26.7 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Undang Tiga Doktor, Pansus Cawagubsu Tambah Bingung

DANIL SIREGAR/SUMUT POS PARIPURNA: Suasana rapat paripurna dewan yang dihadiri Wagubsu T Erri Nuradi di DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Kamis (2/7).  Agenda paripurna pandangan umum fraksi terhadap Ranperda tentang Laporan PertanggungJawaban Pelaksanaan (LPJP) APBD Provsu TA 2014.
Foto: Dok/SUMUT POS
 Suasana rapat paripurna dewan yang dihadiri Wagubsu T Erri Nuradi di DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pansus Pemilihan Wagubsu melakukan pertemuan dengan para pakar hukum tata negara untuk membedah UU No 8/2015 yang telah direvisi menjadi UU No10/2016. Tidak tanggung-tanggung, tiga akademisi bergelar doktor seperti Faisal Akbar Nasution dan Mirza Nasution dari USU serta Marzuki Lubis dari UISU secara khusus diundang untuk memberikan pandangan.

Hanya saja, ketiga pakar itu memberikan pandangan berbeda tentang tata cara pengusulan nama cawagubsu oleh partai pengusung. Alhasil, anggota pansus dibuat bingung.

Faisal Akbar menyebut, ada ketidakkompakan sesama partai pengusung, dan itu dibuktikan dari lambatnya proses pengusulan nama cawagubsu. Padahal, Tengku Erry dilantik menjadi gubernur defenitif satu bulan yang lalu.

Dari sisi etika politik, Faisal menyebutkan, yang berhak mengusulkan nama cawagusbu ialah Partai Hanura dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sebab, tiga parpol pengusung lainnya tidak memiliki keterwakilan di lembaga legislatif, selain itu juga sudah tidak terdaftar menjadi peserta Pemilu 2014.

“Tidak eloklah parpol yang tidak punya kursi mengusulkan nama cawagubsu, walaupun dari sisi aturan tidak ada yang dilanggar,” katanya.

Marzuki Lubis sendiri menyebutkan, ketika melirik kepada UU 10/2016 bahwa posisi wakil gubernur dapat diisi ketika sisa masa jabatan gubernur 18 bulan. Ketika bicara siapa yang berhak mengusulkan nama, Marzuki dengan tegas menyebut partai politik atau koalisi partai politik.

“Pengusulan kepala daerah dan wakil kepala daerah ketika pilkada bisa dilakukan satu parpol ketika memenuhi persyaratan semisal memiliki kursi 20 persen di legislatif atau 25 persen dari total suara sah di Pemilu. Kalau tidak bisa mengusulkan sendiri maka disebut gabungan parpol,”katanya mengacu UU No 10/2016 pasal 176 (1).

“Ayat keduanya menyebut parpol atau gabungan parpol pengusung mengusulkan dua nama kepada DPRD melalui gubernur untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD,” tambahnya.

Ayat (5), lanjut dia, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan dan pengangkatan calon wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1-4) diatur dalam peraturan pemerintah (PP).

“Masalahnya, sejauh ini belum ada PP untuk itu. Artinya ada kekosongan hukum,”ucapnya.

Ketika ada kekosongan hukum, Marzuki mengatakan, ada dua hal yang dapat dilakukan DPRD Sumut. Pertama, meminta fatwa dari Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Kedua, karena saat ini berlaku UU Otonomi Daraeh, maka bisa dilakukan proses pemilihan oleh DPRD Sumut yang mengacu kepada Tata Tertib (Tatib) yang berlaku.

“Pansus tinggal pilih mau langkah mana yang dipilih,” ungkapnya.

Mendengarkan paparan tersebut, Anggota Pansus Wagubsu Fraksi PDI-P, Sarma Hutajulu mengaku bingung. Dia mengaku pertemuan ini diadakan agar pansus mendapatkan pandangan atau kejelasan mengenai UU.

