28.9 C
Medan
Tuesday, May 7, 2024

Sidang Korupsi dan Pencucian Uang, Penahanan Mujianto Dialihkan

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan diketuai Immanuel Tarigan mengeluarkan penetapan pengalihan penahanan Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR) Mujianto dari tahanan Rumah Tahanan Negara (Rutan) menjadi tahanan kota dengan pertimbangan kesehatan.

Penetapan pengalihan itu dibacakan Hakim ketua Immanuel Tarigan dihadapan Jaksa Penuntut Umum Resky, Isnayanda dan Penasihat Hukum terdakwa Surepno Sarpan di Ruang Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (15/8).

Menurut hakim, selain alasan sakit dan sudah uzur juga dipertimbangkan adanya jaminan istri, penasihat hukum terdakwa, jaminan sejumlah organisasi keagamaan dan uang jaminan Rp500 juta yang dititipkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan.

Menurut hakim dengan pengalihan tersebut diharapkan terdakwa bisa melakukan perawatan medis dan memperlancar proses persidangan.

“Ini harus ditaati terdakwa sehingga persidangan bisa berjalan lancar,” ujar hakim.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Resky Pradana dalam repliknya menguraikan surat dakwaan yang menjerat tersangka Mujianto dengan pasal korupsi dan pencucian uang sudah memenuhi prosedur UU.

“Surat dakwaan JPU yang dibacakan 2 pekan lalu sudah memenuhi unsur pasal 143 KUHP tentang sah tidaknya surat dakwaan,” ujar Rezky.

Karena itu, eksepsi penasihat hukum terdakwa yang menyatakan bahwa surat dakwaan kabur, tidak cermat harus ditolak dan berharap Majelis hakim menerima replik JPU dan melanjutkan persidangan dengan memeriksa saksi-saksi.

Sebelumnya, Penasihat Hukum terdakwa Surepto Sarpan dalam eksepsi yang dibacakan dihadapan hakim Immanuel dan JPU Isnayanda menyebutkan, surat dakwaan JPU yang menjerat terdakwa pasal pencucian uang dan korupsi itu tidak memenuhi unsur Pasal 143 KUHAP.

Alasannya perbuatan yang dituduhkan tidak ada hubungannya dengan terdakwa Mujianto baik tentang kesalahan prosedur pengajuan kredit di bank sehingga menimbulkan kredit macet.

“Itu semua tidak ada hubungannya dengan terdakwa,” ujar Sarpan.

Menurut dia, antara Canakya dan Mujianto memang pernah mengikat perjanjian jual beli tanah untuk membangun perumahan Takapuna Residence di Jalan Kapten Sumarsono Medan.Saat itu Canakya membeli tanah milik Mujianto seharga Rp45 miliar dengan cicilan. Tapi akhirnya hutang Canakya tersebut sudah dilunasi 25 Juni 2012.

Tapi, JPU dalam surat dakwaannya malah menguraikan kredit macet yang dilakukan terdakwa Mujianto dan Canakya berlangsung 3 Maret 2014. Padahal pada 2014 itu, terdakwa tidak punya hubungan lagi dengan Canakya.

“Kalau pun ada kesalahan prosedur antara Canakya dengan pihak bank, itu bukan urusan terdakwa Mujianto. Sebab dikabulkan atau tidaknya permohonan kredit tergantung kreditur dan debitur dan tidak ada hubungannya dengan terdakwa Mujianto,” jelasnya.

Tentang tuduhan pencucian uang yang dituduhkan kepada terdakwa, kata Sarpan, makin memperlihatkan surat dakwaan JPU Itu semakin kabur dan tidak jelas, karena dengan bukti transfer JPU bisa menjerat terdakwa dengan pasal pencucian uang tanpa melibatkan Canakya Suman.

JPU juga tidak melibatkan Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) tentang berapa besar kerugian negara yang dilakukan seseorang itu.

Sebelumnya dalam surat dakwaan JPU dijelaskan, terdakwa Mujianto melanggar Pasal 5 ayat 1 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Selain itu terdakwa dijerat Pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 ayat 1 huruf b UU RI No 31 Tahun 1999 Jo UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Menurut Jaksa, pemberian kredit KMK kepada PT KAYA tidak sesuai prosedur dan penggunaan kredit KMK oleh PT KAYA tidak sesuai peruntukannya yang menyebabkan negara rugi senilai Rp39,5 miliar. (man/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan diketuai Immanuel Tarigan mengeluarkan penetapan pengalihan penahanan Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR) Mujianto dari tahanan Rumah Tahanan Negara (Rutan) menjadi tahanan kota dengan pertimbangan kesehatan.

