30 C
Medan
Saturday, April 27, 2024

Kapolres: 500 Warga Serang 75 Polisi, Jadi Ada Tembakan ke Udara

Foto: Moral Sitepu/Sumut Pos Ibu-ibu warga Desa Lingga Karo menemui aparat di pos polisi, mempertanyakan kenapa polisi membiarkan pengembang membongkar  pagar pembatas jalan pintas ke desa mereka.
Foto: Moral Sitepu/Sumut Pos
Ibu-ibu warga Desa Lingga Karo menemui aparat di pos polisi, mempertanyakan kenapa polisi membiarkan pengembang membongkar pagar pembatas jalan pintas ke desa mereka.

TANAH KARO – Peristiwa bentrok antara warga Desa Lingga dengan personel Polres Karo sudah sepekan berlalu. Langkah-langkah serius untuk mengungkap konflik berdarah ituuterus berlanjut. Setidaknya 30 orang personel Polres Karo diperiksa Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri dan Polda Sumut.

Kapolres Karo AKBP Pangasian Sitio di ruang kerjanya, Rabu (3/8) petang, mengatakan bahwa pihaknya akan transparan dalam penyelidikan yang dilakukan tersebut.

“Tim Propam Mabes Polri dan Polda Sumut sudah datang untuk melakukan pemeriksaan di Mapolres Karo. Kita sudah berikan keterangan sebagaimana terjadinya peristiwa tersebut. Ada sekitar 30 orang lebih yang diperiksa, termasuk saya sendiri,” jelas Sitio.

Ia mengklaim, upaya penanganan kericuhan yang dilakukan pihaknya sudah sesuai dengan prosedur. Ia juga menjamin setiap anggotanya sudah diberikan arahan dan paham metode penanganan kericuhan.

“Saya sudah bertugas jadi polisi selama 19 tahun dan lama di Jakarta. Jadi sudah biasa menangani kerusuhan. Mulai dari masa tenang, mulai anarkis sampai overmark (terdesak-red) untuk melakukan tindakan. Saya yakin anggota juga tahu dan yakin kami tidak menyalahi ketentuan,” kata dia.

Dalam kericuhan tersebut, ia meyakini warga sudah menyiapkan batu, bom molotov serta benda tajam. Menurutnya, warga juga sudah berniat membakar Polres Karo, sehingga upaya pencegahan dan pengarahan untuk melindungi markas komando langsung diberikan kepada anggota yang berdinas saat itu.

“Bukan hanya warga yang terluka, anggota kita juga ada lima orang yang terkena lemparan batu. Tapi memang tidak ada yang terkena luka akibat senjata tajam,” jelasnya.

Untuk itu, pihaknya menembak ke udara untuk memberikan peringatan agar massa tidak melakukan penyerangan. “Kekuatan kita saat itu cuma 75 orang, sementara warga ada sekitar 500 orang. Gitu sampai di Polres, mereka langsung melempari batu. Dari 15 personel kita yang sebelumnya diserang di pos polisi Desa Lingga, kita dapat informasi bahwa sudah ada teriakan warga untuk membunuh dan membakar polisi,” jelasnya.

Ditambahkan, saat diserang, pihaknya juga sudah mengingatkan warga melalui pengeras suara agar warga tidak anarkis. Tetapi imbauan itu tidak diindahkan hingga kita harus melepaskan tembakan berpeluru tajam saat terjadinya kericuhan di depan Mapolres Karo.

Ia menyebutkan, pelepasan tembakan berpeluru tajam itu sudah sesuai dengan ketentuan yang ada. Pihaknya pun sudah melepaskan tembakan peringatan sebelum akhirnya terpaksa melepaskan peluru tajam.

“Perintah menembak itu langsung dari saya. Anggota juga sebelumnya sudah kita kasih arahan. Sekira setengah jam sebelum warga menyerang, kita sudah mendapatkan informasi dan kita langsung arahkan anggota. Tidak langsung peluru tajam. Kita terlebih dahulu gunakan peluru hampa dan peluru karet,” ujarnya.

Keputusan untuk menggunakan peluru tajam, kata Pangasian, diambil untuk melindungi diri dari kondisi polisi yang saat itu kalah jumlah dari warga. Apalagi saat itu sudah ada pihak-pihak yang memprovokasi warga untuk membunuh polisi saat menyerang Mapolres Karo.

