28 C
Medan
Monday, October 21, 2024
spot_img

Tarif Tertinggi Rapid Test Cuma Rp150 Ribu

RAPID TEST: Suasana rapid test massal gratis yang digelar Pemkab Deliserdang dan USU di Percut Sei Tuan, Selasa (7/7). Berdasarkan Surat Edaran Kemenkes, tarif tertinggi rapid test ditetapkan Rp150 ribu. istimewa/sumut pos.
RAPID TEST: Suasana rapid test massal gratis yang digelar Pemkab Deliserdang dan USU di Percut Sei Tuan, Selasa (7/7). Berdasarkan Surat Edaran Kemenkes, tarif tertinggi rapid test ditetapkan Rp150 ribu. istimewa/sumut pos.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mahalnya biaya rapid test menuai keluhan dari masyarakat yang ingin melakukan perjalanan. Karenanya, Kementerian Kesehatan ( Kemenkes) menetapkan batas tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi untuk mendeteksi Covid-19 sebesar Rp 150.000.

Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Rapid Test Antibodi. Surat itu ditandatangani Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Bambang Wibowo pada 6 Juli 2020 lalu.

“Betul (batasan tertinggi Rp 150.000),” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit P2P Kemenkes, Achmad Yurianto, Selasa (7/7).

Dalam surat edaran dijelaskan, biaya tersebut berlaku untuk masyarakat yang ingin melakukan pemeriksaan secara mandiri. Pemeriksaan juga tetap dilakukan oleh petugas kesehatan yang memiliki kompetensi. Setiap fasilitas layanan kesehatan pun diminta mengikuti batasan tarif yang telah ditentukan oleh Kementerian Kesehatan.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan, pihaknya telah meminta Kementerian Keuangan untuk memberikan subsidi rapid test bagi masyarakat yang akan melakukan perjalanan, khususnya pengguna transportasi umum.

Sebab, saat ini mahalnya biaya rapid test menjadi keluhan masyarakat. Harganya bisa lebih mahal dari ongkos penggunaan transportasi umum. “Kami sedang minta Kementerian Keuangan agar rapid test ini diberikan subsidi kepada mereka yang melakukan perjalanan,” ungkapnya dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR RI, Rabu (1/7) lalu.

Dia mengatakan, pada dasarnya persoalan rapid test merupakan kewenangan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Namun, pihaknya tetap memberikan masukan kepada Gugus Tugas terkait kondisi di lapangan. “Kami bekerja sama, Insya Allah dengan gugus tugas kami mempunyai kinerja yang cukup baik,” kata dia.

Budi Karya menyatakan, upaya yang juga dilakukan pihaknya adalah memberikan aturan kepada seluruh operator transportasi umum untuk menetapkan mitra yang tepat dalam melakukan rapid test. Sebab, biaya rapid test saat ini beragam. Ia berharap operator bisa memilih mitra yang memberikan fasilitas rapid test dengan biaya terjangkau bagi penumpang. “Dari pengalaman kunjungan saya ke Solo dan Yogyakarta rapid test itu ada yang Rp300.000, tapi ada pihak yang menyediakan Rp 100.000,” kata dia.

Mengapa Biaya Rapid Test Berbeda-beda?

Ada dua jenis alat tes virus Corona yang digunakan di Indonesia, yaitu tes swab (PCR) dan rapid test. Tes swab digunakan untuk mengetahui apakah positif infeksi virus corona atau tidak, sementara rapid test digunakan untuk mengetahui antibodi yang terbentuk di tubuh saat terinfeksi virus.

Namun, hasil rapid test tidak bisa menjadi patokan diagnosis Covid-19. Jika hasil reaktif, dibutuhkan pemeriksaan lanjutan dengan tes swab untuk mengetahui hasilnya.

Belakangan, penggunaan rapid test itu pun menuai polemik. Salah satunya karena tarif yang sangat bervariasi. Beberapa instansi mematok tarif sekali tes dengan harga di bawah Rp100.000, ada pula yang bertarif lebih dari Rp300.000.

Mengapa biaya rapid test bisa sangat bervariasi dan jauh berbeda? Harga perangkat tes yang bervariasi Epidemiolog yang juga Juru Bicara Satgas Covid-19 Rumah Sakit UNS Tonang Dwi Ardyanto mengatakan, perbedaan tarif rapid test itu disebabkan oleh harga perangkat rapid test yang bervariasi.

Selain itu, ada biaya-biaya tambahan yang membuat harga tes di setiap instansi berbeda, misalnya cara pengambilan sampel darah, alat pelindung diri (APD) petugas, dan lain-lain. “Harga perangkat untuk alat tesnya saja macam-macam. Ada yang Rp 130.000 sampai Rp 400.000 untuk alatnya saja,” kata Tonang, Kamis (2/7).

