25.6 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Bencana Sinabung Didorong jadi Bencana Nasional

Foto: facebook/Tolong Share Erupsi Gunung Sinabung, Sabtu (21/5/2016), menewaskan tujuh warga Desa Gamber, Karo, yang melanggar zona merah dengan berladang di dekat gunung.
Foto: facebook/Tolong Share
Erupsi Gunung Sinabung, Sabtu (21/5/2016), menewaskan tujuh warga Desa Gamber, Karo, yang melanggar zona merah dengan berladang di dekat gunung.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Anggota DPR RI dari daerah pemilihan (Dapil) Sumut III Anton Sihombing, sejak Mei 2015 lalu terus mendorong pemerintah agar menetapkan bencana letusan Gunung Sinabung menjadi bencana nasional. Politikus Partai Golkar ini beralasan, masalah Sinabung sudah berkelanjutan tiga tahun berturut-turut, sehingga wajar bila dijadikan bencana nasional. Masuk 2016, berarti sudah empat tahun bencana ini belum tertangani dengan baik.

Desakan tersebut kembali disuarakan, setelah gunung yang berada di Kabupaten Karo itu kembali bererupsi, Sabtu (21/5) dan memakan korban tujuh warga meninggal dunia.

“Kan sejak awal saya sudah minta dijadikan bencana nasional. Bayangkan, ini sudah berapa tahun, warga di sana masih saja terlunta-lunta,” ujar Anton di Jakarta, Senin (23/5).

Anton mengatakan, memang Presiden Jokowi sudah pernah datang menemui para pengungsi korban Sinabung. Hanya saja, lanjutnya, hingga saat ini belum ada kemajuan dalam proses penanganan para pengungsi. “Mestinya, setelah presiden datang, ya pemerintah makin memberikan perhatian serius,” ujarnya.

Anton menilai, masih banyaknya warga yang nekat masuk ke area zona merah, juga mengindikasikan kurangnya perhatian pemerintah. Dia juga tidak setuju dengan sikap Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang selalu mengatakan warga melanggar larangan masuk ke area zona merah.

Menurut Anton, tidak tepat jika warga disalahkan. Pemerintah, dalam hal ini BNPB dan Pemkab Karo, juga salah.

“Ya seharusnya BNPB dan aparat keamanan stand by, menjaga agar tidak ada warga yang masuk zona merah. Juga harus mengevaluasi, mengapa warga masih nekat juga masuk wilayah terlarang,” ucap Anton.

Sebelumnya Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan, warga yang menjadi korban karena berada di zona merah saat kejadian Gunung Sinabung meletus disertai luncuran awan panas pada Sabtu (21/5).

Desa Gamber berada pada radius 4 km di sisi tenggara dari puncak kawah Gunung Sinabung yang dinyatakan sebagai daerah berbahaya atau zona merah.

Berdasarkan rekomendasi PVMBG, Desa Gamber tidak boleh ada aktivitas masyarakat karena berbahaya dari ancaman awan panas, lava pijar, bom, lapilli, abu pekat dan material lain dari erupsi.

“Sejak 31Oktober 2014, Desa Gamber direkomendasikan sebagai daerah berbahaya dan masyarakatnya harus direlokasi ke tempat yang lebih aman. Masyarakat tidak boleh melakukan aktivitas, termasuk untuk mengolah lahan pertanian di Desa Gamber, apalagi saat status Awas,” kata Sutopo.

Anton mengatakan, larangan seperti itu harusnya diikuti dengan pengawasan. Hal ini penting agar tidak ada korban saat Sinabung tiba-tiba erupsi lagi.

“Baiklah, saat ini tidak boleh saling menyalahkan. Yang terpenting ke depan, pemerintah harus lebih serius menangani masalah ini,” pungkas Anton. (sam)

Foto: facebook/Tolong Share Erupsi Gunung Sinabung, Sabtu (21/5/2016), menewaskan tujuh warga Desa Gamber, Karo, yang melanggar zona merah dengan berladang di dekat gunung.
Foto: facebook/Tolong Share
Erupsi Gunung Sinabung, Sabtu (21/5/2016), menewaskan tujuh warga Desa Gamber, Karo, yang melanggar zona merah dengan berladang di dekat gunung.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Anggota DPR RI dari daerah pemilihan (Dapil) Sumut III Anton Sihombing, sejak Mei 2015 lalu terus mendorong pemerintah agar menetapkan bencana letusan Gunung Sinabung menjadi bencana nasional. Politikus Partai Golkar ini beralasan, masalah Sinabung sudah berkelanjutan tiga tahun berturut-turut, sehingga wajar bila dijadikan bencana nasional. Masuk 2016, berarti sudah empat tahun bencana ini belum tertangani dengan baik.

Desakan tersebut kembali disuarakan, setelah gunung yang berada di Kabupaten Karo itu kembali bererupsi, Sabtu (21/5) dan memakan korban tujuh warga meninggal dunia.

“Kan sejak awal saya sudah minta dijadikan bencana nasional. Bayangkan, ini sudah berapa tahun, warga di sana masih saja terlunta-lunta,” ujar Anton di Jakarta, Senin (23/5).

Anton mengatakan, memang Presiden Jokowi sudah pernah datang menemui para pengungsi korban Sinabung. Hanya saja, lanjutnya, hingga saat ini belum ada kemajuan dalam proses penanganan para pengungsi. “Mestinya, setelah presiden datang, ya pemerintah makin memberikan perhatian serius,” ujarnya.

Anton menilai, masih banyaknya warga yang nekat masuk ke area zona merah, juga mengindikasikan kurangnya perhatian pemerintah. Dia juga tidak setuju dengan sikap Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang selalu mengatakan warga melanggar larangan masuk ke area zona merah.

Menurut Anton, tidak tepat jika warga disalahkan. Pemerintah, dalam hal ini BNPB dan Pemkab Karo, juga salah.

“Ya seharusnya BNPB dan aparat keamanan stand by, menjaga agar tidak ada warga yang masuk zona merah. Juga harus mengevaluasi, mengapa warga masih nekat juga masuk wilayah terlarang,” ucap Anton.

Sebelumnya Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan, warga yang menjadi korban karena berada di zona merah saat kejadian Gunung Sinabung meletus disertai luncuran awan panas pada Sabtu (21/5).

Desa Gamber berada pada radius 4 km di sisi tenggara dari puncak kawah Gunung Sinabung yang dinyatakan sebagai daerah berbahaya atau zona merah.

Berdasarkan rekomendasi PVMBG, Desa Gamber tidak boleh ada aktivitas masyarakat karena berbahaya dari ancaman awan panas, lava pijar, bom, lapilli, abu pekat dan material lain dari erupsi.

“Sejak 31Oktober 2014, Desa Gamber direkomendasikan sebagai daerah berbahaya dan masyarakatnya harus direlokasi ke tempat yang lebih aman. Masyarakat tidak boleh melakukan aktivitas, termasuk untuk mengolah lahan pertanian di Desa Gamber, apalagi saat status Awas,” kata Sutopo.

Anton mengatakan, larangan seperti itu harusnya diikuti dengan pengawasan. Hal ini penting agar tidak ada korban saat Sinabung tiba-tiba erupsi lagi.

“Baiklah, saat ini tidak boleh saling menyalahkan. Yang terpenting ke depan, pemerintah harus lebih serius menangani masalah ini,” pungkas Anton. (sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/