25.6 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Warga Sarirejo Desak DPRD Bentuk Pansus

Awal mula, lanjut politisi Partai Demokrat ini, persoalan Sarirejo langsung ditangani DPRD Medan semasa Rahudman Harahap-Dzulmi Eldin memimpin Kota Medan. Di mana dalam perjalanannya, kata Burhan, Rahudman-Eldin menyatakan sikap siap mengawal masalah ini hingga ke pusat.

“Sebenarnya sudah ada titik penyelesaian pada saat itu. Wali kota sudah sampaikan kepada kami (DPRD), untuk bersama-sama menjaga warga Sarirejo,” ujarnya seraya menyesalkan konflik ini terulang kembali, dan tidak diikutsertakannya DPRD untuk memfasilitasi persoalan tersebut.

Pengamat politik asal Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar, berpendapat, DPRD Medan dan DPRD Sumut perlu membuat pansus soal Sarirejo ini. Hal ini sebagai langkah memperkuat presiden sebagai panglima tertinggi, turun langsung menuntaskan konflik lahan antara warga dan TNI AU.

“Kasus seperti ini ada ribuan di Indonesia. Kalau Sarirejo ini tuntas, saya pikir bisa menjadi jalan untuk kasus serupa bisa selesai. Apalagi di tengah kelemahan penegakan hukum kita, melalui sikap politik (pansus) baik DPRD Sumut dan Medan, presiden bisa mendengar ini. Sebab kalau tingkat wali kota dan gubernur tidak bisa menyelesaikan masalah ini,” katanya.

Menurut dia, secara politik atau pansus akan bisa lebih mudah komunikasi dengan Presiden Jokowi. “Kalau secara politik ini gencar dilakukan, saya yakin Jokowi akan mau turun langsung. Karena presiden yang tahu berapa kebutuhan tanah untuk tentara. Kepada DPR RI yang ikut memediasi, terlebih dahulu harus kumpulkan data sejarah di Sarirejo sebelum menyimpulkan benang merah atas persoalan ini. Sebab puluhan tahun mereka tidak dapat haknya dan mediasi sudah berulangkali dilakukan. Padahal secara jelas alas hak atas kepemilikan lahan, sudah dikeluarkan Mahkamah Aagung kepada seluruh penggarap di lokasi tersebut,” pungkasnya.

Pandangan berbeda disampaikan pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Agus Suriadi. “Penyelesaian kan bisa dengan banyak cara. Saya khawatir bila terlalu banyak elit politik yang memediasi, justru persoalan ini takkan selesai,” kata Agus.

Intinya, lanjut Agus, sikap proaktif DPRD Medan justru harus lebih dikedepankan daripada sekadar pembentukan pansus. “Sebenarnya kalau DPRD kita itu respon, bila ada peristiwa menyangkut masyarakat, ya tidak perlu dibuat pansus. Menurut saya kalau kemudian pansus ada, malah menimbulkan dampak sampingan khususnya dengan TNI AU. Pansus tak perlu dibentuk, cukup dewan proaktif atau jadi mediator yang bisa menguntungkan masyarakat, dan tidak merugikan TNI AU,” tuturnya.

Selain itu Agus mengatakan, tidak semua anggota dewan memiliki hubungan relasional yang baik ke semua lembaga, termasuk lembaga militer. “Bukan kita meragukan kemampuan dewan. Tapi ya di sini masalahnya. Kalau pansus dibentuk seolah-olah untuk mencari akar persoalan, akan berbeda lagi arah dan kepentingannya. Karena bisa saja awalnya ini positif, tapi didalam perjalanannya justru berbeda penafsiran. Baiknya TNI AU dan warga Polonia duduk bersama dan bisa berfikir jauh lebih jernih. Dan dewan cukup proaktif atau menjadi mediator saja,” pungkasnya. (prn/adz)

Awal mula, lanjut politisi Partai Demokrat ini, persoalan Sarirejo langsung ditangani DPRD Medan semasa Rahudman Harahap-Dzulmi Eldin memimpin Kota Medan. Di mana dalam perjalanannya, kata Burhan, Rahudman-Eldin menyatakan sikap siap mengawal masalah ini hingga ke pusat.

“Sebenarnya sudah ada titik penyelesaian pada saat itu. Wali kota sudah sampaikan kepada kami (DPRD), untuk bersama-sama menjaga warga Sarirejo,” ujarnya seraya menyesalkan konflik ini terulang kembali, dan tidak diikutsertakannya DPRD untuk memfasilitasi persoalan tersebut.

Pengamat politik asal Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar, berpendapat, DPRD Medan dan DPRD Sumut perlu membuat pansus soal Sarirejo ini. Hal ini sebagai langkah memperkuat presiden sebagai panglima tertinggi, turun langsung menuntaskan konflik lahan antara warga dan TNI AU.

“Kasus seperti ini ada ribuan di Indonesia. Kalau Sarirejo ini tuntas, saya pikir bisa menjadi jalan untuk kasus serupa bisa selesai. Apalagi di tengah kelemahan penegakan hukum kita, melalui sikap politik (pansus) baik DPRD Sumut dan Medan, presiden bisa mendengar ini. Sebab kalau tingkat wali kota dan gubernur tidak bisa menyelesaikan masalah ini,” katanya.

Menurut dia, secara politik atau pansus akan bisa lebih mudah komunikasi dengan Presiden Jokowi. “Kalau secara politik ini gencar dilakukan, saya yakin Jokowi akan mau turun langsung. Karena presiden yang tahu berapa kebutuhan tanah untuk tentara. Kepada DPR RI yang ikut memediasi, terlebih dahulu harus kumpulkan data sejarah di Sarirejo sebelum menyimpulkan benang merah atas persoalan ini. Sebab puluhan tahun mereka tidak dapat haknya dan mediasi sudah berulangkali dilakukan. Padahal secara jelas alas hak atas kepemilikan lahan, sudah dikeluarkan Mahkamah Aagung kepada seluruh penggarap di lokasi tersebut,” pungkasnya.

Pandangan berbeda disampaikan pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Agus Suriadi. “Penyelesaian kan bisa dengan banyak cara. Saya khawatir bila terlalu banyak elit politik yang memediasi, justru persoalan ini takkan selesai,” kata Agus.

Intinya, lanjut Agus, sikap proaktif DPRD Medan justru harus lebih dikedepankan daripada sekadar pembentukan pansus. “Sebenarnya kalau DPRD kita itu respon, bila ada peristiwa menyangkut masyarakat, ya tidak perlu dibuat pansus. Menurut saya kalau kemudian pansus ada, malah menimbulkan dampak sampingan khususnya dengan TNI AU. Pansus tak perlu dibentuk, cukup dewan proaktif atau jadi mediator yang bisa menguntungkan masyarakat, dan tidak merugikan TNI AU,” tuturnya.

Selain itu Agus mengatakan, tidak semua anggota dewan memiliki hubungan relasional yang baik ke semua lembaga, termasuk lembaga militer. “Bukan kita meragukan kemampuan dewan. Tapi ya di sini masalahnya. Kalau pansus dibentuk seolah-olah untuk mencari akar persoalan, akan berbeda lagi arah dan kepentingannya. Karena bisa saja awalnya ini positif, tapi didalam perjalanannya justru berbeda penafsiran. Baiknya TNI AU dan warga Polonia duduk bersama dan bisa berfikir jauh lebih jernih. Dan dewan cukup proaktif atau menjadi mediator saja,” pungkasnya. (prn/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/