25.6 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Dua Tersangka Provokator Ditahan, Meliana Mungkin Dipindah

PROVOKASI VIA MEDSOS BERBAHAYA
Sementara Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, provokasi melalui media sosial kian berbahaya. Hal tersebut merupakan dampak dari demokrasi liberal yang makin kuat. ”Semua orang ingin bebas sebebasnya,” ujarnya.

Provokasi melalui medsos ini yang membuat remaja juga ikut terseret arus dalam kerusuhan itu. Maka dari itu, perlu untuk dicarikan solusinya untuk semua masalah tersebut. ”Misalnya, dengan kesepakatan perdamaian antara umat beragama,” paparnya.

Namun, tentunya kesepakatan itu jangan hanya di tingkat elit masyarakat. Namun, harus sampai ke akar rumput. Dia menuturkan, hal tersebut yang bisa menjadi kunci untuk menciptakan kondisi yang damai. ”Penegakan hukum dan pemulihan pasca kerusuhan juga penting,” ujarnya.

Ada beberapa elemen yang harus mendapatkan perhatian lebih pasca terjadinya kerusuhan. Yakni keluarga korban kerusuhan. ”Perlu untuk ada komunikasi lebih dengan keluarga-keluarga tersebut,” paparnya.

Komunikasi ini untuk mencegah adanya masalah baru yang timbul pasca kerusuhan. Dia mengatakan, kalau belajar dari kerusuhan Poso, maka keluarga korban ini yang akhirnya menjadi pelaku aksi teror. ”Ini karena nuansa balas dendam akibat penegakan hukum yang belum memuaskan,” terangnya.

Dia menuturkan, nantinya penegakan hukum akan dievaluasi untuk setiap penanganannya dalam kerusuhan. Namun begitu, sayangnya Polri tidak memiliki anggaran yang diplot untuk melakukan pencegahan kerusuhan atau pun masalah yang timbul pasca kerusuhan. ”Yang pasti, penegakan hukum harus seimbang,” tuturnya.

ABAIKAN KESEPAKATAN
Ketua Tim Pembela Umat (TPU) Tanjungbalai H Admiralsya mengimbau agar warga Tionghua di Tanjungbalai menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam berkomunikasi sehari-hari di tempat umum. Menurutnya, hal ini untuk membiasakan warga Tionghoa berbahasa Indonesia yang menjadi bahasa nasional dan pemersatu.

Dia juga berharap kepada kepala lingkungan, lurah, dan camat untuk mendata kembali warga Tionghoa yang berdomisili di Tanjungbalai. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya pendatang liar yang eksoudus ke Tanjungbalai.

Dia juga mengingatkan Wali Kota Tanjungbalai Muhammad Syahrial SH MH masih memiliki Pekerjaan Rumah (PR) terkait surat edaran Wali Kota Tanjungbalai tertanggal 30 September 2010 nomor 100/18349/Pem-an/2010 yang ditujukan kepada Ketua Yayasan Vihara Tri Ratna Tanjungbalai dalam rangka penyelesaian permasalahan patung Bhudda Amitabha yang terletak di atas wihara.

Sebagaimana yang diajukan Gabungan Islam Bersatu (GIB) Tanjungbalai, disepakati Yayasan Vihara Tri Ratna melakukan pemindahan posisi patung Budha tersebut ke tempat lain yang tetap terhormat demi menjaga kerukunan umat beragama di Tanjungbalai. Namun hingga kini, patung tersebut belum juga dipindah. (ted/ilu/idr/jpg/adz)

PROVOKASI VIA MEDSOS BERBAHAYA
Sementara Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, provokasi melalui media sosial kian berbahaya. Hal tersebut merupakan dampak dari demokrasi liberal yang makin kuat. ”Semua orang ingin bebas sebebasnya,” ujarnya.

Provokasi melalui medsos ini yang membuat remaja juga ikut terseret arus dalam kerusuhan itu. Maka dari itu, perlu untuk dicarikan solusinya untuk semua masalah tersebut. ”Misalnya, dengan kesepakatan perdamaian antara umat beragama,” paparnya.

Namun, tentunya kesepakatan itu jangan hanya di tingkat elit masyarakat. Namun, harus sampai ke akar rumput. Dia menuturkan, hal tersebut yang bisa menjadi kunci untuk menciptakan kondisi yang damai. ”Penegakan hukum dan pemulihan pasca kerusuhan juga penting,” ujarnya.

Ada beberapa elemen yang harus mendapatkan perhatian lebih pasca terjadinya kerusuhan. Yakni keluarga korban kerusuhan. ”Perlu untuk ada komunikasi lebih dengan keluarga-keluarga tersebut,” paparnya.

Komunikasi ini untuk mencegah adanya masalah baru yang timbul pasca kerusuhan. Dia mengatakan, kalau belajar dari kerusuhan Poso, maka keluarga korban ini yang akhirnya menjadi pelaku aksi teror. ”Ini karena nuansa balas dendam akibat penegakan hukum yang belum memuaskan,” terangnya.

Dia menuturkan, nantinya penegakan hukum akan dievaluasi untuk setiap penanganannya dalam kerusuhan. Namun begitu, sayangnya Polri tidak memiliki anggaran yang diplot untuk melakukan pencegahan kerusuhan atau pun masalah yang timbul pasca kerusuhan. ”Yang pasti, penegakan hukum harus seimbang,” tuturnya.

ABAIKAN KESEPAKATAN
Ketua Tim Pembela Umat (TPU) Tanjungbalai H Admiralsya mengimbau agar warga Tionghua di Tanjungbalai menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam berkomunikasi sehari-hari di tempat umum. Menurutnya, hal ini untuk membiasakan warga Tionghoa berbahasa Indonesia yang menjadi bahasa nasional dan pemersatu.

Dia juga berharap kepada kepala lingkungan, lurah, dan camat untuk mendata kembali warga Tionghoa yang berdomisili di Tanjungbalai. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya pendatang liar yang eksoudus ke Tanjungbalai.

Dia juga mengingatkan Wali Kota Tanjungbalai Muhammad Syahrial SH MH masih memiliki Pekerjaan Rumah (PR) terkait surat edaran Wali Kota Tanjungbalai tertanggal 30 September 2010 nomor 100/18349/Pem-an/2010 yang ditujukan kepada Ketua Yayasan Vihara Tri Ratna Tanjungbalai dalam rangka penyelesaian permasalahan patung Bhudda Amitabha yang terletak di atas wihara.

Sebagaimana yang diajukan Gabungan Islam Bersatu (GIB) Tanjungbalai, disepakati Yayasan Vihara Tri Ratna melakukan pemindahan posisi patung Budha tersebut ke tempat lain yang tetap terhormat demi menjaga kerukunan umat beragama di Tanjungbalai. Namun hingga kini, patung tersebut belum juga dipindah. (ted/ilu/idr/jpg/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/