25.6 C
Medan
Friday, May 10, 2024

Merenungi Dosa dalam Hening, sekaligus Memulai Hidup Baru

Seluruh umat Hindu di seluruh Indonesia mengheningkan diri sepanjang Selasa (28/3). Suasana hening pun begitu sangat terasa di Kampung Bali, Desa Paya Tusam, Kecamatan Sei Wampu, Kabupaten Langkat, pada Hari Raya Nyepi, Selasa (28/3/2017).

Foto: Bambang/Sumut Pos
Suasana Nyepi di Kampung Bali, Langkat, Sumut.KAMPUNG Bali ini letaknya sekitar 30 km dari Kota Binjai. Saat mengunjungi perkampungan yang berdiri sejak 1970 ini, wartawan Sumut Pos merasa seperti sedang berada di Pulau Bali. Di pintu masuk kampung ini, ada dua gapura dengan ukirannya khas Bali. Bunga-bunga bekas sembahyang umat Hindu Bali pun terlihat di depan gapura.

Berjarak sekitar 100 meter dari gapura, Sumut Pos baru menemukan rumah penduduk. Namun, tidak terlihat aktivitas warga. Yang terdengar hanya suara hewan peliharan seperti ayam dan suara burung liar.

Karena suasana sangat sepi, sejenak Sumut Pos berjalan mengitari perkampungan itu untuk mencari seseorang agar dapat memandu. Nasib baik, setelah beberapa menit berjalan, tanpa sengaja bertemu dengan seorang pemuda bernama Ketut Budiman. Dia baru saja keluar dari rumahnya.

Saat disapa, pemuda itu menyambut dengan ramah, seakan sudah berkenalan lama. Bahkan, pemuda itu bersedia untuk menemani Sumut Pos berkeliling kampung yang dihuni sekira 40-an kepala keluarga (KK), dengan jumlah penduduk ditaksir mencapai 160 jiwa. Sambil berjalan kaki, perbincangan pun mengalir.

Ketut sempat menjelaskan terkait rutinitas warga di Kampung Bali saat Hari Raya Nyepi. Menurutnya, mereka sudah melakukan ritual atau sembayang untuk menyambut Nyepi. Ketika melakukan sembayang, mereka keluar rumah dan berkumpul di pura.

“Sembayang menggunakan sesajen itu dilakukan untuk meminta kepada Tuhan agar umat Hindu dijauhkan dari bencana. Ritual ini, tetap berlangsung esok harinya, itu dilakukan secara pribadi di depan rumah,” ujar Ketut.

Selain itu, setelah sembayang, umat Hindu Bali tetap melanjutkan ibadah dengan berpuasa. “Puasa yang dilakukan sebagai wujud syukur umat kepada Tuhan. Puasa tersebut dilakukan sejak pukul 18.00 WIB hingga esok harinya pukul 18.00 WIB. Adapula yang berpuasa sejak pukul 24.00 hingga esok harinya Pukul 24.00 WIB, yang jelas berpuasa selama 24 jam penuh,” jelas Ketut.

Maka dari itu, kata Ketut, setelah Nyepi tiba, suasana juga ikut sepi. Karena, umat Hindu juga menghentikan segala aktivitas dengan berdiam diri di dalam rumah untuk merenungi segala hidup sembari berdoa agar diberikan rezeki dan kesehatan. “Berpuasa itu diwajibkan bagi semua umat Hindu, tak terkecuali bagi anak-anak di bawah usia 7 tahun,” ucapnya.

Setelah panjang lebar berbincang, kami tiba di pura kecil dan pura besar. Di sana juga tampak sesajen yang ditaruh di Padmasana atau tempat duduk Tuhan. Setelah melihat beberapa bekas ritual umat Hindu Bali itu, Ketut membawa Sumut Pos kembali keliling di wilayah Kampung Bali. Selama perjalanan, tampak di depan rumah warga bunga-bunga dan bercampur buah kelapa kuning.

Akhirnya, kami tiba di rumah Kepala Dusun, Nyoman Sumandro. Di sini, Sumut Pos kembali disambut hangat. Bahkan kepala Dusun sempat dijelaskan, terkait asal muasal Kampung Bali di Kabupaten Langkat.

