26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Pemko, Pemprovsu, dan BWS Bersatu Melawan Banjir

Asisten Ekonomi dan Pembangunan Kota Medan Qamarul Fattah menyebut, kondisi kontruksi Kota Medan masuk ke dalam kategori datar (flat). Oleh karenanya, kota ketiga terbesar di Indonesia ini sulit mendapatkan kemiringan yang ideal.

“Kemiringan ideal sebuah daerah yakni 6/mil, bahkan ada juga yang menyebut 3/mil. Karena tidak mendapatkan kemiringan yang ideal, makanya sungai da drainase yang ada mudah terkena sendimentasi (pendangkalan),” kata Qamarul.

Sementara, Kepala BWSS II Roy Panagom Pardede mengatakan, draf yang telah disusun nantinya akan dibahas bersama sehingga lahir poin-poin yang sesuai dengan keinginan dan kewenangan masing-masing. “Selesai rapat yang kita lakukan, masing-masing akan melakukan pembahasan kembali. Waktunya seminggu, kemudian kita lakukan pertemuan kembali untuk ditetapkan menjadi MoU yang akan kita tandatangani,” kata Roy.

Diakui Roy, penanganan banjir yang dilakukan selama ini tidak sinergi dengan masing-masing pihak terkait baik itu BWSS II, Provinsi Sumut dan Pemko Medan. Hal itu sebabnya melalui MoU nanti, penanganan banjir dilakukan terkoodinasi sehingga hasilnya lebih maksimal.

“Dengan adanya MoU, maka pembagian tugas akan lebih jelas, termasuk wilayah-wilayah mana saja yang akan menjadi objek penanganan. Dengan penanganan yang dilakukan terkoordinasi ini, kita harapkan dapat  memberikan hasil yang lebih baik lagi,” tukasnya.

Kasatker OP BWSS II, Aron Lumbanbatu menambahkan, ada banyak penyebab banjir di Kota Medan. Salah satu di antaranya tidak terkoneksi dengan baik drainse kota dengan drainase utama. Karena tidak terkoneksi dengan baik, maka air tidak masuk ke sungai sehingga menjadi genangan.

“Ketika hujan lebat terjadi beberapa waktu lalu, Sungai Sei Sikambing meluap namun drainase kota malah tidak menampung air. Airnya ada di badan jalan, itu yang menyebabkan terjadi genangan,” bebernya.

Aron melanjutkan, ketika menggali atau normalisasi salah satu sungai yang ada di Medan, pihaknya malah menemukan banyak sampah seperti kursi, bangku ataupun yang lain. “Setelah sampah diangkat, kami tidak memiliki tempat untuk membuangnya. Ini juga jadi masalah,” ujarnya. (ris/azw)

 

 

Asisten Ekonomi dan Pembangunan Kota Medan Qamarul Fattah menyebut, kondisi kontruksi Kota Medan masuk ke dalam kategori datar (flat). Oleh karenanya, kota ketiga terbesar di Indonesia ini sulit mendapatkan kemiringan yang ideal.

“Kemiringan ideal sebuah daerah yakni 6/mil, bahkan ada juga yang menyebut 3/mil. Karena tidak mendapatkan kemiringan yang ideal, makanya sungai da drainase yang ada mudah terkena sendimentasi (pendangkalan),” kata Qamarul.

Sementara, Kepala BWSS II Roy Panagom Pardede mengatakan, draf yang telah disusun nantinya akan dibahas bersama sehingga lahir poin-poin yang sesuai dengan keinginan dan kewenangan masing-masing. “Selesai rapat yang kita lakukan, masing-masing akan melakukan pembahasan kembali. Waktunya seminggu, kemudian kita lakukan pertemuan kembali untuk ditetapkan menjadi MoU yang akan kita tandatangani,” kata Roy.

Diakui Roy, penanganan banjir yang dilakukan selama ini tidak sinergi dengan masing-masing pihak terkait baik itu BWSS II, Provinsi Sumut dan Pemko Medan. Hal itu sebabnya melalui MoU nanti, penanganan banjir dilakukan terkoodinasi sehingga hasilnya lebih maksimal.

“Dengan adanya MoU, maka pembagian tugas akan lebih jelas, termasuk wilayah-wilayah mana saja yang akan menjadi objek penanganan. Dengan penanganan yang dilakukan terkoordinasi ini, kita harapkan dapat  memberikan hasil yang lebih baik lagi,” tukasnya.

Kasatker OP BWSS II, Aron Lumbanbatu menambahkan, ada banyak penyebab banjir di Kota Medan. Salah satu di antaranya tidak terkoneksi dengan baik drainse kota dengan drainase utama. Karena tidak terkoneksi dengan baik, maka air tidak masuk ke sungai sehingga menjadi genangan.

“Ketika hujan lebat terjadi beberapa waktu lalu, Sungai Sei Sikambing meluap namun drainase kota malah tidak menampung air. Airnya ada di badan jalan, itu yang menyebabkan terjadi genangan,” bebernya.

Aron melanjutkan, ketika menggali atau normalisasi salah satu sungai yang ada di Medan, pihaknya malah menemukan banyak sampah seperti kursi, bangku ataupun yang lain. “Setelah sampah diangkat, kami tidak memiliki tempat untuk membuangnya. Ini juga jadi masalah,” ujarnya. (ris/azw)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/