“Penjelasannya membuat Pansus menjadi bingung,” katanya.

DANIL SIREGAR/SUMUT POS PARIPURNA: Suasana rapat paripurna dewan yang dihadiri Wagubsu T Erri Nuradi di DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Kamis (2/7).  Agenda paripurna pandangan umum fraksi terhadap Ranperda tentang Laporan PertanggungJawaban Pelaksanaan (LPJP) APBD Provsu TA 2014.
Foto: Dok/SUMUT POS
 Suasana rapat paripurna dewan yang dihadiri Wagubsu T Erri Nuradi di DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pansus Pemilihan Wagubsu melakukan pertemuan dengan para pakar hukum tata negara untuk membedah UU No 8/2015 yang telah direvisi menjadi UU No10/2016. Tidak tanggung-tanggung, tiga akademisi bergelar doktor seperti Faisal Akbar Nasution dan Mirza Nasution dari USU serta Marzuki Lubis dari UISU secara khusus diundang untuk memberikan pandangan.

Hanya saja, ketiga pakar itu memberikan pandangan berbeda tentang tata cara pengusulan nama cawagubsu oleh partai pengusung. Alhasil, anggota pansus dibuat bingung.

Faisal Akbar menyebut, ada ketidakkompakan sesama partai pengusung, dan itu dibuktikan dari lambatnya proses pengusulan nama cawagubsu. Padahal, Tengku Erry dilantik menjadi gubernur defenitif satu bulan yang lalu.

Dari sisi etika politik, Faisal menyebutkan, yang berhak mengusulkan nama cawagusbu ialah Partai Hanura dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sebab, tiga parpol pengusung lainnya tidak memiliki keterwakilan di lembaga legislatif, selain itu juga sudah tidak terdaftar menjadi peserta Pemilu 2014.

“Tidak eloklah parpol yang tidak punya kursi mengusulkan nama cawagubsu, walaupun dari sisi aturan tidak ada yang dilanggar,” katanya.

Marzuki Lubis sendiri menyebutkan, ketika melirik kepada UU 10/2016 bahwa posisi wakil gubernur dapat diisi ketika sisa masa jabatan gubernur 18 bulan. Ketika bicara siapa yang berhak mengusulkan nama, Marzuki dengan tegas menyebut partai politik atau koalisi partai politik.

“Pengusulan kepala daerah dan wakil kepala daerah ketika pilkada bisa dilakukan satu parpol ketika memenuhi persyaratan semisal memiliki kursi 20 persen di legislatif atau 25 persen dari total suara sah di Pemilu. Kalau tidak bisa mengusulkan sendiri maka disebut gabungan parpol,”katanya mengacu UU No 10/2016 pasal 176 (1).

“Ayat keduanya menyebut parpol atau gabungan parpol pengusung mengusulkan dua nama kepada DPRD melalui gubernur untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD,” tambahnya.

Ayat (5), lanjut dia, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan dan pengangkatan calon wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1-4) diatur dalam peraturan pemerintah (PP).

“Masalahnya, sejauh ini belum ada PP untuk itu. Artinya ada kekosongan hukum,”ucapnya.

Ketika ada kekosongan hukum, Marzuki mengatakan, ada dua hal yang dapat dilakukan DPRD Sumut. Pertama, meminta fatwa dari Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Kedua, karena saat ini berlaku UU Otonomi Daraeh, maka bisa dilakukan proses pemilihan oleh DPRD Sumut yang mengacu kepada Tata Tertib (Tatib) yang berlaku.

“Pansus tinggal pilih mau langkah mana yang dipilih,” ungkapnya.

Mendengarkan paparan tersebut, Anggota Pansus Wagubsu Fraksi PDI-P, Sarma Hutajulu mengaku bingung. Dia mengaku pertemuan ini diadakan agar pansus mendapatkan pandangan atau kejelasan mengenai UU.

“Penjelasannya membuat Pansus menjadi bingung,” katanya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/