Seluruh umat Hindu di seluruh Indonesia mengheningkan diri sepanjang Selasa (28/3). Suasana hening pun begitu sangat terasa di Kampung Bali, Desa Paya Tusam, Kecamatan Sei Wampu, Kabupaten Langkat, pada Hari Raya Nyepi, Selasa (28/3/2017).

Foto: Bambang/Sumut Pos
Suasana Nyepi di Kampung Bali, Langkat, Sumut.KAMPUNG Bali ini letaknya sekitar 30 km dari Kota Binjai. Saat mengunjungi perkampungan yang berdiri sejak 1970 ini, wartawan Sumut Pos merasa seperti sedang berada di Pulau Bali. Di pintu masuk kampung ini, ada dua gapura dengan ukirannya khas Bali. Bunga-bunga bekas sembahyang umat Hindu Bali pun terlihat di depan gapura.

Berjarak sekitar 100 meter dari gapura, Sumut Pos baru menemukan rumah penduduk. Namun, tidak terlihat aktivitas warga. Yang terdengar hanya suara hewan peliharan seperti ayam dan suara burung liar.

Karena suasana sangat sepi, sejenak Sumut Pos berjalan mengitari perkampungan itu untuk mencari seseorang agar dapat memandu. Nasib baik, setelah beberapa menit berjalan, tanpa sengaja bertemu dengan seorang pemuda bernama Ketut Budiman. Dia baru saja keluar dari rumahnya.

Saat disapa, pemuda itu menyambut dengan ramah, seakan sudah berkenalan lama. Bahkan, pemuda itu bersedia untuk menemani Sumut Pos berkeliling kampung yang dihuni sekira 40-an kepala keluarga (KK), dengan jumlah penduduk ditaksir mencapai 160 jiwa. Sambil berjalan kaki, perbincangan pun mengalir.

Ketut sempat menjelaskan terkait rutinitas warga di Kampung Bali saat Hari Raya Nyepi. Menurutnya, mereka sudah melakukan ritual atau sembayang untuk menyambut Nyepi. Ketika melakukan sembayang, mereka keluar rumah dan berkumpul di pura.

“Sembayang menggunakan sesajen itu dilakukan untuk meminta kepada Tuhan agar umat Hindu dijauhkan dari bencana. Ritual ini, tetap berlangsung esok harinya, itu dilakukan secara pribadi di depan rumah,” ujar Ketut.

Selain itu, setelah sembayang, umat Hindu Bali tetap melanjutkan ibadah dengan berpuasa. “Puasa yang dilakukan sebagai wujud syukur umat kepada Tuhan. Puasa tersebut dilakukan sejak pukul 18.00 WIB hingga esok harinya pukul 18.00 WIB. Adapula yang berpuasa sejak pukul 24.00 hingga esok harinya Pukul 24.00 WIB, yang jelas berpuasa selama 24 jam penuh,” jelas Ketut.

Maka dari itu, kata Ketut, setelah Nyepi tiba, suasana juga ikut sepi. Karena, umat Hindu juga menghentikan segala aktivitas dengan berdiam diri di dalam rumah untuk merenungi segala hidup sembari berdoa agar diberikan rezeki dan kesehatan. “Berpuasa itu diwajibkan bagi semua umat Hindu, tak terkecuali bagi anak-anak di bawah usia 7 tahun,” ucapnya.

Setelah panjang lebar berbincang, kami tiba di pura kecil dan pura besar. Di sana juga tampak sesajen yang ditaruh di Padmasana atau tempat duduk Tuhan. Setelah melihat beberapa bekas ritual umat Hindu Bali itu, Ketut membawa Sumut Pos kembali keliling di wilayah Kampung Bali. Selama perjalanan, tampak di depan rumah warga bunga-bunga dan bercampur buah kelapa kuning.

Akhirnya, kami tiba di rumah Kepala Dusun, Nyoman Sumandro. Di sini, Sumut Pos kembali disambut hangat. Bahkan kepala Dusun sempat dijelaskan, terkait asal muasal Kampung Bali di Kabupaten Langkat.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/