Penetapan pengalihan itu dibacakan Hakim ketua Immanuel Tarigan dihadapan Jaksa Penuntut Umum Resky, Isnayanda dan Penasihat Hukum terdakwa Surepno Sarpan di Ruang Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (15/8).

Menurut hakim, selain alasan sakit dan sudah uzur juga dipertimbangkan adanya jaminan istri, penasihat hukum terdakwa, jaminan sejumlah organisasi keagamaan dan uang jaminan Rp500 juta yang dititipkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan.

Menurut hakim dengan pengalihan tersebut diharapkan terdakwa bisa melakukan perawatan medis dan memperlancar proses persidangan.

“Ini harus ditaati terdakwa sehingga persidangan bisa berjalan lancar,” ujar hakim.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Resky Pradana dalam repliknya menguraikan surat dakwaan yang menjerat tersangka Mujianto dengan pasal korupsi dan pencucian uang sudah memenuhi prosedur UU.

“Surat dakwaan JPU yang dibacakan 2 pekan lalu sudah memenuhi unsur pasal 143 KUHP tentang sah tidaknya surat dakwaan,” ujar Rezky.

Karena itu, eksepsi penasihat hukum terdakwa yang menyatakan bahwa surat dakwaan kabur, tidak cermat harus ditolak dan berharap Majelis hakim menerima replik JPU dan melanjutkan persidangan dengan memeriksa saksi-saksi.

Sebelumnya, Penasihat Hukum terdakwa Surepto Sarpan dalam eksepsi yang dibacakan dihadapan hakim Immanuel dan JPU Isnayanda menyebutkan, surat dakwaan JPU yang menjerat terdakwa pasal pencucian uang dan korupsi itu tidak memenuhi unsur Pasal 143 KUHAP.

Alasannya perbuatan yang dituduhkan tidak ada hubungannya dengan terdakwa Mujianto baik tentang kesalahan prosedur pengajuan kredit di bank sehingga menimbulkan kredit macet.

“Itu semua tidak ada hubungannya dengan terdakwa,” ujar Sarpan.

Menurut dia, antara Canakya dan Mujianto memang pernah mengikat perjanjian jual beli tanah untuk membangun perumahan Takapuna Residence di Jalan Kapten Sumarsono Medan.Saat itu Canakya membeli tanah milik Mujianto seharga Rp45 miliar dengan cicilan. Tapi akhirnya hutang Canakya tersebut sudah dilunasi 25 Juni 2012.

Tapi, JPU dalam surat dakwaannya malah menguraikan kredit macet yang dilakukan terdakwa Mujianto dan Canakya berlangsung 3 Maret 2014. Padahal pada 2014 itu, terdakwa tidak punya hubungan lagi dengan Canakya.

“Kalau pun ada kesalahan prosedur antara Canakya dengan pihak bank, itu bukan urusan terdakwa Mujianto. Sebab dikabulkan atau tidaknya permohonan kredit tergantung kreditur dan debitur dan tidak ada hubungannya dengan terdakwa Mujianto,” jelasnya.

Tentang tuduhan pencucian uang yang dituduhkan kepada terdakwa, kata Sarpan, makin memperlihatkan surat dakwaan JPU Itu semakin kabur dan tidak jelas, karena dengan bukti transfer JPU bisa menjerat terdakwa dengan pasal pencucian uang tanpa melibatkan Canakya Suman.

JPU juga tidak melibatkan Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) tentang berapa besar kerugian negara yang dilakukan seseorang itu.

Sebelumnya dalam surat dakwaan JPU dijelaskan, terdakwa Mujianto melanggar Pasal 5 ayat 1 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Selain itu terdakwa dijerat Pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 ayat 1 huruf b UU RI No 31 Tahun 1999 Jo UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Menurut Jaksa, pemberian kredit KMK kepada PT KAYA tidak sesuai prosedur dan penggunaan kredit KMK oleh PT KAYA tidak sesuai peruntukannya yang menyebabkan negara rugi senilai Rp39,5 miliar. (man/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/