25.6 C
Medan
Monday, May 27, 2024

Saulina Terpaksa Pinjam Uang untuk Sewa Kapal

Salah satunya menyangkut alat bukti atas kepemilikan lahan objek perkara yang diyakini kurang tepat. Dimana fakta di persidangan, ada saling klaim dari saksi berbeda yang mengklaim pewaris lahan.

Menurutnya, yang menjadi objek perkara adalah tanah wakaf. Tanah dalam perkara ini sudah dihibahkan kepada masyarakat Panamean. Hal itu terbukti dalam bukti tertulis surat pernyataan pewaris Opung Martahiam Sitorus. Dimana menyatakan, tanah tersebut sudah diwakafkan menjadi pemakaman umum di Dusun Panamean. Bukti surat ini pulalah sebagai salah satu alat bukti duduknya perkara itu.

“Alat bukti pertama kepemilikan lahan adalah pengakuan istri dan anak saksi pelapor Jepaya Sitorus. Kedua, surat pernyataan penyerahan pemakamam dari Op pewaris Martahiam Sitorus. Sementara saksi pelapor bukanlah termasuk pewaris dari Martahiam Sitorus. Hal ini sebagaimana keterangan saksi saat persidangan oleh saksi Kardi Sitorus. Jika demikian, alat bukti kepemilikan lahan pelapor belum lengkap. Minimal dua alat bukti,” terangnya.

Katanya, jika tanah tersebut sudah diserahkan sebagai lahan pekuburan, artinya, bukan lagi milik perseorangan, tetapi milik bersama warga  Dusun Panamean.

Kejanggalan lainnya menurut Boy, kesaksian Jepaya Sitorus dalam persidangan menyebutkan bahwa lahan kuburan tersebut adalah lokasi perladangan gereja. Sementara hingga kasus ini memasuki agenda duplik di persidangan, tidak ada pihak gereja yang mengajukan keberatan. Berbeda saat putusan yang menyebutkan bahwa lahan objek perkara adalah  milik Jepaya selaku pewaris.

“Selaku pelapor, apakah Jepaya secara pribadi atau mewakili gereja,” jelasnya.

Disinggung terkait penetapan Saulina Sitorus sebagai tersangka dalam kasus tersebut, menurutnya tidak harus. Namun dalam prosesnya, Saulina dijerat pasal 421 dengan unsur pasal 406.

“Di sini, saudari Saulina dijerat sebagai permulaan perbuatan, atau  memberikan perintah untuk merlakukan perbuatan. Ada unsur bersama-sama. Sebenarnya tidak harus, mengingat  kasus ini adalah kasus pengrusakan,” jelasnya.

Atas dasar kejanggalan tersebut, pihaknya berencana mengajukan banding.

“Kita sedang urus proses banding, dengan harapan kejanggalan-kejanggalan ini terbuka lebar dan pada akhirnya klien kita mendapat keadilan yang seadil-adilnya,” tandasnya. (ara/adz)

 

 

 

 

Salah satunya menyangkut alat bukti atas kepemilikan lahan objek perkara yang diyakini kurang tepat. Dimana fakta di persidangan, ada saling klaim dari saksi berbeda yang mengklaim pewaris lahan.

Menurutnya, yang menjadi objek perkara adalah tanah wakaf. Tanah dalam perkara ini sudah dihibahkan kepada masyarakat Panamean. Hal itu terbukti dalam bukti tertulis surat pernyataan pewaris Opung Martahiam Sitorus. Dimana menyatakan, tanah tersebut sudah diwakafkan menjadi pemakaman umum di Dusun Panamean. Bukti surat ini pulalah sebagai salah satu alat bukti duduknya perkara itu.

“Alat bukti pertama kepemilikan lahan adalah pengakuan istri dan anak saksi pelapor Jepaya Sitorus. Kedua, surat pernyataan penyerahan pemakamam dari Op pewaris Martahiam Sitorus. Sementara saksi pelapor bukanlah termasuk pewaris dari Martahiam Sitorus. Hal ini sebagaimana keterangan saksi saat persidangan oleh saksi Kardi Sitorus. Jika demikian, alat bukti kepemilikan lahan pelapor belum lengkap. Minimal dua alat bukti,” terangnya.

Katanya, jika tanah tersebut sudah diserahkan sebagai lahan pekuburan, artinya, bukan lagi milik perseorangan, tetapi milik bersama warga  Dusun Panamean.

Kejanggalan lainnya menurut Boy, kesaksian Jepaya Sitorus dalam persidangan menyebutkan bahwa lahan kuburan tersebut adalah lokasi perladangan gereja. Sementara hingga kasus ini memasuki agenda duplik di persidangan, tidak ada pihak gereja yang mengajukan keberatan. Berbeda saat putusan yang menyebutkan bahwa lahan objek perkara adalah  milik Jepaya selaku pewaris.

“Selaku pelapor, apakah Jepaya secara pribadi atau mewakili gereja,” jelasnya.

Disinggung terkait penetapan Saulina Sitorus sebagai tersangka dalam kasus tersebut, menurutnya tidak harus. Namun dalam prosesnya, Saulina dijerat pasal 421 dengan unsur pasal 406.

“Di sini, saudari Saulina dijerat sebagai permulaan perbuatan, atau  memberikan perintah untuk merlakukan perbuatan. Ada unsur bersama-sama. Sebenarnya tidak harus, mengingat  kasus ini adalah kasus pengrusakan,” jelasnya.

Atas dasar kejanggalan tersebut, pihaknya berencana mengajukan banding.

“Kita sedang urus proses banding, dengan harapan kejanggalan-kejanggalan ini terbuka lebar dan pada akhirnya klien kita mendapat keadilan yang seadil-adilnya,” tandasnya. (ara/adz)

 

 

 

 

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/