Foto: Moral Sitepu/Sumut Pos Ibu-ibu warga Desa Lingga Karo menemui aparat di pos polisi, mempertanyakan kenapa polisi membiarkan pengembang membongkar  pagar pembatas jalan pintas ke desa mereka.
Foto: Moral Sitepu/Sumut Pos
Ibu-ibu warga Desa Lingga Karo menemui aparat di pos polisi, mempertanyakan kenapa polisi membiarkan pengembang membongkar pagar pembatas jalan pintas ke desa mereka.

TANAH KARO – Peristiwa bentrok antara warga Desa Lingga dengan personel Polres Karo sudah sepekan berlalu. Langkah-langkah serius untuk mengungkap konflik berdarah ituuterus berlanjut. Setidaknya 30 orang personel Polres Karo diperiksa Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri dan Polda Sumut.

Kapolres Karo AKBP Pangasian Sitio di ruang kerjanya, Rabu (3/8) petang, mengatakan bahwa pihaknya akan transparan dalam penyelidikan yang dilakukan tersebut.

“Tim Propam Mabes Polri dan Polda Sumut sudah datang untuk melakukan pemeriksaan di Mapolres Karo. Kita sudah berikan keterangan sebagaimana terjadinya peristiwa tersebut. Ada sekitar 30 orang lebih yang diperiksa, termasuk saya sendiri,” jelas Sitio.

Ia mengklaim, upaya penanganan kericuhan yang dilakukan pihaknya sudah sesuai dengan prosedur. Ia juga menjamin setiap anggotanya sudah diberikan arahan dan paham metode penanganan kericuhan.

“Saya sudah bertugas jadi polisi selama 19 tahun dan lama di Jakarta. Jadi sudah biasa menangani kerusuhan. Mulai dari masa tenang, mulai anarkis sampai overmark (terdesak-red) untuk melakukan tindakan. Saya yakin anggota juga tahu dan yakin kami tidak menyalahi ketentuan,” kata dia.

Dalam kericuhan tersebut, ia meyakini warga sudah menyiapkan batu, bom molotov serta benda tajam. Menurutnya, warga juga sudah berniat membakar Polres Karo, sehingga upaya pencegahan dan pengarahan untuk melindungi markas komando langsung diberikan kepada anggota yang berdinas saat itu.

“Bukan hanya warga yang terluka, anggota kita juga ada lima orang yang terkena lemparan batu. Tapi memang tidak ada yang terkena luka akibat senjata tajam,” jelasnya.

Untuk itu, pihaknya menembak ke udara untuk memberikan peringatan agar massa tidak melakukan penyerangan. “Kekuatan kita saat itu cuma 75 orang, sementara warga ada sekitar 500 orang. Gitu sampai di Polres, mereka langsung melempari batu. Dari 15 personel kita yang sebelumnya diserang di pos polisi Desa Lingga, kita dapat informasi bahwa sudah ada teriakan warga untuk membunuh dan membakar polisi,” jelasnya.

Ditambahkan, saat diserang, pihaknya juga sudah mengingatkan warga melalui pengeras suara agar warga tidak anarkis. Tetapi imbauan itu tidak diindahkan hingga kita harus melepaskan tembakan berpeluru tajam saat terjadinya kericuhan di depan Mapolres Karo.

Ia menyebutkan, pelepasan tembakan berpeluru tajam itu sudah sesuai dengan ketentuan yang ada. Pihaknya pun sudah melepaskan tembakan peringatan sebelum akhirnya terpaksa melepaskan peluru tajam.

“Perintah menembak itu langsung dari saya. Anggota juga sebelumnya sudah kita kasih arahan. Sekira setengah jam sebelum warga menyerang, kita sudah mendapatkan informasi dan kita langsung arahkan anggota. Tidak langsung peluru tajam. Kita terlebih dahulu gunakan peluru hampa dan peluru karet,” ujarnya.

Keputusan untuk menggunakan peluru tajam, kata Pangasian, diambil untuk melindungi diri dari kondisi polisi yang saat itu kalah jumlah dari warga. Apalagi saat itu sudah ada pihak-pihak yang memprovokasi warga untuk membunuh polisi saat menyerang Mapolres Karo.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/