27.8 C
Medan
Monday, May 27, 2024

Dorongan Moratorium UN Menguat

Wakil Ketua Komisi X (Bidang Pendiikan) DPR Ferdiansyah meminta tarik ulur penyelenggaraan UN 2017 disudahi. Dia mengakui masayarakat banyak yang menanyakan kejelasannya. ’’Termasuk di dapil saya, di Jawa Barat,’’ katanya di komplek parlemen kemarin (15/12).

Untuk menghindari tarik ulur UN lanjut atau dimoratorium, dia minta pemerintah konsisten menjalankan amanah UU 20/2003 tentang Sistem Pendiikan Nasional (Sisdiknas). Ferdi mengatakan di pasal 58 UU Sisdiknas sudah mengatur dengan jelas. Ayat 1 pasal 58 jelas menyebutkan, evaluasi belajar peserta diik dilakukan oleh pendiik. Evaluasi itu digunakan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar.

Evaluasi peserta diik, satuan pendiikan, dan program pendiikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala. ’’Sejak ada UN, siapakah lembaga mandiri yang menyelenggarakannya. Apakah lembaga mandiri itu Kemendikbud,’’ tuturnya.

Pemerintah selama ini mengklaim bahwa penyelenggara UN adalah Badan Standar Nasional Pendiikan (BSNP). Namun menurut dia peran BSNP dalam UN sangat kecil dan lebih diominasi Kemendikbud.

Ferdiansyah menjelaskan polemik penyelenggaraan UN tidak bisa terus dilanjutkan. Jika UN dimoratorium, segera putuskan pengganti pengukurannya apa. Dia mengatakan penjelasan dari Kemendikbud soal moratorium belum tuntas. Rencananya akan digelar rapat lanjutan antara Mendikbud Muhadjir Effendy dengan Komisi X DPR.

Kepala Pusat Penilaian Pendiikan (Puspendik) Kemendikbud Nizam menjelaskan, selama ini pelaksanaan UN ditumpuki macam-macam. ’’Sampai penyet UNnya. Sehingga UN sering disalahkan,’’ kata dia. Banyaknya agenda di balik penyelenggaraan UN, membuat ujian tahunan ini menjadi momok bagi siswa maupun guru.

Nizam menjelaskan bahwa dalam penyelenggaraan UN selama ini, siswa kesulitan mengecar nilai standar kompetensi lulusan (SKL). Dalam UN 2016 nilai SKL ditetapkan sebesar 55 poin dari nilai maksimal 100 poin. Dia mengungkapkan di SMP ada sekitar 40 persen peserta UN tidak bisa mengejar SKL. Kemudian di SMA sebesar 50 persen peserta tidak mampu menggapai skor SKL 55 poin itu.

’’Melihat UN harus dari hulunya,’’ kata dia. Hulu UN adalah proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Rata-rata guru hanya mengajar siswa pada kemampuan what (apa). Sementara untuk kemampuan how (bagaimana) dan why (kenapa) masih rendah. Dia mengamati kondisi ini dari soal-soal ujian yang dibuat oleh guru.

Dia mencontohkan pada mata pelajaran sejarah, guru lebih sering membuat soal kapan perang Diponegoro pecah dan tokoh-tokoh di dalamnya. Guru jarang membuat soal kenapa perang Diponegoro sampai pecah. ’’Padahal why itu aspek analisisnya lebih tinggi,’’ jelasnya. (byu/wan/jpg)

Wakil Ketua Komisi X (Bidang Pendiikan) DPR Ferdiansyah meminta tarik ulur penyelenggaraan UN 2017 disudahi. Dia mengakui masayarakat banyak yang menanyakan kejelasannya. ’’Termasuk di dapil saya, di Jawa Barat,’’ katanya di komplek parlemen kemarin (15/12).

Untuk menghindari tarik ulur UN lanjut atau dimoratorium, dia minta pemerintah konsisten menjalankan amanah UU 20/2003 tentang Sistem Pendiikan Nasional (Sisdiknas). Ferdi mengatakan di pasal 58 UU Sisdiknas sudah mengatur dengan jelas. Ayat 1 pasal 58 jelas menyebutkan, evaluasi belajar peserta diik dilakukan oleh pendiik. Evaluasi itu digunakan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar.

Evaluasi peserta diik, satuan pendiikan, dan program pendiikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala. ’’Sejak ada UN, siapakah lembaga mandiri yang menyelenggarakannya. Apakah lembaga mandiri itu Kemendikbud,’’ tuturnya.

Pemerintah selama ini mengklaim bahwa penyelenggara UN adalah Badan Standar Nasional Pendiikan (BSNP). Namun menurut dia peran BSNP dalam UN sangat kecil dan lebih diominasi Kemendikbud.

Ferdiansyah menjelaskan polemik penyelenggaraan UN tidak bisa terus dilanjutkan. Jika UN dimoratorium, segera putuskan pengganti pengukurannya apa. Dia mengatakan penjelasan dari Kemendikbud soal moratorium belum tuntas. Rencananya akan digelar rapat lanjutan antara Mendikbud Muhadjir Effendy dengan Komisi X DPR.

Kepala Pusat Penilaian Pendiikan (Puspendik) Kemendikbud Nizam menjelaskan, selama ini pelaksanaan UN ditumpuki macam-macam. ’’Sampai penyet UNnya. Sehingga UN sering disalahkan,’’ kata dia. Banyaknya agenda di balik penyelenggaraan UN, membuat ujian tahunan ini menjadi momok bagi siswa maupun guru.

Nizam menjelaskan bahwa dalam penyelenggaraan UN selama ini, siswa kesulitan mengecar nilai standar kompetensi lulusan (SKL). Dalam UN 2016 nilai SKL ditetapkan sebesar 55 poin dari nilai maksimal 100 poin. Dia mengungkapkan di SMP ada sekitar 40 persen peserta UN tidak bisa mengejar SKL. Kemudian di SMA sebesar 50 persen peserta tidak mampu menggapai skor SKL 55 poin itu.

’’Melihat UN harus dari hulunya,’’ kata dia. Hulu UN adalah proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Rata-rata guru hanya mengajar siswa pada kemampuan what (apa). Sementara untuk kemampuan how (bagaimana) dan why (kenapa) masih rendah. Dia mengamati kondisi ini dari soal-soal ujian yang dibuat oleh guru.

Dia mencontohkan pada mata pelajaran sejarah, guru lebih sering membuat soal kapan perang Diponegoro pecah dan tokoh-tokoh di dalamnya. Guru jarang membuat soal kenapa perang Diponegoro sampai pecah. ’’Padahal why itu aspek analisisnya lebih tinggi,’’ jelasnya. (byu/wan/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/