“Padahal untuk melaksanakan pemeriksaan kan mengambil sampel darah. Harus pakai APD. Artinya kan ada biaya di luar pokok alat periksanya, sehingga menjadi sangat variatif,” lanjut dia.

Tonang mengatakan, perbedaan harga itu sebenarnya bisa diatasi dengan penyaringan lebih ketat terhadap alat rapid test yang masuk ke Indonesia. Sebab, Gugus Tugas Penanganan Covid-19 memiliki rekomendasi 150 merek rapid test yang bisa diedarkan. Menurut Tonang, rekomendasi rapid test seharusnya cukup 20 merek dengan menyempitkan kisaran harga.

“Kalau mau bagus, rekomendasinya cukup 20 merek dan range-nya jelas sekian. Karena kita juga harus fair. Kalau ada alat yang satu bisa Rp 400.000, ada yang puluhan ribu, kita kan mikirnya ‘Apa ya bener mutunya sama’” ujar Tonang.

Secara logika, lanjut dia, perbedaan harga rapid test juga berpengaruh pada akurasi hasil. Namun, dia tak bisa memastikan itu karena belum pernah mengujinya. Tonang menjelaskan, ada skema khusus untuk merek alat rapid test yang masuk ke Indonesia selama pandemi Covid-19, yaitu tanpa melalui pengujian.

Dalam kondisi normal, setiap merek alat tes yang masuk harus memalui pengujian, sebelum akhirnya mendapat izin edar. Faktor ini juga yang membuat banyaknya alat tes yang masuk ke Indonesia. Menurut Tonang, ke-150 merek yang masuk ke Indonesia itu tidak semuanya mendapatkan rekomendasi dari pemerintah setempat.

Oleh karena itu, penyaringan merek dengan mempersempit range harga diperlukan agar tarif pemeriksaan terkendali. “Kalau alatnya itu sudah dapat range harga yang sempit, maka tarif pemeriksaannya terkendali. Tapi kalau hari ini kita susah. Ya gara-gara saking banyaknya (merek) tadi dan yang masuk itu belum melalui uji juga. Otomatis kita sulit menyaring mutunya,” papar Tonang.

Dengan kondisi belum ada standar dan rentang harga yang terlalu lebar dengan banyaknya pilihan merek seperti saat ini, menurut dia, sulit untuk memastikan berapa biaya rapid test yang wajar.(kps)

RAPID TEST: Suasana rapid test massal gratis yang digelar Pemkab Deliserdang dan USU di Percut Sei Tuan, Selasa (7/7). Berdasarkan Surat Edaran Kemenkes, tarif tertinggi rapid test ditetapkan Rp150 ribu. istimewa/sumut pos.
RAPID TEST: Suasana rapid test massal gratis yang digelar Pemkab Deliserdang dan USU di Percut Sei Tuan, Selasa (7/7). Berdasarkan Surat Edaran Kemenkes, tarif tertinggi rapid test ditetapkan Rp150 ribu. istimewa/sumut pos.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mahalnya biaya rapid test menuai keluhan dari masyarakat yang ingin melakukan perjalanan. Karenanya, Kementerian Kesehatan ( Kemenkes) menetapkan batas tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi untuk mendeteksi Covid-19 sebesar Rp 150.000.

Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Rapid Test Antibodi. Surat itu ditandatangani Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Bambang Wibowo pada 6 Juli 2020 lalu.

“Betul (batasan tertinggi Rp 150.000),” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit P2P Kemenkes, Achmad Yurianto, Selasa (7/7).

Dalam surat edaran dijelaskan, biaya tersebut berlaku untuk masyarakat yang ingin melakukan pemeriksaan secara mandiri. Pemeriksaan juga tetap dilakukan oleh petugas kesehatan yang memiliki kompetensi. Setiap fasilitas layanan kesehatan pun diminta mengikuti batasan tarif yang telah ditentukan oleh Kementerian Kesehatan.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan, pihaknya telah meminta Kementerian Keuangan untuk memberikan subsidi rapid test bagi masyarakat yang akan melakukan perjalanan, khususnya pengguna transportasi umum.

Sebab, saat ini mahalnya biaya rapid test menjadi keluhan masyarakat. Harganya bisa lebih mahal dari ongkos penggunaan transportasi umum. “Kami sedang minta Kementerian Keuangan agar rapid test ini diberikan subsidi kepada mereka yang melakukan perjalanan,” ungkapnya dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR RI, Rabu (1/7) lalu.

Dia mengatakan, pada dasarnya persoalan rapid test merupakan kewenangan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Namun, pihaknya tetap memberikan masukan kepada Gugus Tugas terkait kondisi di lapangan. “Kami bekerja sama, Insya Allah dengan gugus tugas kami mempunyai kinerja yang cukup baik,” kata dia.

