30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Dinkes Sumut Tak Serius

Diketahui, Tim Peneliti FK UISU dua kali berhasil mengeluarkan cacing pita terpanjang yang pernah ditemukan. Pertama pada 21 September 2017, di Desa Nagori Dolok, Silau Kahaean, Simalungun dengan panjang 2,8 meter. Kemudian pada Kamis (2/11) lalu, saat tim peneliti FK UISU kembali ke Desa Nagori Dolok, Silau Kahaean, Simalungun, untuk mengobati warga di sana. Tim kembali mengeluarkan dan menemukan cacing vita sepanjang 10,5 meter. Hasil penemuan itu, disampaikan Ketua Tim Peneliti, dr Umar Zein kepada Dinas Kesehatan Simalungun, hingga dilakukan MoU antar keduanya. Selain itu, dr Umar Zein juga melaporkan hasil penelitian mereka ke Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.

Sebelumnya dijelaskan dr Umar Zein, awalnya seorang warga Desa Nagori Dolok, Silau Kahaean, Simalungun datang kepadanya untuk berobat karena keluhan sakit di perut. Setelah diperiksa, disebutnya ditegakkan diagnosis bahwa orang itu menederita Taeniasis. Mengingat 3 tahun lalu juga ada kasus serupa dari daerah yang sama, dikatakan Umar Zein dirinya membentuk tim untuk melakukan penelitian. Kemudian dikatakan Umar Zein, pihaknya mengambil sampel 29 orang suspect Taeniasis lalu memberi 29 orang itu obat Paraziquantel 1 tablet ukuran 600 Mg setiap orang. Selanjutnya, setiap orang diberikan obat pencahar.

“Kemudian semua orang itu BAB. Hasilnya, ada keluar proglotid yang keluar bersama tinja setelah pemberian obat Praziquantel. Setelah itu Strobila atau skolek yang keluar, menandakan cacingnya sudah mati. Namun, ada kita temukan 1 cacing sepanjang 2,8 Meter,“ ujar Umar Zein.

Lebih lanjut, dikatakan Umar Zein, laporan yang diterima pihaknya, faktor resiko yang menyebabkan hal itu karena kebiasaan mengkonsumsi Hinasumba dan Naihollat yang dimasak tidak sempurna. Umar Zein menjelaskan, Taeniasis dapat disebabkan dari daging babi, bila dimasak tidak sempurna.

Dikatakannya, babi atau sapi memakan rumput yang mengandung telur. Kemudian telur akan berkembang menjadi kista di dalam daging babi atau sapi. Setelah itu, daging babi atau sapi itu dimasak tidak sempurna lalu dikonsumsi dan kemudian berkembang hingga dewasa di dalam usus orang yang mengkonsumsi.

“Taeniasis adalah penyakit yang terabaikan karena hampir belum pernah ditemukan kasusnya. Selain itu, penyakit ini selalu dianggap sepele karena memang penderitanya tidak meneyebabkan kematian. Kalau kita tahu diagnosis, mengobatinya juga tidak mudah karena obatnya sulit didapat, “ tambah Umar Zein.

Sebelum mengakhiri, ditegaskan Umar Zein pihaknya menganggap penemuan tersebut penting untuk ditindaklanjuti dengan melakukan penelitian. Disebut Umar Zein, secara teori, penelitian untuk menemukan daerah endemig taeniasis di Sumatera Utara dengan melakukan survey epidemologi dan identifikasi.

“Dengan begitu, diharapkan bisa membuat program penanggulangan infeksi taeniasis di Sumatera Utara yang mungkin terpadu dengan program kecacingan pada umumnya. Secara konsep, untuk melihat faktor resiko penularan di Desa Nagari Dolok, Silau Kahaean, Simalungun, karena dimungkinkan ada kebiasaan masyarakat yang belum diketahui, ” tandasnya. (ain/adz)

Diketahui, Tim Peneliti FK UISU dua kali berhasil mengeluarkan cacing pita terpanjang yang pernah ditemukan. Pertama pada 21 September 2017, di Desa Nagori Dolok, Silau Kahaean, Simalungun dengan panjang 2,8 meter. Kemudian pada Kamis (2/11) lalu, saat tim peneliti FK UISU kembali ke Desa Nagori Dolok, Silau Kahaean, Simalungun, untuk mengobati warga di sana. Tim kembali mengeluarkan dan menemukan cacing vita sepanjang 10,5 meter. Hasil penemuan itu, disampaikan Ketua Tim Peneliti, dr Umar Zein kepada Dinas Kesehatan Simalungun, hingga dilakukan MoU antar keduanya. Selain itu, dr Umar Zein juga melaporkan hasil penelitian mereka ke Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.

Sebelumnya dijelaskan dr Umar Zein, awalnya seorang warga Desa Nagori Dolok, Silau Kahaean, Simalungun datang kepadanya untuk berobat karena keluhan sakit di perut. Setelah diperiksa, disebutnya ditegakkan diagnosis bahwa orang itu menederita Taeniasis. Mengingat 3 tahun lalu juga ada kasus serupa dari daerah yang sama, dikatakan Umar Zein dirinya membentuk tim untuk melakukan penelitian. Kemudian dikatakan Umar Zein, pihaknya mengambil sampel 29 orang suspect Taeniasis lalu memberi 29 orang itu obat Paraziquantel 1 tablet ukuran 600 Mg setiap orang. Selanjutnya, setiap orang diberikan obat pencahar.

“Kemudian semua orang itu BAB. Hasilnya, ada keluar proglotid yang keluar bersama tinja setelah pemberian obat Praziquantel. Setelah itu Strobila atau skolek yang keluar, menandakan cacingnya sudah mati. Namun, ada kita temukan 1 cacing sepanjang 2,8 Meter,“ ujar Umar Zein.

Lebih lanjut, dikatakan Umar Zein, laporan yang diterima pihaknya, faktor resiko yang menyebabkan hal itu karena kebiasaan mengkonsumsi Hinasumba dan Naihollat yang dimasak tidak sempurna. Umar Zein menjelaskan, Taeniasis dapat disebabkan dari daging babi, bila dimasak tidak sempurna.

Dikatakannya, babi atau sapi memakan rumput yang mengandung telur. Kemudian telur akan berkembang menjadi kista di dalam daging babi atau sapi. Setelah itu, daging babi atau sapi itu dimasak tidak sempurna lalu dikonsumsi dan kemudian berkembang hingga dewasa di dalam usus orang yang mengkonsumsi.

“Taeniasis adalah penyakit yang terabaikan karena hampir belum pernah ditemukan kasusnya. Selain itu, penyakit ini selalu dianggap sepele karena memang penderitanya tidak meneyebabkan kematian. Kalau kita tahu diagnosis, mengobatinya juga tidak mudah karena obatnya sulit didapat, “ tambah Umar Zein.

Sebelum mengakhiri, ditegaskan Umar Zein pihaknya menganggap penemuan tersebut penting untuk ditindaklanjuti dengan melakukan penelitian. Disebut Umar Zein, secara teori, penelitian untuk menemukan daerah endemig taeniasis di Sumatera Utara dengan melakukan survey epidemologi dan identifikasi.

“Dengan begitu, diharapkan bisa membuat program penanggulangan infeksi taeniasis di Sumatera Utara yang mungkin terpadu dengan program kecacingan pada umumnya. Secara konsep, untuk melihat faktor resiko penularan di Desa Nagari Dolok, Silau Kahaean, Simalungun, karena dimungkinkan ada kebiasaan masyarakat yang belum diketahui, ” tandasnya. (ain/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/