28.9 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Baru Ini Saulina Tahu Persidangan

“Seperti hari ini, kebetulan ada pekan di Porsea. Jadi ada kapal yang berangkat. Kalau tidak, terpaksa jalan kaki,” tutur B Butarbutar, penduduk Panamean, saat ditemui di kampung itu, Rabu (31/1).

Memang, sejak berangkat dari kantor desa menuju kampung itu, mata akan dimanjakan dengan pemandangan indah dan lambaian angin sejuk. Deburan ombak kecil juga membuat suasana sangat istimewa.

Menuju kampung itu, damai terasa selalu mengiringi, tak pekik oleh suara knalpot dan teriakan-teriakan warga layaknya di kota. Yang terdengar hanya deru angin, kicau burung dan suara debur ombak yang menghantam dinding bukit-bukit hijau.

Tiba di sana, terlihatlah perkampungan Panamean ini dikelilingi perbukitan yang tinggi dan Danau Toba. Bentuk perkampungannya memanjang tidak lebih dari 1 km di bibir pantai. Mata pencarian warga umumnya sebagai nelayan tradisional. Kemudian, berkebun tanaman keras seperti mangga, alpukat, aren, durian. Selain itu, khusus kaum ibu, bertenun ulos dan hasilnya di jual ke pasar.

Saulina sendiri kesehariannya bekerja sebagai partonun ulos. Pengahasilannya dari martonun hanya sedikit. Beruntung, di usianya yang renta, ia selalu mendapat perhatian dari anak-anaknya sehingga tidak terkendala untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Dengan kondisi pemukiman yang terpencil itu, sangat jarang mereka mengenal sidang. Ada hakim, jaksa, dan berbagai bentuk penegak hukum, yang tak pernah dikenalnya selama ini. Dan, segala proses hukum dalam kasus yang menjeratnya adalah hal baru sepanjang 92 tahun ia menjalani kehidupannya.

“Saya sudah tua, ini baru tau persidangan. Jangan lagilah,” ungkap Saulina. (bersambung/ara)

 

“Seperti hari ini, kebetulan ada pekan di Porsea. Jadi ada kapal yang berangkat. Kalau tidak, terpaksa jalan kaki,” tutur B Butarbutar, penduduk Panamean, saat ditemui di kampung itu, Rabu (31/1).

Memang, sejak berangkat dari kantor desa menuju kampung itu, mata akan dimanjakan dengan pemandangan indah dan lambaian angin sejuk. Deburan ombak kecil juga membuat suasana sangat istimewa.

Menuju kampung itu, damai terasa selalu mengiringi, tak pekik oleh suara knalpot dan teriakan-teriakan warga layaknya di kota. Yang terdengar hanya deru angin, kicau burung dan suara debur ombak yang menghantam dinding bukit-bukit hijau.

Tiba di sana, terlihatlah perkampungan Panamean ini dikelilingi perbukitan yang tinggi dan Danau Toba. Bentuk perkampungannya memanjang tidak lebih dari 1 km di bibir pantai. Mata pencarian warga umumnya sebagai nelayan tradisional. Kemudian, berkebun tanaman keras seperti mangga, alpukat, aren, durian. Selain itu, khusus kaum ibu, bertenun ulos dan hasilnya di jual ke pasar.

Saulina sendiri kesehariannya bekerja sebagai partonun ulos. Pengahasilannya dari martonun hanya sedikit. Beruntung, di usianya yang renta, ia selalu mendapat perhatian dari anak-anaknya sehingga tidak terkendala untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Dengan kondisi pemukiman yang terpencil itu, sangat jarang mereka mengenal sidang. Ada hakim, jaksa, dan berbagai bentuk penegak hukum, yang tak pernah dikenalnya selama ini. Dan, segala proses hukum dalam kasus yang menjeratnya adalah hal baru sepanjang 92 tahun ia menjalani kehidupannya.

“Saya sudah tua, ini baru tau persidangan. Jangan lagilah,” ungkap Saulina. (bersambung/ara)

 

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/