31.8 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Ampunn… Tiap Tahun, Uang Ketok APBD Sumut Naik

DANIL SIREGAR/SUMUT POS PARIPURNA: Suasana rapat paripurna dewan yang dihadiri Wagubsu T Erri Nuradi di DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Kamis (2/7).  Agenda paripurna pandangan umum fraksi terhadap Ranperda tentang Laporan PertanggungJawaban Pelaksanaan (LPJP) APBD Provsu TA 2014.
DANIL SIREGAR/SUMUT POS
PARIPURNA: Suasana rapat paripurna dewan yang dihadiri Wagubsu T Erri Nuradi di DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Kamis (2/7/2015).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Istilah “uang ketok” di setiap pengesahan dan laporan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tampaknya sudah menjadi tradisi di DPRD Sumut. Bahkan, nominal uang ketok tesebut naik setiap tahun.

Hal itu diakui mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Sumut Nurdin Lubis saat bersaksi untuk mantan Wakil Ketua DPRD Sumut Kamaluddin Harahap di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Rabu (2/3). Nurdin mengaku mendengar permintaan langsung dari Kamaluddin terkait uang ketok sebesar Rp1,5 miliar untuk pengesahan laporan pertanggungjawaban APBD tahun 2012. Saat itu, SKPD Pemprov Sumut bersama para anggota DPRD Sumut tengah berkumpul di ruang Sekretaris Dewan (Sekwan) usai membahas APBD.

“Waktu itu ada permintaan dari dewan, bagaimana “uang ketoknya” yang Rp1.550.000.000. Kemudian saya bilang, ya nanti lapor ke Pak Gubernur (Gatot Pujo Nugroho) dulu,” kata Nurdin.

Menurut Nurdin, Gatot kemudian menyetujui permintaan “uang ketok” para anggota dewan tersebut karena hal itu sudah menjadi tradisi tahunan. Hal yang sama terulang sebelum pengesahan APBD Perubahan 2013. Namun nilai uang ketok yang diminta naik.

“(Tahun 2013) Naik Rp1 miliar, jadi Rp2,5 miliar Yang Mulia,” kata Nurdin Lubis.

Kemudian sebelum pengesahan APBD tahun 2014, permintaan “uang ketok” itu naik menjadi Rp1,3 triliun dalam bentuk program. Namun Gatot sebagai Gubernur Sumut saat itu menyatakan keberatan dan meminta “uang ketok” diturunkan. Setelah dilakukan negosiasi, akhirnya diputuskan permintaan “uang ketok” sebesar 5 persen dari Rp 1 triliun yakni Rp50 miliar.

“Kemudian untuk pengesahan APBD 2015, saya dapat info dari Pak Gubernur, awalnya DPRD minta Rp250 juta. Tapi diminta Pak Gubernur Rp150 juta, kemudian disepakati Rp200 juta,” kata Nurdin.

Dalam berkas dakwaan, Kamaluddin dituduh menerima uang sebesar Rp1,4 miliar dari Pemprov Sumut untuk memuluskan pengesahan APBD tahun anggaran (TA) 2012, persetujuan terhadap Perubahan APBD Provinsi Sumut TA 2013, persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2014 dan persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2015.

Uang suap Rp1,4 miliar menurut Jaksa KPK diterima Kamaluddin beberapa kali. Gatot menyerahkan uang tersebut melalui Bendahara Sekretariat DPRD Sumut Muhammad Alinafiah, Sekrataris DPRD Sumut Randiman Tarigan, atau Kabiro Keuangan Pemprov Sumut Ahmad Fuad Lubis. Besaran duit yang diberikan bertahap ini berkisar mulai dari Rp40 juta hingga Rp1,5 miliar.

DANIL SIREGAR/SUMUT POS PARIPURNA: Suasana rapat paripurna dewan yang dihadiri Wagubsu T Erri Nuradi di DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Kamis (2/7).  Agenda paripurna pandangan umum fraksi terhadap Ranperda tentang Laporan PertanggungJawaban Pelaksanaan (LPJP) APBD Provsu TA 2014.
DANIL SIREGAR/SUMUT POS
PARIPURNA: Suasana rapat paripurna dewan yang dihadiri Wagubsu T Erri Nuradi di DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Kamis (2/7/2015).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Istilah “uang ketok” di setiap pengesahan dan laporan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tampaknya sudah menjadi tradisi di DPRD Sumut. Bahkan, nominal uang ketok tesebut naik setiap tahun.

Hal itu diakui mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Sumut Nurdin Lubis saat bersaksi untuk mantan Wakil Ketua DPRD Sumut Kamaluddin Harahap di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Rabu (2/3). Nurdin mengaku mendengar permintaan langsung dari Kamaluddin terkait uang ketok sebesar Rp1,5 miliar untuk pengesahan laporan pertanggungjawaban APBD tahun 2012. Saat itu, SKPD Pemprov Sumut bersama para anggota DPRD Sumut tengah berkumpul di ruang Sekretaris Dewan (Sekwan) usai membahas APBD.

“Waktu itu ada permintaan dari dewan, bagaimana “uang ketoknya” yang Rp1.550.000.000. Kemudian saya bilang, ya nanti lapor ke Pak Gubernur (Gatot Pujo Nugroho) dulu,” kata Nurdin.

Menurut Nurdin, Gatot kemudian menyetujui permintaan “uang ketok” para anggota dewan tersebut karena hal itu sudah menjadi tradisi tahunan. Hal yang sama terulang sebelum pengesahan APBD Perubahan 2013. Namun nilai uang ketok yang diminta naik.

“(Tahun 2013) Naik Rp1 miliar, jadi Rp2,5 miliar Yang Mulia,” kata Nurdin Lubis.

Kemudian sebelum pengesahan APBD tahun 2014, permintaan “uang ketok” itu naik menjadi Rp1,3 triliun dalam bentuk program. Namun Gatot sebagai Gubernur Sumut saat itu menyatakan keberatan dan meminta “uang ketok” diturunkan. Setelah dilakukan negosiasi, akhirnya diputuskan permintaan “uang ketok” sebesar 5 persen dari Rp 1 triliun yakni Rp50 miliar.

“Kemudian untuk pengesahan APBD 2015, saya dapat info dari Pak Gubernur, awalnya DPRD minta Rp250 juta. Tapi diminta Pak Gubernur Rp150 juta, kemudian disepakati Rp200 juta,” kata Nurdin.

Dalam berkas dakwaan, Kamaluddin dituduh menerima uang sebesar Rp1,4 miliar dari Pemprov Sumut untuk memuluskan pengesahan APBD tahun anggaran (TA) 2012, persetujuan terhadap Perubahan APBD Provinsi Sumut TA 2013, persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2014 dan persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2015.

Uang suap Rp1,4 miliar menurut Jaksa KPK diterima Kamaluddin beberapa kali. Gatot menyerahkan uang tersebut melalui Bendahara Sekretariat DPRD Sumut Muhammad Alinafiah, Sekrataris DPRD Sumut Randiman Tarigan, atau Kabiro Keuangan Pemprov Sumut Ahmad Fuad Lubis. Besaran duit yang diberikan bertahap ini berkisar mulai dari Rp40 juta hingga Rp1,5 miliar.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/