realisasi program kerja tersebut.

“Karena sistem tender kita kan masih sebatas evaluasi dokumen. Sementara mengerjakan proyek itu kan bukan pakai dokumen,” katanya.

Dengan realisasi pendapatan dari denda keterlambatan pelaksanaan proyek hingga mencapai Rp11,948 Miliar, jika biaya pembangunan satu kilometer jalan provinsi menghabiskan Rp1 Miliar, maka dengan denda tersebut, hampir 12 kilometer jalan yang tidak terbangun dalam satu tahun.

“Lelang terbuka sebagai upaya membangun sistem yang lebih baik, akan tetapi mentalitas penyelenggara menurut saya belum berubah,” sebut Sutrisno.

Sebab menurutnya, masih banyak pejabat yang terus saja berkutat pada mentalitas kolusi dan merasa lebih nyaman dengan pihak ketiga yang dikenal serta sudah ‘saling pengertian’.

Sebelumnya, BP2RD menyampaikan bahwa target pendapatan dari denda keterlambatan bidang PU didapat dari sejumlah SKPD seperti Dinas Bina Marga, Dinas Perumahan dan Permukiman, Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air, Cipta Karya dan Tata Ruang serta lainnya. Pada APBD 2018, juga diproyeksikan pendapatannya sebesar Rp1,5 Miliar.(bal/ala)

Sutrisno Pangaribuan, ST

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Sistem tender yang diberlakukan oleh pemerintah selama ini, dinilai masih belum maksimal dan substansial dijalankan oleh sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Khususnya yang berhubungan dengan proyek pembangunan di Sumatera Utara (Sumut). Hal ini terlihat dari besarnya pendapatan daerah dari pembayaran denda keterlambatan bidang PU.

Sekretaris Komisi D DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan mengatakan, sejatinya target penerimaan pendapatan daerah untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) akan dikatakan berhasil jika mencapai angka 100 persen atau lebih.

Namun beberapa jenis penerimaan yang melewati target, justru menunjukkan adanya perencanaan yang kurang baik.

Hal ini ditunjukkan dari laporan Realisasi Program Kerja Pemprov Sumut Tahun Anggaran (TA) 2017 yang dikeluarkan oleh Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD).

Dalam uraian penerimaan daerah pada pos lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah selama periode anggaran tahun lalu, Pendapatan Denda Keterlambatan Bidang PU (Pekerjaan Umum) diproyeksikan sebesar Rp1,5 Miliar.

Dari target penerimaan Rp1,5 Miliar tersebut, realisasi hingga 31 Desember 2017 lalu, menunjukkan angka Rp11,498 Miliar atau mencapai 766,54 persen. Dengan besaran ini, maka realisasinya berlebih Rp9,998 Miliar dari target.

“Perencanaan memang kurang baik, demikian juga dengan proses lelang yang belum menemukan pihak ketiga yang juga baik,” ujar Sutrisno kepada Sumut Pos, Rabu (24/1).

Menurutnya, meskipun tender proyek pemerintah telah menggunakan cara elektronik melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), namun pelaksanaannya dinilai masih sebatas evaluasi dokumen. Namun sistemnya tidak benar-benar dijalankan efektif oleh SKPd terkait, khususnya bidang PU sebagaimana laporan realisasi program kerja tersebut.

“Karena sistem tender kita kan masih sebatas evaluasi dokumen. Sementara mengerjakan proyek itu kan bukan pakai dokumen,” katanya.

Dengan realisasi pendapatan dari denda keterlambatan pelaksanaan proyek hingga mencapai Rp11,948 Miliar, jika biaya pembangunan satu kilometer jalan provinsi menghabiskan Rp1 Miliar, maka dengan denda tersebut, hampir 12 kilometer jalan yang tidak terbangun dalam satu tahun.

“Lelang terbuka sebagai upaya membangun sistem yang lebih baik, akan tetapi mentalitas penyelenggara menurut saya belum berubah,” sebut Sutrisno.

Sebab menurutnya, masih banyak pejabat yang terus saja berkutat pada mentalitas kolusi dan merasa lebih nyaman dengan pihak ketiga yang dikenal serta sudah ‘saling pengertian’.

Sebelumnya, BP2RD menyampaikan bahwa target pendapatan dari denda keterlambatan bidang PU didapat dari sejumlah SKPD seperti Dinas Bina Marga, Dinas Perumahan dan Permukiman, Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air, Cipta Karya dan Tata Ruang serta lainnya. Pada APBD 2018, juga diproyeksikan pendapatannya sebesar Rp1,5 Miliar.(bal/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/