Budi Karya menyatakan, upaya yang juga dilakukan pihaknya adalah memberikan aturan kepada seluruh operator transportasi umum untuk menetapkan mitra yang tepat dalam melakukan rapid test. Sebab, biaya rapid test saat ini beragam. Ia berharap operator bisa memilih mitra yang memberikan fasilitas rapid test dengan biaya terjangkau bagi penumpang. “Dari pengalaman kunjungan saya ke Solo dan Yogyakarta rapid test itu ada yang Rp300.000, tapi ada pihak yang menyediakan Rp 100.000,” kata dia.

Mengapa Biaya Rapid Test Berbeda-beda?

Ada dua jenis alat tes virus Corona yang digunakan di Indonesia, yaitu tes swab (PCR) dan rapid test. Tes swab digunakan untuk mengetahui apakah positif infeksi virus corona atau tidak, sementara rapid test digunakan untuk mengetahui antibodi yang terbentuk di tubuh saat terinfeksi virus.

Namun, hasil rapid test tidak bisa menjadi patokan diagnosis Covid-19. Jika hasil reaktif, dibutuhkan pemeriksaan lanjutan dengan tes swab untuk mengetahui hasilnya.

Belakangan, penggunaan rapid test itu pun menuai polemik. Salah satunya karena tarif yang sangat bervariasi. Beberapa instansi mematok tarif sekali tes dengan harga di bawah Rp100.000, ada pula yang bertarif lebih dari Rp300.000.

Mengapa biaya rapid test bisa sangat bervariasi dan jauh berbeda? Harga perangkat tes yang bervariasi Epidemiolog yang juga Juru Bicara Satgas Covid-19 Rumah Sakit UNS Tonang Dwi Ardyanto mengatakan, perbedaan tarif rapid test itu disebabkan oleh harga perangkat rapid test yang bervariasi.

Selain itu, ada biaya-biaya tambahan yang membuat harga tes di setiap instansi berbeda, misalnya cara pengambilan sampel darah, alat pelindung diri (APD) petugas, dan lain-lain. “Harga perangkat untuk alat tesnya saja macam-macam. Ada yang Rp 130.000 sampai Rp 400.000 untuk alatnya saja,” kata Tonang, Kamis (2/7).

“Padahal untuk melaksanakan pemeriksaan kan mengambil sampel darah. Harus pakai APD. Artinya kan ada biaya di luar pokok alat periksanya, sehingga menjadi sangat variatif,” lanjut dia.

Tonang mengatakan, perbedaan harga itu sebenarnya bisa diatasi dengan penyaringan lebih ketat terhadap alat rapid test yang masuk ke Indonesia. Sebab, Gugus Tugas Penanganan Covid-19 memiliki rekomendasi 150 merek rapid test yang bisa diedarkan. Menurut Tonang, rekomendasi rapid test seharusnya cukup 20 merek dengan menyempitkan kisaran harga.

“Kalau mau bagus, rekomendasinya cukup 20 merek dan range-nya jelas sekian. Karena kita juga harus fair. Kalau ada alat yang satu bisa Rp 400.000, ada yang puluhan ribu, kita kan mikirnya ‘Apa ya bener mutunya sama’” ujar Tonang.

Secara logika, lanjut dia, perbedaan harga rapid test juga berpengaruh pada akurasi hasil. Namun, dia tak bisa memastikan itu karena belum pernah mengujinya. Tonang menjelaskan, ada skema khusus untuk merek alat rapid test yang masuk ke Indonesia selama pandemi Covid-19, yaitu tanpa melalui pengujian.

Dalam kondisi normal, setiap merek alat tes yang masuk harus memalui pengujian, sebelum akhirnya mendapat izin edar. Faktor ini juga yang membuat banyaknya alat tes yang masuk ke Indonesia. Menurut Tonang, ke-150 merek yang masuk ke Indonesia itu tidak semuanya mendapatkan rekomendasi dari pemerintah setempat.

Oleh karena itu, penyaringan merek dengan mempersempit range harga diperlukan agar tarif pemeriksaan terkendali. “Kalau alatnya itu sudah dapat range harga yang sempit, maka tarif pemeriksaannya terkendali. Tapi kalau hari ini kita susah. Ya gara-gara saking banyaknya (merek) tadi dan yang masuk itu belum melalui uji juga. Otomatis kita sulit menyaring mutunya,” papar Tonang.

Dengan kondisi belum ada standar dan rentang harga yang terlalu lebar dengan banyaknya pilihan merek seperti saat ini, menurut dia, sulit untuk memastikan berapa biaya rapid test yang wajar.(kps)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/